Read More >>"> Rumah (Sudah Terbit / Open PO) (Bab 15) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
MENU 0
About Us  

Bara termangu melihat pemandangan dapur pagi ini.

Guntur yang sedang makan kerupuk sambil mengorek hidungnya dengan syahdu. Oh, bukan. Bukan Guntur yang membuat Bara termangu. Sudah pemandangan biasa itu mah. Yang ia lihat adalah seseorang yang sudah sangat jarang ia lihat selama sepuluh bulan ini. Dengan kaus putih polos dan celana pendek selutut. Rambutnya yang sudah mulai gondrong tidak mengurangi nilai plus di wajahnya yang tampan iya, cantik iya. Siapa lagi dirumah ini yang tetap terlihat tampan walau dengan rambut gondrong begitu kalau bukan Mas Bumi? Kakak keduanya yang ganteng (cantik) itu kini sedang sibuk memotong-motong terong yang sepertinya akan menjadi menu pagi ini. Telur dan tahu goreng dengan terong yang diuleg bersama sambel hijau. Sejauh ini, hanya Mas Bumi lah yang berhasil membuat sambel hijau dengan rasa yang pas. Kalau Gala yang bikin, biasanya rasanya agak aneh soalnya.

“Biasa aja dong liatnya, kenapa? Kaget liat cowok seganteng ini lagi goreng terong?”


Bara meringis jijik. Lalu dengan langkah cepat berjalan menuju meja makan dan meletakkan tas ranselnya di atas meja ruang tengah sebelum duduk di kursi meja makan. Pagi ini ada kelas penting, jadi Bara harus bangun pagi-pagi agar bisa mengikuti kelas itu.


“Tumben banget Mas, habis baca berita apa lo?” tanya Guntur masih mengorek hidungnya. Membuat Bara tidak mau menoleh kepadanya. Bahkan untuk meliriknya saja ogah sekali.


“Berita dari dosen. Kalo nggak dateng nilainya dikurangin,” ucap Mas Bumi tanpa melihat ke arahnya. Bara melirik sinis Mas Bumi yang masih tidak melihat ke arahnya. Jarang muncul, sekali muncul ngeroasting orang. Padahal sebelumnya Bara berencana mau berbaik-baik pada Mas Bumi yang jarang sekali ada di rumah seperti ini. Apalagi dengan kaus oblong putih polos yang menjadi pertanda bahwa Mas Bumi pasti tidak akan berangkat kerja hari ini.


“Nggak nyolot. Berarti iya.”


“Bukan gitu maksudnya, gue lagi menghindari perdebatan aja,” ucap Bara sambil mengelus dadanya. Berlagak seperti orang benar. “Menghindari perdebatan itu balasannya surga loh,” lanjutnya.


“Gue sering denger orang ngomong kayak gitu sih, tapi kalo lo yang ngomong kok gu merinding ya?” ucap Guntur sambil mengelus tangannya yang disambut gelak tawa oleh Bumi yang kini mulai menyelesaikan acara masak-memasaknya. Kakak keduanya itu lalu mulai membawa beberapa piring ke atas meja makan yang disambut seruan ringan dari Guntur. Sedangkan Bara hanya tersenyum penuh makna. Senyuman yang memiliki arti mematikan. Seandainya pagi ini ia tidak kepalaran, mungkin Bara sudah memilih untuk by one ikan capung.


Suara berdebum terdengar, sempat menarik atensi mereka yang ada di meja makan. Rupanya Bintang dengan kaus sangsang dan celana training berlari menuruni tangga dengan tangannya yang menggenggam handuk. Wajahnya kumus-kumus sekali. Rambutnya bahkan belum sempat tertata rapi. Padahal Bintang itu tidak akan keluar dari kamarnya kecuali dengan rambut rapi. Minimal lah, masa iya wajah kusut rambut juga kusut. 


