Momen ini adalah kali ketiga aku memasuki pengadilan. Ternyata memutuskan suatu perkara tidak secepat yang kukira. Ada beberapa tahapan sebelum sidang putusan dibuat. Waktu tunda persidangan selama 7 hari membuat sisa waktu yang kulalui semakin sedikit. Persidangan hari ini berupa agenda pembuktian untuk pemeriksaan barang bukti dan pernyataan para saksi. Dari pihak Penuntut Umum menghadirkan Ayah dan Nona Tika yang bertindak sebagai saksi fakta, sedangkan dokter yang merawat Ayah Tika dan notaris dari pengadilan sebagai saksi ahli. Dari pihak Penasihat Hukum ada rekan Ayah yang mengenalkan Ayah pada Bastian, hadir sebagai saksi.
Majelis Hakim, Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum bergantian memberikan pertanyaan kepada masing-masing saksi perihal keterkaitannya dengan para terdakwa. Para saksi memberikan keterangan berdasarkan fakta yang sebenarnya. Selain itu, Penuntut Umum juga memberikan barang bukti yang dimiliki oleh masing-masing saksi dan disaksikan kebenarannya oleh para petugas peradilan, terdakwa, dan saksi.
Lamanya persidangan berjalan hampir 3 jam membuatku meminta Dokter Joshua merangkum keterangan dari dokter perawat Ayah Nona Tika, notaris, dan rekan Ayah yang memberi kesaksian untuk Bastian. Tulisan Dokter Joshua sangat rapi dan mudah dipahami tidak seperti tulisanku yaang seperti ceker ayam ketika terburu-buru.
Pernyataan dokter Ayah Nona Tika :
Beliau sering datang ke rumah sakit untuk medical check-up secara rutin dan berkonsultasi pola hidup sehat dengan saya. Hasil kesehatannya cukup baik meskipun menderita hipertensi. Hanya saja beberapa bulan sejak ingin memulai usaha, beliau sering mengeluh sakit kepala. Saya mengira itu efek lumrah karena stres. Kematian yang mendadak disebabkan pembuluh darah di otak yang tiba-tiba pecah saat beliau terpeleset di kamar mandi. Menurut putri mendiang, beliau sedang menerima telepon dari Bastian saat kejadian berlangsung. Foto dan rekam medis terkait sudah saya lampirkan dalam barang bukti.
Pernyataan notaris pengadilan :
Sebagai pihak netral, saya telah melihat berbagai penyimpangan pengurusan akta pendirian usaha. Legalitas terbukti benar secara hukum namun nama yang diajukan bukan nama client melainkan nama terdakwa. Sehingga client tidak bisa berbuat apa-apa ketika hak atas usahanya menjadi milik orang lain. Jelas-jelas ini sangat merugikan client apalagi biaya kepengurusan menggunakan dana client. Berikut adalah salinan dokumen yang diserahkan client kepada terdakwa sebagai barang bukti terlampir.
Pernyataan rekan Bastian :
Saya sudah 15 tahun bersahabat dengan Hermawan. Saya mengenal Bastian saat acara perkumpulan investor 5 tahun lalu dan melihat track recordnya yang bagus sebagai investor di beberapa bidang usaha termasuk usaha yang saya rintis. Oleh karenanya, 6 bulan lalu, ketika Hermawan ingin berbisnis, saya mengenalkannya kepada Bastian tanpa prasangka buruk. Saya lampirkan kesepakatan bisnis dengan Bastian 5 tahun lalu sebagai barang bukti.
“Demikian persidangan terhadap saksi telah selesai dilakukan dan akan dilanjutkan pemeriksaan terhadap terdakwa 3 hari kedepan yaitu Hari Jumat, 2 September 2022.” ucap Ketua Majelis Hakim. Tok!
“Ayo kita makan siang bersama-sama! Nona Tika dan Pengacara Eza ayo bergabung bersama kami.” ajak Ayah.
“Terima kasih, Tuan. Namun mohon maaf sepertinya saya akan langsung kembali. Masih ada kasus yang harus saya selesaikan.” ucap Pengacara Eza.
“Saya juga akan langsung kembali. Terima kasih ajakannya, Tuan.” ucap Nona Tika.
“Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan. Terima kasih untuk hari ini.”
Siang itu kami menikmati makan siang bersama di sebuah cafe. Tidak ada yang ingin makan makanan berat. Jadi kami memilih es krim sebagai hidangan energy booster. Aku pun ikut menunjuk gambar es krim di buku menu yang membuat semua orang terheran. Rasa lelahku langsung hilang ketika es krim stroberiku datang.
Slurrp.. Mee-o-uww (Yuhuy! Ini kenikmatan yang HQQ!)
