"Bagus-bagus, jam berapa ini?"
"11"
"Sini kamu!"
Rekal pun mendekat dengan berani, karena Ia sudah pasrah.
~~~
"Uhuk-uhuk."
Darah segar mengalir deras ke lantai. Dan seorang lelaki tua yang berada di depannya seperti sudah menggila karena tak henti-hentinya memukul perut serta membenturkan kepala manusia lemah yang berada di depannya.
"KAMU ITU PEMBANGKANG! TAPI, KENAPA KAMU MASIH HIDUP? PADAHAL SAYA BERHARAP KALAU KAMU ITU MATI SECEPATNYA!!"
Ya, lelaki tua tersebut adalah Papahnya Rekal. Dan manusia lemah yang di maksud adalah Rekal.
Rekal hanya bisa pasrah saat Papahnya membenturkan kepalanya ke tembok berulang kali. Ia pasrah dan ikhlas jika harus mati sekarang. Rekal tak melawan seperti biasanya karena tenaganya sudah habis.
Bukan itu saja, tetapi kepalanya juga semakin sakit akibat benturan tersebut.
"Uhuk-uhuk." Rekal terus saja batuk akibat tinjuan dari papahnya.
Sampai akhirnya tinjuan papahnya terhenti karena ada Reva yang tiba-tiba membuka kan pintu kamar mandi tersebut.
"STOP, PAH!!" cegah Reva sembari mengeluarkan air mata.
Papah dan Rekal menoleh.
"Kamu ngapain kesini?" tanya papahnya.
"Dek, kamu kenapa kesini? Sana balik ke kamar, sekarang!" ucap Rekal.
Reva menangis, "Aku nggak akan ke kamar sampai papah lepasin bang Rekal."
Papahnya langsung menatap Reva, "Kamu nggak tahu apa-apa. Lebih baik pergi!"
Reva menggeleng.
"Aku biasanya selalu diam saat papah pukul abang kayak orang kesetanan. Tapi sekarang, aku nggak akan tinggal diam. Papah sadar nggak sih? Apa yang papah lakuin sekarang buat bang Rekal sakit."
Rekal terkejut, apa maksud dari ucapan Reva barusan? Atau jangan-jangan...
Reva menatap Rekal dari jarak yang lumayan agak jauh, "Reva tau bang, Reva tahu kalau abang punya penyakit yang kalau nggak di obatin, nggak akan bisa sembuh."
Air mata tersebut turun tak henti-hentinya dari mata Reva.
Flashback on
Reva sedang berjalan seperti biasa dan Dia melewati kamar abangnya. Tanpa sengaja, Ia melihat kamar abangnya yang sedikit terbuka dan sekilas terlihat sangat berantakan.
"Loh? Kamarnya berantakan banget. Aku bersihin aja kali, ya?" ucap Reva.
Dan Reva pun masuk ke dalam kamar Rekal diam-diam. Ia tahu kalau Rekal sedang pergi, jadi Dia pun langsung membereskan kamar Rekal secepat mungkin.
"Ya ampun, ini bajunya juga berserakan dimana-mana. Kenapa sih nggak di taro di keranjang baju kotor aja? Jorok bener nih abang. Gimana kalau nanti abang sama Kak Rara suami istri, terus kak Rara tau kebiasaan jorok nya abang?"
Reva terus menggelengkan kepalanya karena kelakuan abangnya yang sangat jorok.
"Iuhh... sempaknya dimana bae. Ihhh abang jorok banget."
Reva pun dengan sabar membereskannya.
Dan tanpa sengaja saat Reva membereskan meja belajar Rekal, Ia melihat buku berwarna hitam yang sepertinya itu adalah buku diary.
"Loh? Ini buku diary, kan?" ucapnya yang langsung memegang buku tersebut.
Reva hanya melihat covernya saja, Ia tidak mau membuka isinya.
"Ini pasti rahasia negara punya abang," ucap Reva yang terkekeh. "Harusnya simpen ini tuh di laci, bukan di meja, gimana sih?"
Reva pun langsung menaruh buku tersebut ke dalam laci Rekal. Tapi..
"Loh? Ini obat apa?"
