Read More >>"> Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO) (Fourth Flashback, 2015) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Ketika pembinaan hari Senin minggu lalu, diumumkan agar setiap kelas XII menampilkan suatu pertunjukan saat acara perpisahan sekolah. Setelah beberapa jam menghabiskan waktu untuk berunding, sekaligus telah disetujui oleh Ibu Dona sang wali kelas, akhirnya kelas XII IPA 2 memutuskan akan menampilkan semacam pertunjukan musik tradisional dengan menggunakan lagu masa kini. Sebenarnya Aldi yang memberikan ide tersebut. Dia terkadang memang memiliki ide-ide yang bagus.

 

 Pertunjukan musik yang telah digagaskan mengharuskan kami untuk berlatih setidaknya dua kali dalam seminggu agar dapat memberikan penampilan yang menarik, yaitu ketika berlangsungnya jam pelajaran seni musik juga ketika adanya jam pelajaran yang kosong. Menjadikan ruang musik seperti ruang pribadi XII IPA 2, karena kenyataannya memang hanya kelas kami yang bolak-balik ke ruangan itu. Seperti halnya hari ini, kami kembali berlatih di jam pelajaran yang kosong dikarenakan guru Bahasa Perancis yang berhalangan hadir.

 

 Kusudahi waktu latihan yang sudah berlangsung kurang lebih dua jam. Lama-lama telingaku mendadak tuli jika terus-menerus mendengar permainan kami yang belum seratus persen benar alias masih sumbang. Padahal ini sudah latihan yang ketujuh kalinya. Memang acara perpisahan sekolah masih terbilang cukup lama, tapi tetap saja harus ada yang namanya kemajuan. Vino dan Grace yang bertanggung jawab atas tim vokal, juga Sonya dan Zaki yang bertanggung jawab atas tim musik sampai pusing memikirkan bagaimana jadinya pertunjukan kami nanti.

 

 “Dinda gue ke kelas duluan ya,” kataku. 

 

Tanpa mengetahui di mana keberadaanku, Dinda merespons hanya dengan mengangkat ibu jari. Dia sedang sibuk mencoba memukul gong. Alat musik itu sangat cocok untuknya. Atau mungkin bas. Pokoknya apa saja yang besar, yang sebanding dengan tubuhnya. 

 

 Awalnya kupikir hanya aku sendiri yang akan ada di kelas, ternyata sudah ada beberapa yang kembali lebih dulu. Serentak sepuluh pasang mata langsung mengarah padaku saat aku membuka pintu.

 

 Jelas sekali yang paling tegang adalah Vino. Dasar. Bukannya ikut mengurus latihan vokal, tapi malah seenaknya di sini dan menyerahkan semuanya pada Grace.

 

 “Aduh Ana ngagetin aja,” ujarnya setelah itu kembali berkutat pada pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas di setiap kali adanya pelajaran Matematika. Menyalin pekerjaan rumah. Vino memang seperti itu. Dunianya adalah musik, bukan Matematika atau ilmu pengetahuan lainnya. 

 

 “Eh awas, Ana!”

 

 Sebuah bola mendadak menghantam kepalaku tepatnya pada bagian belakang. Memang rasanya tidak separah saat tertampar bola basket, tapi tetap saja kagetnya cukup membuatku kesal hingga kulempar balik bola itu mengarah tepat pada Aldi.

 

 “Lo ngapain sih main bola di kelas?” protesku.

 

 “Ampun. Ngga lagi,” ujarnya memberi cengiran kuda. 

 

 Dengan bersungut-sungut aku duduk pada kursiku. Letaknya tepat di belakang kursi Sonya dimana saat ini sudah berkumpul dua orang lelaki yang duduk sembarangan di atas mejanya. Tidak sopan.

 

 “Lagu lain dong, please.” 

 

Sonya meminta pada Yogi sambil setengah tertawa. Kelihatannya mereka habis menyanyikan sesuatu yang lucu. Atau justru habis menertawaiku akibat kejadian barusan? Masa bodoh. Entah kenapa hari ini aku begitu bad mood

 

 “Ya apa lagunya?” Randa bertanya dengan gitar sudah berada dalam pelukan.

 

 Aku berusaha untuk tidak tertarik dengan yang sedang mereka bertiga lakukan, karena aku memiliki kegiatan sendiri, yaitu tidur. Mungkin dengan tidur sebentar suasana hatiku bisa lebih baik.

 

 “Ampun deh, Ana jangan tidur! Lagi kenapa sih hari ini?” tanya Sonya menarik-narik lenganku. Membuat kesabaranku menipis sampai akhirnya aku mengamuk. Hanya saja amukanku masih terbilang wajar. Tidak separah Dinda.

 

 Yogi mendekatkan wajahnya padaku. “Ngantuk banget kayaknya nih. Semalem emangnya ngga tidur?”

 

Spontan kujauhkan wajahku darinya. Tidak biasa dipandang begitu dekat.

 

 “Gini deh. Lo mau request lagu apa? Randa bisa semuanya.” Sonya berbicara seolah-olah sedang memperkenalkan anggota kelompok musiknya yang baru padaku. “Atau lo yang nyanyi deh.” 

