Gilbert menutup dirinya dari siapapun. Di kehidupannya yang dulu, ia adalah anak lelaki yang lemah. Meskipun begitu, ia tidak pernah berkeluh kesah seberapa beratnya kehidupannya.
Gilbert yang adalah Ray pada kehidupan pertama sudah mengalami pahitnya kehidupan. Ia terlahir dalam keluarga miskin dan akhirnya ditinggalkan karena keluarganya tidak memiliki uang. Ia bahkan tidak dapat mengingat siapakah orang tua pertamanya. Ia hidup luntang-lantung di jalanan. Beberapa orang menatap jijik ke arahnya yang lusuh dan kumal. Sampai akhirnya ia dibawa ke panti asuhan.
Disana ia bertemu dengan suster yang baik. Mereka semua tampak memperlakukan anak-anak di panti asuhan dengan kasih sayang. Namun perundungan memang sudah banyak terjadi sejak dahulu. Ray memiliki tubuh kecil dan ringkih dibandingkan anak kebanyakan. Ia sering menjadi obyek suruhan dan lontaran verbal kasar oleh anak-anak lelaki yang lebih tua darinya.
Rambutnya pirang akan terlihat indah, oleh karena itu ia diberi nama Ray oleh Suster Kepala. Seperti sinar kuning lembut mentari dalam ilustrasi dan diharapkan kehadirannya juga memberi kehangatan bagi sekitar. Ray of sunshine.
Namun karena ia adalah golongan kurang mampu, keindahan rambut pirang tersebut menjadi hilang. Matanya juga sewarna abu-abu yang pudar membuat orang-orang menatapnya aneh. Banyak yang mengira ia tidak bisa melihat oleh karena warna iris matanya.
Ia abaikan orang-orang yang terus merundungnya karena ia yakin penderitaan ini hanya sebentar saja. Ia telah berlaku baik, jadi ia pasti akan diadopsi oleh keluarga yang baik pula.
Harapannya saat itu tidak terkabul. Panti asuhan mengalami krisis. Suster dan anak-anak mengalami kesulitan financial. Senior-seniornya semakin gencar untuk mengajarinya perilaku buruk dan mencuri.
Karena semakin takut, Ray akhirnya menurutinya. Tubuhnya gemetar karena takut. Mereka berdiri di depan toko perhiasan dan berkali-kali seniornya mendesaknya supaya mengambil beberapa perhiasan dalam toko tersebut.
Di tengah kegelisahannya, kedua matanya bertemu dengan iris sewarna zamrud. Kedua mata milik anak kecil yang menatapnya diam, Ray kecil tidak dapat menebak emosinya. Yang jelas, mungkin saja bangsawan itu dapat mengetahui tindakannya dan pasti ia akan melapor sebentar lagi.
Suasana toko memang sedang ramai. Ray berjalan dengan pelan dan memperhatikan sekiranya mana perhiasan paling murah yang dapat ia ambil. Setelah memutuskan, ia kemudian mengambilnya dengan cepat dan menyimpannya di kantong.
“Hei, dia menyimpan perhiasannya di kantong!”
Ray terkejut dan berkeringat dingin ketika seorang pria menunjuknya. Jantungnya berdetak seakan mau keluar ketika semua mata memandangnya. Ketika ia melihat keluar toko, anak-anak panti asuhan yang bersamanya sudah lenyap.
“T-Tidak, Tuan saya tidak melakukannya!”
Karena sadar bahwa mereka orang dewasa dan akan sangat mudah menangkapnya, ia langsung lari begitu saja. Beberapa orang berseru dan pemilik toko juga mengjarnya.
Ray berusaha berlari secepat mungkin. Walau tubuhnya lemah dan napasnya sudah sengau dan dadanya sudah sesak, ia terus berlari. Sampai pada bangunan yang menurutnya tersembunyi, ia mencoba mengatur napas terlebih dahulu. Ia merasa sangat beruntung tidak ada orang yang kepikiran yang menggunakan sihir.
“Hei, kau.”
“Wahhh!” Ray terkejut dan berteriak. Ia menutup mulutnya lagi dan melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada saksi mata tadi yang mengejarnya.
Ray memasang sikap defensif sambil mengatur napas. Bagaimana manusia ini berada disini? Apakah ia juga mengikuti Ray dari tadi? Namun bagaimana Ray tidak menyadarinya?
