Hari ini Valerie sampai di sekolah lebih awal. Dia berjalan dengan tenang ke kelasnya sebelum melihat kerumunan orang berdiri di luar kelas 11 IPA 3. Orang- orang yang berkumpul di sana semuanya berbisik-bisik dengan satu sama lain.
Karena merasa penasaran, Valerie mencoba melewatin kerumunan itu. Dia sangat terkejut melihat ruang kelas yang tampak berantakan. Ada beberapa meja dan kursi yang terbalik. Sebelum dia bisa menanyakan apa yang baru saja terjadi, beberapa guru datang dan membubarkan kerumunan itu.
Sesampainya di kelas, semua teman Valerie sudah membicarakan kejadian itu. Valerie pun menghampiri mereka. Kejadian yang tak biasa terjadi itu, tentu membuat semua orang heboh membicarakannya.
“Kelas IPA 3 tadi kenapa ya? Ada yang berantem?”
“Iya. Kamu tau Noel ga?” Ucap Kiara.
“Pacarnya Valen kan? Iya, tau.”
“Udah jadi mantan sekarang.”
Noel dan Valen adalah teman sekelas Valerie di kelas 10. Sejak saat itu, mereka berdua sudah berpacaran. Mirip dengan kasus Valerie dan Gavin, banyak yang mempertanyakan kenapa kedua orang itu bisa menjalin hubungan kekasih.
Valen adalah salah satu murid perempuan paling terkenal di sekolah. Menjadi ketua tim dance membuatnya memiliki banyak penggemar. Gadis cantik yang lemah lembut itu sungguh berkebalikan dengan Noel yang disebut-sebut sebagai preman sekolah.
Jika Valen dikenal karena prestasinya, Noel dikenal karena sering berbuat onar. Hanya saja, tak biasanya Noel membuat keributan yang seperti ini. Biasanya dia membuat keributan dengan hanya sekedar bersikap tidak sopan pada guru-guru, bolos saat jam pelajaran, mencuri makanan dari kantin, dan lain-lain. Dia tidak pernah merusak fasilitas sekolah, apa lagi memukul seseorang.
“Lah kok bisa? Perasaan kemaren-kemaren mereka masih bareng deh.”
“Katanya sih dulu Valen nerima dia sebagai pelampiasan aja. Aslinya mah si Valen lagi ngincer Ken, anak IPA 3,” Valerie membulatkan matanya. Dia sangat terkejut akibat fakta yang baru dia ketahui ini. Entah dari mana teman-temannya mengetahui berita tersebut.
“Tunggu, tunggu. Si Ken yang cungkring itu? Kok Valen bisa mau sama dia? Terus bukannya si Ken baru putus ya sama ceweknya yang anak sekolah lain itu?”
“Nah justru itu! Si Valen nerima Noel abis tau kalau Ken pacaran sama cewe lain. Pas tau Ken dah putus, si Valen ngerasa punya kesempatan lagi dong, makanya dia mutusin si Noel.”
“Iya. Si Noel jelas ga terima lah, tiba-tiba diputusin. Dia ngerasa ceweknya dah direbut sama Ken, makanya dia ke IPA 3 tuh mau ngajak Ken ribut. Biasalah cowok, mau nyelsaiin masalah pake fisik.”
“Untungnya sih tadi si Noel ditahan sama yang lain ya, kalau ga bisa abis tuh si Ken dihajar sama dia.”
“Tapi sih tadi katanya dia tetep mau ngajak Ken adu jotos, cuman ga di sekolah.”
Valerie benar-benar tak menyangka akan mendapatkan informasi seperti ini. Padahal masih sangat pagi, tetapi sudah ada drama yang membuat banyak orang ribut. Berita ini juga menyebar begitu cepat bagaikan lampu yang menyinari ruangan. Dalam waktu singkat, hampir semua orang di angkatannya membicarakan hal itu.
