"Lama banget lo!" kesal Rehan.
Dan tak ada jawaban dari Rekal. Ia hanya diam dan langsung duduk di bangku, berhadapan dengan Rehan.
"Biar apa lo pake baju, celana, masker, kacamata, dan topi serba item? Biar dikira keren gitu?" tanya Rehan yang lagi-lagi tidak di jawab oleh Rekal.
Rehan kembali menghela nafasnya, "Susah banget ya ngomong sama orang batu kayak lo. Pakaian lo yang kayak gini malah kayak prem-
"To the point."
"Fine. Gue to the point," ucap Rehan. "Jauhin Rara."
Rekal langsung terkejut tapi Ia tetap berusaha untuk cool.
"Maksud?"
Lagi-lagi Rehan kembali menghela napasnya karena saking menahan rasa kesalnya.
"Gue bilang jauhin Rara!" ucapnya dengan penuh penekanan.
"Biar apa?"
"Biar Rara nggak di sakitin sama fans-fans fanatik lo itu."
Rekal hanya tertawa remeh, "Gue bisa jagain Rara dari para fans-fans stres gue."
"Oh ya? Tapi apa lo nggak akan ninggalin dia? Lo janji bakal terus sama dia?" tanya Rehan.
Rekal terdiam, apakah Rehan sudah tahu penyakitnya sehingga Dia berkata seperti itu.
"See? Lo aja nggak bisa jawab, kan? Gimana lo mau jagain Rara kalau lo aja masih ragu buat bisa terus sama dia."
"Maksud lo apa ngomong kayak gitu?" tanya Rekal yang semakin dingin.
"Apa lagi? Gue cuman nggak mau orang yang gue sayang di sakitin lagi sama cowok modelan kayak lo. Lo itu keliatan banget bad boy nya, harusnya lo sadar kalau lo nggak pantes buat Rara yang good girl."
Rekal kembali terdiam.
"Iya, gue sadar kalau gue nggak pantes sama Rara. Tapi, Rara adalah wanita pertama yang bisa buat gue merasakan apa itu cinta."
Rehan langsung tertawa remeh, "Cinta? Lo bilang cinta? Ya yang cinta mah elo, bukan Rara," jelas Rehan.
"Sadar, Kal. Rara itu nggak cinta sama lo," lanjut Rehan.
"Rara bukannya nggak cinta, tapi belum cinta. Ngerti lo?" kesal Rekal.
Rehan langsung melipat kedua tangannya di depan dada, "Terus kalau Rara udah cinta sama lo, mau lo apain? Lo pacarin?"
Rekal langsung terdiam. Di sisi lain memang itulah keinginannya jika Rara sudah mencintainya, namun di sisi lain ada satu masalah penyakitnya yang terus menghantuinya.
"Jawab! lo mau pacarin dia? Lo serius nggak sama dia? Kalau lo serius, gue ngalah deh dan biarin gue yang ngejauh dari Rara. Ya asalkan lo harus janji bakal terus jaga dia."
"Tapi kalau lo cuman main-main dan lo nggak bisa janji buat jaga dia, berarti jangan salahin gue kalau gue masih terus deket sama Rara," lanjut Rehan.
Rekal masih terdiam, dan tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya satu patah kata pun.
Rehan mencondongkan dirinya ke depan, "Jawab anj*ng, jangan bikin gue emosi. Ini lagi di cafe," bisik Rehan.
"Lo yang serius kalau ngomong. Gue butuh jawaban yang pasti, bangsat," ucap Rehan yang agak pelan.
Lama Rekal terdiam, dia memang diam tapi pikirannya sedang perang. Ia sangat bingung saat ini, apakah dia harus merelakan Rara kepada lelaki lain atau Ia harus berjuang selamanya untuk Rara walaupun terlihat mustahil.
"Lo budeg?" tanya Rehan yang kesabarannya akan habis.
Dan akhirnya Rekal buka suara.
"Han," panggilnya.
"Hm?"
Rekal sedikit agak mendekat, "Gue mau kasih tau sesuatu ke lo, tapi tolong jangan kasih tau Rara dulu."
"Kasih tau apaan?" tanya Rehan.
Rekal pun mulai menceritakan semuanya.
"Jadi, sebenarnya gue punya kanker otak, Han. Gue nggak tau hidup gue bakal berapa lama lagi. Tapi sumpah gue bener-bener sayang banget sama Rara dari awal gue ketemu sama dia. Dan jujur gue nggak rela kalau Rara harus jatuh kepangkuan lo, cuman keadaan gue saat ini sangat nggak memungkinkan untuk terus bersama dengan Rara selamanya," ucap Rekal panjang lebar.