“Lihatlah tingkah Jasumin! Sepertinya selera makanmu sama persis seperti Rachel!” seru Ayah tidak percaya. Ya iyalah Ayah, aku ini Rachel! Jadi wajar kalau apa yang kumakan adalah kesukaanku saat aku masih hidup dulu.
“Benar seperti melihat Rachel dalam wujud Jasumin.” imbuh Cecilia. “Om, Robin juga gak mau kalah dari Jasumin. Lihat mangkok esnya sudah setengah habis!”
“Rasanya kepala jadi plong. Padahal om yang bersaksi tapi kita semua yang deg-degan.”ucap Robin. “Tapi om keren banget tadi! Bisa kasi penjelasan dengan tenang.”
“Kalian ini bisa saja. Om bisa kuat juga karena dukungan kalian. Makanya sekarang kita refreshing sebentar sebelum menghadapi pemeriksaan terdakwa. Kita tidak tahu pendapat keberatan apa yang diberikan mereka.”
“Semoga Bastian tidak memberi tanggapan yang memberatkan.” harap Anya cemas.
“Kita berdoa saja. Ayo makan es krimnya. Om yang traktir!”
Dua hari berlalu. Besok pagi, pengadilan dengan agenda pemeriksaan kepada terdakwa akan dilakukan. Aku tidak bisa tidur. Jadi aku keluar dari kamar Dokter Joshua secara perlahan dan menuju balkon. Ternyata di balkon ada tanaman melati seperti yang pernah ia ceritakan. Selama ini aku belum pernah menuju balkon. Harum sekali. Tanpa sadar mataku menjadi berat setelah lama menikmati langit malam. Aku tertidur di balkon tiba-tiba merasakan tubuhku seperti melayang dan berpindah di permukaan yang hangat dan empuk. “Mimpi indah, Nona Rachel.”
HAH!
Saat terbangun, matahari sudah menunjukkan cahaya dengan malu-malu. Apa aku bermimpi sampai-sampai aku mendengar namaku sendiri? Apa Dokter Joshua yang mengatakannya? Atau Ayah? Aku akan memastikannya saat ia memanggilku.
“Jasumin, ayo kita bersiap! Aku sudah menyiapkan semangkok susu untukmu.” Teriak Dokter Joshua dari dapur di lantai bawah.
“Kemarilah, Jasumin!” kali ini Ayah yang memanggilku.
Benar! Aku pasti bermimpi karena terlalu lelah. Aroma bunga melati yang menenangkan rupanya membuatku berhalusinasi. Aku pun segera turun menemui mereka.
Tok! Seketika aku tersadar dari lamunanku dari sosok yang memanggilku, Rachel. Kini sesi tanya jawab antara masing-masing terdakwa dengan petugas peradilan terjadi. Bastian mendapat urutan pertama yang menjawab. Aku semakin deg-degan.
“Terdakwa Bastian, apa benar Anda bekerja sama dengan Terdakwa Edie dan Terdakwa Tulus? Dimana Anda mengenalnya dan apa alasan Anda melakukan tindakan tersebut?” tanya anggota Majelis Hakim.
“Awalnya saya adalah investor independen. Tidak ada masalah selama 5 tahun saya berkecimpung dalam bisnis funding. Satu setengah tahun lalu, terjadi beberapa masalah dengan adanya kredit macet dari beberapa debitur hingga mempengaruhi keuangan pribadi saya. Saya yang saat itu putus asa bertemu dengan Edie. Edie setuju untuk membantu mengatasi masalah saya asalkan saya mau bekerja sama dengannya. Memang benar kami membantu client untuk memberikan pendanaan namun tidak sampai 100%. Melihat adanya peluang, kami memanfaatkan kepercayaan client untuk mendapatkan keuntungan tambahan bagi bisnis kami. Selama client awam terhadap bisnis, kami merasa bisnis ini akan berjalan aman.” Bastian menjelaskannya tanpa ragu. Itu adalah ungkapan kejujuran yang ia katakan hingga membuat semua yang ada di ruangan itu terperangah. Bahkan rekan-rekannya hanya bisa menghela napas panjang mendengar penjelasan Bastian.
“Yang Mulia, meski demikian kami tidak pernah menghilangkan nyawa seseorang. Kasus yang terjadi pada mendiang Ayah Nona Tika terjadi karena penyakit bawaan yang telah dideritanya dan kecelakaan yang tidak disengaja dari dalam rumahnya. Jadi kami mohon Yang Mulia memberikan hukuman yang seadil-adilnya.” Terdakwa Edie memberikan penjelasan atas pertanyaan yang diajukan kepadanya.