“Eh eh itu siapa yang mau masuk kamar mandi?” tanya Bintang panik. Sedangkan Guntur yang ada di depannya menjawab kebingungan melihat Bintang yang tak seperti biasanya. “Gue sih, tapi-“


“Aduh! Gue duluan ya! Pengen pipis nih!” 


Bintang segera berlari menuju kamar mandi. Lalu dengan kekuatan penuh mendorong pintu kamar mandi dan kemudian terpaku melihat sesuatu yang ada di dalamnya. Guntur bahkan belum sempat menjelaskan bahwa di dalam masih ada Mas Fajar yang masih mandi. Sontak pemandangan Fajar yang kini berdiri mematung dengan busa di sekujur tubuhnya membuat gelak tawa seisi dapur. Gelak tawa mereka membuat Bintang dan Fajar yang sempat mematung memandang satu sama lain kembali tersadar. Sepersekian detik kemudian, suara debuman pintu kamar mandi yang di tutup kencang menjadi satu-satunya suara yang terdengar selain suara gelak tawa mereka.


“BINTANG JANCUK! LIAT APA TADI LO HAH?!”


Bintang masih mematung di depan pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat, membiarkan Fajar terus mengoceh di dalam sana. Sedangkan Guntur yang kini sudah gelendotan di kaki meja makan mengusap matanya yang berair sebab kebanyakan tertawa. Baru saja membuka matanya dan mengambil napas panjang, Guntur kembali dibuat tertawa lebih kencang ketika melihat pemandangan yang ada di depannya. Pemandangan epic. Yang tidak akan pernah terlihat di manapun.
“Bintang… Bintang…” bahkan untuk mengucapkannya saja Guntur tidak sanggup. Hanya telunjuknya saja yang menunjuk-nunjuk ke arah Bintang yang kemudian diikuti oleh Bara dan Bumi. Dan sebelum suara tawa lebih kencang lagi, Bintang lalu berlari menuju halaman rumah lewat pintu belakang diikuti suara tawa yang sudah ia tebak akan lebih kencang dari sebelumnya.


“Bintang ngompol anjriiitt, kapan lagi coba nemuin pemandangan kayak gini??” ucap Bara di sela-sela tawanya.


“Rame banget buset, sampe masuk mimpi gue,” ucap Langit sambil menggaruk kepalanya tidak gatal. Si sulung kemudian berjalan gontai menuju kulkas untuk mengambil air dingin. Kebiasaan buruk yang dikomandani oleh Guntur. Sontak Bumi merebut sebotol air dingin itu kemudian kembali meletakkannya di dalam kulkas. Dua anak itu kalo sakit nggak pernah main-main.


“Kebiasaan banget, masih pagi juga,” cibir Bumi sambil meneruskan menggoreng tomat, cabai dan bawang untuk di uleg menjadi sambal. Mengabaikan Mas Langit yang kini termangu menatap adiknya yang belum pernah mengajaknya berbicara barang sepatah kata saja. Lalu dengan senyuman lebar, ia berjalan menuju tempat Bumi berada, berdiri bersampingan dengannya. Tangannya sudah gatal sekali tidak melakukan ini. Dengan segera Mas Langit mengacak brutal rambut Bumi yang gondrong.


“Mas ah! Nanti gosong itu loh, mau makan sambel pait toh?!”


Langit seperti menulikan telinganya. Melihat adiknya yang sudah tak lama mengomel itu membuat adiknya terlihat dua kali lebih lucu. 


“Anjing! Mana Bintang? Hah?! Mana?!” suara keras Fajar seakan menjadi sumbu gelak tawa yang kembali meledak. Lalu dengan isyarat dagu, Bara mengatakan bahwa Bintang pergi ke halaman belakang. Entah apa yang ia lakukan. Entah mau membersihkan diri disana, atau sekalian mencuci bajunya. Yang jelas pemadangan epic itu tidak akan disia-siakan oleh yang lainnya.