Demi apa pun Rehan sangat terkejut dengan kenyataan ini. Bagaimana perasaan Rara jika tahu keadaan Rekal sekarang seperti ini?
"Kal, lo nggak bohong, kan?" tanya Rehan yang memastikan.
"Gue serius. Dan gue mau minta tolong sama lo, boleh?"
Rehan mengangguk mantap, "Boleh, apa?"
"Tolong jaga Rara kalau gue udah nggak ada lagi di dunia."
Rehan sangat tidak suka saat Rekal berbicara seperti itu.
"Lo ngomong apaan, sih?" tanya Rehan yang agak meninggikan suaranya.
Dan seluruh pengunjung cafe langsung menoleh ke arah Rehan. Dan Rehan hanya bisa menahan malu.
"Lo ngomong apaan, sih? Ngapain ngomong kayak gitu, hah?" tanya Rehan yang sekarang sudah mengecilkan suaranya.
"Kali aja hidup gue cuman sebentar, kan ada lo yang udah tau semuanya. Makanya gue minta tolong buat jaga Rara kalau gue udah nggak ada di dunia. Gue bener-bener sayang sama dia, tulus."
Rehan menghela napasnya, "Tanpa diminta juga gue bakal jagain Dia kali. Cuman bukan keadaan ini yang gue mau."
Rekal tertawa hambar, "Kalau udah takdir kita bisa apa? Gue mau sama Rara, tapi kayaknya takdir nggak mengizinkan kita berdua untuk bersama."
"Belum terlambat kan, Kal? Lo masih bisa sembuhin penyakit lo, kan?"
Rekal hanya menaikkan bahunya tanda tak tahu.
"Gue udah capek. Mungkin udah saatnya gue nyerah untuk hidup. Sebenarnya motivasi gue untuk tetap hidup cuman Rara, tapi semenjak gue makin capek sama penyakit gue, gue udah kehilangan motivasi hidup gue."
"Lo gila? Banyak orang yang mati tapi pengen hidup lagi, Kal."
Rekal mengangguk, "Iya tau, tapi enggak untuk gue."
"Gue mohon sama lo, Han. Gue mau sama Rara dulu untuk menghabiskan sisa waktu hidup gue, jangan di ganggu dulu ya, Han. Nanti kan kalau gue udah nggak ada, lo bisa ambil Rara dan bahagiain Dia," ucap Rekal dengan dada yang begitu sesak saat mengucapkan kalimat yang terakhir.
Rehan menggeleng, "Lo harus tetep hidup, Kal. Walaupun gue memang sayang dan cinta sama Rara. Tapi, bukan gue yang Dia mau."
"Ya berjuang lah, jangan nyerah!"
Rehan hanya bisa diam dan tak menanggapi. Dan tak lama dari itu, ada notif di hp Rekal dan ternyata itu adalah pesan dari Sang bidadarinya.
Dan Rekal pun mulai siap-siap untuk pergi dari cafe tersebut.
"Gue cabut dulu. Pembicaraan kita sampai sini aja, dan gue mohon tolong jangan kasih tahu siapa siapa soal penyakit gue, terutama Rara."
Rehan mengangguk, "Iya. Emang lo mau kemana?"
"Rara minta jemput di toko baju. "
Rehan hanya mengangguk, "Oke, hati-hati."
Dan Rekal pun mengangguk. Saat Rekal sudah berdiri, Ia melupakan sesuatu. Seharusnya ada yang Ia berikan kepada Rara, namun Ia merasa kalau lebih baik di berikan saja kepada Rehan.
Rekal langsung merogoh saku celananya untuk mengambil sesuatu.
"Oh iya, Han. Ini!" ucap Rekal yang sembari menyerahkan sebuah amplop putih.
"Apaan nih? duit?"
Rekal menggeleng, "Jangan di buka! Itu buat Rara sebenarnya, cuman gue ragu bisa kasih itu ke dia. Makanya gue titip aja ke lo. Entar kasih ke Rara ya!"
Rekal mulai melangkah tapi langkahnya terhenti saat Rehan berdiri dan bertanya, "Kapan gue kasih ke Rara nya?"
Rekal menoleh ke belakang, "Nanti, pas gue udah nggak ada."