“Saya bersalah, Yang Mulia. Saya sudah melakukan prosedur legalitas yang sah bagi hukum. Hanya saja perihal nama itu bisa saja karena kekeliruan. Keseluruhan saya serahkan kepada Penasihat Hukum.” jawab Terdakwa Tulus yang masih saja membela diri.
“Penuntut Umum, silahkan Anda bacakan tuntutan untuk para terdakwa. Apa Anda sudah mempersiapkannya?” Ketua Majelis Hakim mempersilahkan Penuntut Umum untuk membacakan tuntutannya. Namun, Penuntut Umum meminta waktu 7 hari untuk pembacaan tuntutan. Sidang pun berlanjut 7 hari ke depannya.
Selama 6 hari menanti sidang putusan, aku tidak bisa tenang. Jawaban yang diberikan Bastian tentu mengejutkanku dan orang-orang disana. Bahkan rekan-rekannya tidak percaya bahwa Bastian akan mengatakan hal tersebut di muka umum.
“Benar sesuai perkataan Anda tempo waktu. Sepertinya Bastian masih memiliki sedikit hati nurani untuk saya.” ucap Ayah kepada Dokter Joshua suatu malam.
“Saya juga merasa seperti itu. Jika boleh saya berpendapat, perasaannya pada Anda tulus. Bahkan ia sampai memanggil Anda dengan sebutan Ayah.”
“Ya. Saya ingat. Sewaktu di mobil perjalanan menuju kantornya untuk menemui notaris, ia meminta maaf kepada saya karena tidak bisa menjaga saya dan Rachel. Ketika saya bertanya apa maksudnya, ia tidak menjawab apapun.” ucap Ayah.
“Mungkin yang dikatakan sahabat Anda benar, mengenai kredibilitas Bastian. Jika saja ia tidak menemui kesulitan saat itu, mungkin ia tidak akan mengalami ini semua.”
“Tidak ada yang tahu mengenai takdir kehidupan, Dok.” Aku yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua menjadi paham mengapa selama kepergianku Bastian tetap baik kepada Ayah. Ia menyayangi Ayah dengan tulus. Seharusnya ia bisa saja menipu Ayah secara cepat sesuai prosedur yang diinginkan Edie dan Tulus namun Bastian selalu menunda dengan berbagai alasan. Bastian sendiri juga belum bisa keluar dari jerat Edie akibat keterpurukan bisnisnya. Kasihan sekali pria itu! Harus menanggung semuanya sendiri. Tanpa sadar perasaan amarah yang kupendam padanya perlahan menghilang seperti uap air. Hanya tinggal menunggu waktu sampai aku benar-benar bisa memaafkannya.
“Baiklah, mari kita beristirahat Tuan. Sidang putusan sudah ada di depan mata. Jadi kita harus mempersiapkan diri dengan baik.” Dokter Joshua mengajak Ayah segera tidur. Ketika melihatku duduk di anak tangga, ia menyuruhku untuk naik ke kamar segera tidur.
Tok!
Persidangan putusan akan ditetapkan hari ini. Ketua Majelis Hakim meminta agar para terdakwa dihadirkan ke ruangan sidang.
Penuntut Umum membacakan tuntutan untuk para terdakwa. “Pengadilan perkara ini memutuskan bahwa para terdakwa secara sah menurut hukum telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang yang secara sadar telah melakukan perbuatan curang, pemalsuan dokumen-dokumen yang dibutuhkan sehingga merugikan orang lain secara materil dan imateril, dan meninggalkan orang yang perlu ditolong hingga menyebabkan kematian, maka Penuntut Umum menuntut agar para terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 10 tahun. Terdakwa juga dibebankan biaya perkara sesuai besaran yang disepakati oleh hukum. Demikian tuntutan pidana ini kami serahkan kepada Majelis Hakim Yang Terhormat.”
“Kepada para terdakwa, Anda telah dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun. Apakah Anda mengerti dan memiliki tanggapan?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Mengerti dan tidak ada tanggapan Yang Mulia.”
“Penasihat Hukum, apakah Anda memiliki nota pembelaan untuk para terdakwa? Ketua Majelis Hakim bertanya karena masing-masing terdakwa telah mengakui pelanggaran yang mereka lakukan secara sadar.
“Tidak ada nota pembelaan, Yang Mulia.”
“Baiklah karena tidak ada nota pembelaan dari para terdakwa dan Penasihat Hukum, maka dengan ini telah diputuskan hukuman untuk para terdakwa berupa pidana penjara selama 10 tahun dan dibebankan biaya perkara sesuai besaran yang disepakati oleh hukum. Demikian persidangan dengan nomor register ini telah diputuskan sesuai hukum yang berlaku dan ditutup!”