Belum sempat Ray bertanya, anak kecil itu sudah menyuruh pengawalnya untuk membawanya. Pengawalnya mengangkat Ray seperti karung. Melihat bahwa mereka menyusuri jalan yang ia lewati sebelumnya dan menuju toko tadi membuat Gilbert berguncang di rengkuhan pengawal anak bangsawan tersebut.
Benar saja bahwa mereka kembali pergi ke toko tempat ia berniat buruk tadi. Pengawal itu merogoh kantong pakaian Gilbert dan mengeluarkan perhiasan yang berhasil Gilbert sembunyikan sebelumnya.
“Ini perhiasanmu, benar?”
Gilbert merasa sangat takut dan ingin menangis rasanya. Ia hanya anak kecil dengan nasib malang. Ia pikir ia bisa hidup santai namun memiliki banyak cobaan. Kalaupun memang ia berhasil dengan cara seperti ini, setidaknya ia bisa membantu suster mendapatkan uang.
“Kalau tidak salah hukuman mencuri adalah penjara, bukan? Oh, ataukah lebih baik diarak ke penjuru kota sehingga semua orang tahu dan menjadi waspada terhadapnya? Dia anak kecil dan berpotensi untuk berbuat jauh lebih parah lagi hmm”
Ray melirik dari ekor matanya dan tatapannya bertemu dengan tatapan licik bangsawan tersebut. Bangsawan cilik itu juga menyeringai lebar ke arahnya.
“Benar, tuan!” Pemilik toko dan yang lainnya menyetujui.
“Penjara saja!”
“Hukum dia sepantasnya.”
Gilbert semakin takut dan bergetar. Ia merasa asam lambungnya naik dan merasa akan muntah sekarang. Namun tawa kencang dari pemuda bangsawan tersebut menyadarkannya.
“Bagaimana kalau aku sendiri yang menghukumnya? Saya akan membayar kerugian dan melebihkannya. Kalau perlu saya akan membayar para saksi lainnya lalu anda menyerahkan anak ini agar saya hukum. Oh, dan pastikan tidak ada yang menyebarkan kejadian ini pada siapapun.”
Gilbert tidak mengerti apa maksud perkataan bangsawan kecil itu. Ia masih berada dalam pengawasan pengawal bertubuh besar sementara bangsawan itu berbicara lebih lanjut pada beberapa orang dewasa. Selanjutnya yang ia tahu, ia dibawa menuju kediaman bangsawan tersebut. Ia diberi kamar, diberi pakaian seperti pelayan dan pemuda itu menghampirinya.
“Hei, kau. Aku sudah berbicara pada panti. Kau akan bekerja padaku seumur hidupmu. Aku Vince Vesallius, anak Duke dari Sovoniyya. Kau akan tidak bisa kabur! Kalau kau mencoba untuk kabur, kau akan berada dalam sangkar Vesallius dan ini akan menjadi Abyss-mu hahaha!”
Gilbert merasa takut saat itu. Ia bekerja dengan keras agar tidak membuat masalah lagi. Namun nyatanya Vince tuannya sangat baik. Ia memang seringkali menjahili Gilbert, tetapi Gilbert benar-benar merasa bahwa Vince memperlakukannya sebagai kawan. Vince berbicara dengan baik dengannya, mengajaknya bepergian menuju tempat menyenangkan dan mencicipi makanan yang ia tak pernah rasakan selama masih di jalan.
Gilbert pernah memberanikan diri untuk bertanya mengapa Vince mau menyelematkannya dan bahkan baik pada dirinya.
“Wajahmu saat ketahuaan itu seperti pengen menangis, kayaknya kamu cengeng. Aku jadi pengen menjahilimu terus dan benar saja kamu sangat cengeng hahaha!”
Ray merengut, merasa malu karena ia tampak begitu lemah dan Tuannya sangat menikmati bagaimana ia yang seperti itu. Matanya menjadi memanas lagi dan ia hampir menangis kalau saja ia tidak melihat senyuman Vince padanya.
“Aku pikir semua makhluk berhak mendapat kesempatan kedua. Dan aku melihatmu sebagai anak yang baik. Kamu selalu bersamaku, tidak pernah lari dan mengeluh akan tingkahku. Aku ingin kamu menemukan kebahagiaanmu sendiri nantinya, karena kamu temanku, keluargaku yang berharga.”