Saat Valen tiba di sekolah, banyak yang menatapnya dengan tatapan aneh, termasuk teman-teman yang akhir-akhir ini dekat dengannya. Banyak orang yang berpendapat bahwa keputusannya itu sangatlah egois. Valerie tidak mau cepat-cepat menilainya tanpa mendengar sudut pandang orang-orang yang terlibat lebih dulu. Sedari tadi, dia terus mendengar pendapat orang-orang yang tidak terlibat sedikit pun saja.
Walau merasa sangat penasasaran, Valerie tidak bisa menghampiri dan menanyakan terkait masalah ini kepada mereka begitu saja. Tiba-tiba dia teringat akan suatu hal. Ken adalah salah satu teman dekat Gavin. Tak mungkin Gavin tidak mengetahui apa pun tentang masalah ini.
“Sayang, aku boleh nanya sesuatu ga?”
“Biar aku tebak. Tentang masalah Noel, Valen, sama Ken ya?” Lagi- lagi laki-laki itu menunjukkan kepekaannya.
“Kok tau?”
“Tau lah. Soalnya kamu bukan orang pertama yang nanyain ini ke aku, dah banyak,” Ternyata tak hanya Valerie, banyak juga yang ingin mengorek informasi dari teman orang-orang yang terlibat. Memang sih, kasus ini sangatlah menarik dan di luar dugaan. Siapa sangka hubungan Noel dan Valen yang terlihat sangat serasi bisa menyimpan rahasia yang besar?
“Terus gimana? Kamu ngomong apa ke orang-orang yang nanya?”
“Aku suruh mereka tanya langsung ke orang-orangnya aja. Tapi kalau kamu yang nanya sih, aku kasih tau langsung aja. Sebenernya aku juga ga tau banyak soal masalah ini, tapi yang pasti, apa yang kamu denger dari orang-orang tuh bener. Cuman ya, si Ken ga salah apa-apa. Dia ga pernah nanggepin pas Valen curhat soal hubungannya sama Noel. Kalau nanggepin pun tanggepan dia ya cuman sekedar tanggepan sebagai temen aja. Si Noel nih salah paham. Dia pikir Ken ngedeketin Valen pas Valen jelas- jelas masih bareng dia. Nyatanya ga gitu. Dan kek yang aku bilang tadi, Ken ga nanggepin yang terlalu gimana-gimana. Pas Noel sam Valen putus, barulah si Ken deket sama Valen”
“Terus Kennya gimana? Dia juga suka sama Valen?”
“Ya, pas si Valen masih sama Noel sih engga. Dia baru mulai suka pas mereka dah putus.”
“Hmm…. Kalau gitu yang salah di sini tuh Valen ya. Buat apa dia nerima Noel kalau dia sukanya sama cowo lain? Dan ga seharusnya ga sih dia ngedeketin cowo lain kalau dia dah punya pacar,” Valerie menuturkan pendapatnya. Baginya, hal seperti itu tidaklah wajar.
“Ga bisa dibilang salah Valen juga sih. Noel aja yang kekanak-kanakan. Ngapain coba dia ngajak ribut kalau dah putus? Kan si Valen ga bakal balik ke dia juga kalau dia berhasil nonjok Ken. Kalau dah mantan, ikhlasin aja kali.”
“Kalau bagian itu sih aku juga setuju kalau Noel salah. Tapi tetep aja kan, Valen juga salah. Sama aja kayak dia selingkuh ga sih? Udah punya pacar tapi ngedeketin cowok lain.”
“Kok selingkuh sih? Kan dia cuman curhat. Kamu juga pasti taulah Noel orangnya gimana. Si Valen yang jadi ceweknya pasti pusing.”
“Iya, tapi kenapa dia harus curhatnya sama Ken? Kan temen cewek dia banyak. Curhat sama lawan jenis itu ga etis tau, kayak selingkuh secara ga langsung gitu.”
“Kok gitu? Kan cuman curhat. Kalau sampe ada hubungan di belakang ya itu baru selingkuh. Kalau curhat sama temen mah engga.”