Reva langsung mengambil obat tersebut dan memandangnya.
"Hah? Ini punya abang? Emangnya abang sakit apa?"
Dia benar-benar bingung, dan saat Ia menarik lacinya lebih lebar, Ia melihat sebuah kertas. Dan ternyata kertas tersebut adalah surat dokter.
"Wait..
Reva berusaha untuk memahami tulisan dokter tersebut. Dan ternyata..
"ENGGAK. ENGGAK MUNGKIN!!"
Karena penasaran, Reva langsung membuka diary abangnya tanpa izin. Dan dari situlah Ia mengetahui semuanya.
"Ini semua karena papah dan mamah..."
Flashback off
"Dek, diam! Kamu lebih baik pergi ke kamar sekarang!"
"Reva selalu diam, Bang. Sekarang, Reva nggak akan tinggal diam lagi," ucap Reva. "Abang harus sehat."
Papahnya masih diam tak bersuara.
"Pah, bebasin abang. Reva mohon."
Diam. Papahnya masih diam, mungkin masih mencerna kata kata dari Reva barusan.
Reva langsung bersimpuh, dan memegang kaki papahnya untuk memohon agar Rekal dibebaskan.
"Reva mohon, Pah. Reva mohon," ucap Reva yang memohon.
Papah dan Rekal terkejut saat melihat Reva yang memohon seperti itu.
"Sudahlah, sana kalian berdua pergi!" usirnya.
Dan pada akhirnya Rekal dibawa oleh Reva ke kamar Rekal.
Saat sudah didalam kamar, Rekal langsung memarahi adik tirinya ini.
"Kamu apa-apaan, sih?"
Reva langsung menangis sesegukan, "Aku nggak mau abang kenapa-kenapa. Reva tahu kalau abang ada penyakit."
Rekal langsung terdiam.
"Abang kenapa sembunyikan semuanya? Abang bisa sembuh, kan?" tanya Reva.
Lagi-lagi Rekal masih terdiam.
"ABANG JAWAB REVA BANG, REVA MOHON!!" ucap Reva yang sembari menangis sesegukan.
Air mata Reva langsung turun begitu saja dari mata indahnya. Ia sudah tak kuasa menahan tangis. Rasa sakit karena mengetahui abangnya yang mempunyai penyakit itu sangat membuatnya ketakutan.
Hanya abangnya lah yang mengerti dirinya, hanya abangnya lah yang selalu ada untuknya. Jadi, Reva tak sanggup jikalau harus kehilangan abang kesayangannya.
"Kamu mending ke kamar sana! Nggak ada gunanya kamu masih tetap disini."
"Abang.."
Rekal kembali menoleh, "Apa lagi? Abang udah bilang kalau kamu nggak perlu urusin hal ini."
"Abang janji ya jangan tinggalin Reva sama..."
"... Kak Rara."
Rekal langsung menatap Reva kaget, "Dek, tolong kamu keluar dulu dari kamar abang. Abang lagi pengen sendiri."
Reva langsung di dorong oleh Rekal dengan pelan untuk keluar dari kamarnya. Sekarang, Rekal sedang ingin sendiri dan kepalanya benar-benar sakit.
Saat Reva sudah tidak berada di kamar Rekal, sudah saatnya Rekal meminum obatnya. Semakin hari kepalanya semakin sakit tak tertahankan.
Entah mungkin karena efek benturan kepala dari pukulan papahnya.
Rekal langsung duduk dibawah dan bersandar ke kasurnya.
"Tuhan, aku ingin menjemput mama, tapi aku nggak mau pergi dari orang yang aku cintai di dunia."
Diam, Rekal hanya terdiam sambil merenungi nasibnya ke depan akan bagaimana.
"Tuhan, jika aku harus pergi lebih dulu, aku mohon jaga wanita yang sangat aku sayangi di dunia ini."
Saat Rekal sedang merenung, tiba-tiba ada notif di hp nya. Dan ternyata notif tersebut adalah pesan dari Rehan.
Rehanjing
Gue mau ketemu sama lo besok.
Ada sesuatu yg harus gue omongin sama lo dan ini penting!