 

 “Gue ngga bisa nyanyi,” tampikku tak bersemangat. 

 

 “Lo sakit?” Randa tanpa diduga menunjukkan perhatiannya. ”Cepetan bawa ke UKS lah, Yog.” 

 

Sial. Secepat itukah aku dilempar ke orang lain?

 

 “Beneran sakit? Tenang. Kali ini obat di UKS lengkap. Lo mau obat apa aja pasti ada. Ayo gue anter.”

 

 “Astaga gue ngga sakit, cuma ngantuk. Jadi kalau kalian mau berguna sedikit, gue minta lagu mellow aja, gimana?”

 

 Sonya menyentikkan jari. “Ide bagus! Yogi, pilih lagunya.”

 

 Berselang waktu beberapa detik, Yogi membisikkan sesuatu pada Sonya, lalu berganti target pada Randa. Sementara aku hanya menunggu lagu pengantar tidur apa yang akan mereka nyanyikan. Kulihat jari-jari Randa sudah siap dalam posisi, kemudian disusul Sonya yang siap bernyanyi.

 

 Dan sialnya, setelah aku rela menunggu dengan mata yang sayu, ternyata lagu yang dinyanyikan oleh mereka bertiga adalah Bang Bang. 

 

Orang-orang sinting ini memang ingin mempermainkanku. Tanpa melihat bagaimana reaksiku, Sonya terus saja bernyanyi. Tidak tahu malu mempraktikkan tarian milik Ariana Grande. Randa juga sama saja. Di balik wajah datar dan ketusnya, justru dia yang paling bersemangat memainkan gitar. Begitu pula dengan Yogi yang menambah kemeriahan dengan tepukan tangan.

 

C’mon, Ana!”

 

 “Bang bang! Into the room …,” seru Sonya dan Yogi bersamaan. 

 

 “I know you want it!” timpal Aldi tanpa diduga.

 

 “Bang bang! All over you ....

 

 “I let you have it!” sahut Aldi lagi dengan suara melengkingnya yang sumbang.

 

 Membuat Sonya mulai tidak fokus bernyanyi akibat setengah tertawa ketika tahu Aldi, yang sebenarnya sedang sibuk dengan peragaan teknik bolanya, tiba-tiba saja menyempatkan diri bernyanyi dengan model suara yang justru merusak lagu. Tidak jauh berbeda dengan suara Yogi. Keduanya benar-benar tidak punya malu. Bermodalkan rasa percaya diri yang tinggi, mereka tetap saja bernyanyi

 

 Hingga akhirnya lagu benar-benar berhenti, digantikan oleh sisa-sisa tawa mereka semua. Sayangnya kelucuan itu tidak berlaku untukku. Aku tidak tahu apa yang mesti ditertawakan, sebab aku justru merasa kesal akibat tidak bisa tidur berkat kelakuan mereka.

 

 “Ketawa dong, Ana. Ayo senyum,” ledek Sonya yang berusaha menarik kedua sudut bibirku agar membentuk senyuman, tapi dengan cepat aku mengelak.

 

 “Lo kebanyakan main sama Dinda sih, jadinya marah-marah terus,” ujar Aldi.

 

 “Bener tuh.”

 

Vino dengan cekatan langsung membenarkan ucapan Aldi. Aku berharap Dinda ada di sini dan mendengar perkataan dua lelaki ini. Aku berani jamin Dinda akan langsung melibas mereka berdua.

 

 Sonya mengusap mata serta menepuk-nepuk pipi karena lelah tertawa. 

 

“Oke, sorry. Kali ini beneran. Randa yang pilih lagu,” jelasnya dan aku sudah tidak peduli dengan yang mereka perbuat.

 

 “Okay.”

 

 Randa tampak serius berpikir sembari jari-jarinya mulai bergerak memetik senar. Tidak jelas awalnya, karena mungkin dia masih coba-coba. Anehnya, aku terus saja menyimak dan mendengarkan. Saat dia sudah cukup percaya diri dengan permainannya, aku baru sadar bahwa ternyata dia memang mampu bermain gitar. 

 

 “I'm only one, call away ....

 

 “Aduh, Randaa. Meleleh nih,” seru Aldi berniat meledek, tapi tidak berpengaruh apa pun pada Randa.

 

 “I'll be there to save the day .... Superman got nothing on me. I'm only one call away … lanjut, Yog!” ujarnya mempersilakan Yogi untuk melanjutkan. Sementara Yogi yang tidak siap, langsung mengambil alih untuk bernyanyi.

 

 “Come along with me and don't be scared. I just wanna set you free. C'mon, c'mon, c'mon. You and me can make it anywhere. For now, we can stay here for a while. Cause you know, I just wanna see you smile ....”

 

 Dan aku benar tersenyum karenanya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
6630      2537     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Under The Moonlight
1424      785     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2178      982     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Premium
MARIA
5099      1858     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
EPHEMERAL
92      84     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Black Heart
841      440     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Si Neng: Cahaya Gema
96      86     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
Tulus Paling Serius
1491      631     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?