“Ya, makanya aku bilang itu selingkuh secara ga langsung. Sama aja kayak diem-diem chatan sama cowok lain. Kalau curhatnya soal pasangan, ga mungkin dong pasangan kita tau, pasti diem-diem. Kalau gitu masih bisa dikategoriin sebagai selingkuh kan?”
“Enggak dong. Harusnya kalau curhat sebagai temen tuh gapapa ga sih?”
“Tapi kan ini Valen curhat ke Ken bukan dengan menganggap dia sebagai temen.”
Perdebatan mereka berlangsung lama. Keduanya memiliki pendapat yang berbanding terbalik. Menurut Valerie, perselingkuhan tidak hanya sekedar memiliki hubungan dengan orang lain selain pasangan kita, tetapi ada banyak hal lain yang bisa dikategorikan sebagai perselingkuhan.
Menceritakan permasalahan dengan pasangan kepada lawan jenis adalah hal yang tak biasa bagi Valerie. Selain tidak etis, bisa menimbulkan perpecahan dan kesalahpahaman antara berbagai pihak. Karena itu lah Valerie tidak bisa mememahami kenapa Valen melakukan itu.
Di sisi lain, jalan pikir Valerie sama sekali tidak bisa dimengerti oleh Gavin. Dia juga tak mengerti kenapa orang-orang menyalahkan Valen dan Ken di saat Noel juga salah. Justru baginya, temannya itu adalah korban.
Selama beberapa bulan terakhir berpacaran, Gavin dan Valerie memang sering berbeda pendapat, tetapi mereka selalu mendiskusikannya. Pada akhirnya mereka akan menemukan cara untuk saling mengerti dan menerima sudut pandang satu sama lain. Mereka tidak pernah menjadikan perbedaan pendapat mereka sebagai alasan untuk berdebat.
Sepasang kekasih itu selalu menghindari perdebatan. Tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi dengan semua orang. Perdebatan yang baru pertama kali terjadi di antara mereka ini, tidak berakhir dengan baik. Walau sudah saling mengutarakan pendapat untuk waktu yang lama, mereka tetap tidak bisa memahami sudut pandang yang lainnya. Keduanya tetap berpikir pendapat merekalah yang benar.
Malam itu Valerie sedang bersiap-siap untuk pergi bersama Gavin. Setiap 3 bulan sekali, Gavin dan teman-temannya selalu mengadakan perkumpulan yang dibarengi kegiatan bakar-bakar di rumah salah satu dari mereka. Kegiatan sederhana itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa SMP.
Karena baru berpacaran dengan Gavin 3 bulan yang lalu, ini pertama kalinya bagi Valerie untuk mengikuti kegiatan itu. Teman-teman Gavin yang memiliki kekasih juga mengajak kekasih mereka. Kegiatan ini pun menjadi kesempatan bagi Valerie untuk dekat dengan mereka.
Saat awal Valerie berpacaran dengan Gavin, para kekasih teman-teman Gavin itu sudah mengenalkan diri padanya. Hanya saja saat itu mereka tidak bisa mengobrol banyak karena Valerie yang terlalu pendiam. Tetapi kali ini Valerie akan memastikan dia menggunakan kesempatan itu dengan baik.
Kegiatan bakar-bakar kali ini dilakukan di rumah Noah. Sesampainya di sana, Valerie langsung bisa mencium asap rokok yang berbau pekat. Walau Gavin sendiri tidak merokok, banyak teman-teman dekatnya yang melakukan itu. Valerie sebenarnya tidak menyukai bau rokok, tetapi dia harus menahannya.
Bahan-bahan serta peralatan yang dibutuhkan untuk bakar-bakar sudah tersedia di halaman. Ada juga beberapa botol alkohol yang disiapkan oleh Noah, si pemilik rumah. Walau begitu, mereka masih belum bisa memulai kegiatan mereka karena masih harus menunggu salah satu temannya yang belum datang.