“Kenapa sih?” tanya Mas Langit mereka yang kebingungan. Lalu dengan gelak tawa yang tersisa, Guntur menceritakan segala yang terjadi sebelum Langit turun dari kamarnya. “Gue punya fotonya Mas, bentar.”


“Eh buset difoto dong! Sempet amat lo.”


Guntur lalu mengangguk sambil mengangkat tangannya tanda ia menang. Sedangkan Bintang yang baru saja kembali dari halaman belakang kini ikut bergabung di meja makan dengan wajah merah padam menahan malu. Bagaimana dengan Fajar? Oh, masih dendam dia sama Bintang. Bara masih sibuk menggoda Bintang sedangkan Guntur sudah masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi. Bumi masih sibuk menggoreng dan Langit berdiri diam memperhatikan adiknya.


Seperti ada yang kurang, siapa ya?


“SELAMAT PAGI RAKYATKU!! APA KALIAN MERINDUKANKU?”


Mungkin jika ini adalah cerita komik, pasti akan ada sound effect jangkrik lagi mangkring di warkop Bu Sukiyah. Jangankan ada yang menjawab, menoleh saja tidak ada. Guntur masih sibuk mandi. Bara sibuk menoel-noel bahu Bintang yang kini mulai menangis. Langit masih sibuk nempelin Bumi yang sedang menguleg. Dan Fajar yang masih sibuk makan kerupuk alot. Duh, kasihan. Karena tak ada yang memedulikan, Gala lalu mulai melangkahkan kakinya gontai menuju salah satu kursi yang kosong. Memilih bergabung dengan mereka.


“Eh, baru turun? Darimana aja?”


“Sejak kapan disini? Kok gue ga liat?”


Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain yang membuatnya kesal setengah mati. Gala memilih acuh sambil tersenyum jumawa. Berusaha tak memedulikan suadara-saudaranya yang masih sibuk bertanya sejak kapan ia datang kemari. Sampai-sampai menurut Gala, jika ada lomba siapa yang paling setan, pasti setannya juara tujuh.


Meja makan kembali ramai dengan seruan ringan anak-anak Pak Surya saat makanan dihidangkan di depan mereka. Wangi sambal hijau menyapa indra penciuman mereka, membuat mereka tak sabar untuk menyantap makan yang ada di depan mereka. Dengan segera mereka menyedokkan nasi ke atas piring masing-masing. Mengambil bagian mereka masing-masing. Lalu tanpa menunggu lama, mereka memulai acara sarapan mereka. Seperti biasa, acara yang tak pernah mereka lewatkan adalah menggoda si bontot dan Bara yang hari ini bangun pagi. Tapi pagi ini, Bintang dan Fajar juga menjadi sasaran empuk mereka yang ada di meja makan. Ya, maklum sih. Tragedy kamar mandi yang tidak akan pernah mereka lupakan dan pemandangan epic Bintang yang tidak akan ditemui dimanapun.


Bumi menatap satu-persatu wajah saudara-saudaranya. Pagi ini tak seperti biasanya. Entah karena sambal hijau dan terong yang sudah jarang mereka santap belakangan ini. Atau karena Bara yang bangun pagi hari ini. Atau mungkin karena di hari Minggu ini, tidak terdengar suara lagu Cikini Godangdia dari sound system milik Pak Kholis. Mungkin karena pada akhirnya, setelah sekian lama Bumi kembali merasa ringan setelah menangis hebat semalam. Atau mungkin karena pada akhirnya Mas Langit yang selama ini hanya jadi pembicaraan sendu di meja makan ikut bergabung menggoda si nomor enam yang sudah mulai menangis saat ini. Atau bisa jadi karena pada akhirnya, setelah lima tahun lamanya, mereka kembali menikmati sarapan bertujuh tanpa kurang satu orang pun.


Pagi ini, setelah semalam menangis hebat dengan Mas Langit yang siap mendekapnya, Bumi kembali mendapatkan keyakinan yang selama ini hampir hilang darinya. Bumi pernah membaca kalimat seperti ini di sebuah novel favoritnya; jika tak ada yang abadi dalam kebahagiaan, tak ada pula yang abadi dalam kesedihan. Dan Bumi percaya bahwa suatu hari nanti, bagian bahagianya akan diberikan. Tak harus besok, tak harus lusa. Karena Tuhan tau kapan bagian bahagia itu harus diberikan. Untuk semua yang telah ia lalui dalam lima tahun ini, bahkan untuk sebuah jari yang tertusuk jarum saja pasti ada sebuah hikmah dibaliknya. Dan sekali lagi, tak harus besok, tak harus lusa. Bisa jadi ketika Bumi belum tau apa hikmahnya, mungkin Tuhan tau bahwa Bumi masih terlalu kecil untuk bisa menerima hikmah dari peristiwa itu. Dari semua yang telah terjadi, Bumi akhirnya belajar untuk tidak menyalahkan Tuhan apapun yang terjadi padanya. Ia belajar untuk tak melempar amarah ke sembarang arah. Ia belajar menerima banyak hal. Ia belajar menjadi dewasa untuk menghadapi kehidupan yang tak ada habisnya. ia juga belajar bahwa tak apa-apa menjadi tidak baik-baik saja. Karena tidak pernah ada yang sempurna di dunia.

Ya, tidak pernah ada yang sempurna di dunia, dan keterbatasan itulah yang harusnya membuat kita tak pernah bosan bersyukur kepada-Nya.


“Mas, Mas belum cerita loh Mas ngapain aja selama lima tahun di Jakarta,” ucap Guntur disertai anggukan oleh yang lain.


“Iya ya? Hm…” ucap Mas Langit sambil menatap Bumi. Sedangkan Bumi terdiam sejenak, mengangguk mengiyakan. Tak apa. Bumi masih yakin ada kisah yang harus diceritakan agar tidak ada lagi curiga yang mengganjal. Agar menguapkan kecewa yang selama ini tersimpan. Tidak apa-apa. Walau memang pahit, setidaknya rasa pahitnya tidak lebih menyakitkan daripada menyimpannya sendirian.


“Jadi gini…”


Melihat wajah saudara-saudaranya, Bumi ingat ia belajar satu hal lagi. Iya belajar bahwa rumah tak selalu berbentuk bangunan. Dan merekalah rumah Bumi.

"Berbahagialah, karena kalianlah tempatku pulang."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
FIREWORKS
438      309     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
One-Week Lover
1443      793     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
EPHEMERAL
115      103     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
DAMAGE
2988      1079     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
Aku Menunggu Kamu
133      115     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
House with No Mirror
391      292     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
KSATRIA DAN PERI BIRU
147      124     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Nyanyian Burung di Ufuk Senja
2852      1081     0     
Romance
Perceraian orangtua Salma membuatnya memiliki kebimbangan dalam menentukan suami masa depannya. Ada tiga pria yang menghiasi kehidupannya. Bram, teman Salma dari semenjak SMA. Dia sudah mengejar-ngejar Salma bahkan sampai menyatakan perasaannya. Namun Salma merasa dirinya dan Bram berada di dunia yang berbeda. Pria kedua adalah Bagas. Salma bertemu Bagas di komunitas Pencinta Literasi di kampu...
Heliofili
2005      997     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Teman Berbagi
2830      1111     0     
Romance
Sebingung apapun Indri dalam menghadapi sifatnya sendiri, tetap saja ia tidak bisa pergi dari keramaian ataupun manjauh dari orang-orang. Sesekali walau ia tidak ingin, Indri juga perlu bantuan orang lain karena memang hakikat ia diciptakan sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Lalu, jika sebelumnya orang-orang hanya ingin mengenalnya sekilas, justru pria yang bernama Delta in...