“Si Kael ke mana sih? Dah jam segini belum dateng juga tuh anak,” Gavin bertanya pada Noah yang sedang sibuk bermain game di ponselnya.
“Biasalah, jemput ceweknya dulu.”
“Anjirlah! Pada bawa cewek gini,” Ucap Atlas dengan nada kesal. Tidak semua teman Gavin memiliki kekasih, termasuk dirinya yang sejak awal kegiatan berkala ini dilaksanakan selalu datang sendiri.
“Iri bilang!”
“Makanya! Lu tuh harus cari cewek! Masa tiap ngumpul gini lu dateng sendiri.” Ejek Noah dan Gavin.
“Yeee siapa yang iri? Jomblo enak, bro.”
“Halah! Karna lu ga laku aja makanya ngomong gitu,”
Semua orang tertawa mendengar ucapan Gavin. Laki-laki itu sering sekali mengejek temannya. Tak lama kemudian, Kael yang sudah lama ditunggu mereka akhirnya datang bersama kekasihnya. Mereka pun bisa memulai kegiatan bakar-bakar mereka.
Semua orang makan sambil berbincang-bincang dan tertawa. Ada yang sambil meneguk alkohol juga. Mereka menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama. Tiba-tiba, Ken mengucapkan sesuatu yang membuat semua orang terkejut.
“Noel ngajak gue baku hantam di taman monyet besok. Dia bilang ga usah bawa orang, dateng sendiri aja. Tapi gue denger dari Tenor, dia ngajakin Bagas sama Yun.”
“Kalau gitu lu juga jangan dateng sendiri lah. Besok kita ikut juga,” Ucap Gavin. Dia memang tak suka dengan keributan, apa lagi yang melibatkan fisik. Tetapi jika itu menyangkut temannya, dia tidak akan tinggal diam. Dia tidak mungkin membiarkan Ken menghadapi Noel sendiri.
“Iya. Si Noel mah bacotnya doang anjir, mau baku hantam. Mana mungkin berani dia, temen lu kita. Kalau ga mah ngapain dia sampe ngajak Bagas sama Yun,” Ucap Kael. Dia merasa kesal terhadap perlakuan Noel pada temannya. Sama seperti Gavin, dia juga mendukung Ken.
“Dia tuh badannya doang yang gede, aslinya mah cemen. Baku hantam kok bawa orang. Intinya lu tenang aja sih Ken. Si Noel ga mungkin banget berani mukul. Abis sama kita dia kalau sampe berani mukul lu.”
Pembicaraan antara Gavin dan teman-temannya itu membuat Valerie khawatir. Dia tidak mau kekasihnya terlibat dalam pertengkaran fisik. Walau mereka terus mengatakan bahwa Noel tidak akan berani memukul, tetapi tetap saja Valerie khawatir.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Noah, Valerie terus memikirkannya. Hatinya merasa tak tenang membayangkan pertengkaran yang akan terjadi. Dia berencana untuk membicarakan hal itu pada Gavin setelah sampai di rumah. Sesampainya di rumah, Valerie menggenggam tangan Gavin, menghalanginya untuk pergi.
“Kenapa, sayang? Aku ga boleh pulang?”
“Ada yang mau aku omongin.”
“Apa tuh?”
“Boleh ga aku minta besok kamu ga ikut-ikutan? Aku ga mau kamu sampe kenapa-napa.”
“Tenang aja, sayang. Noel itu orangnya cemen, dia ga akan berani mukul, apa lagi mukul aku. Gini-gini cowokmu itu banyak yang takutin, jadi kamu ga usah khawatir.”
“Tetep aja, Gav. Aku khawatir. Kalau sampe dia tiba-tiba berani mukul gimana?”
“Ya aku pukul balik. Justru kalau sampe dia tiba-tiba berani mukul, aku harus ada di sana. Gimana pun juga Ken itu temen aku, aku harus bantu dia.”
“Aku paham Gav kalau kamu mau nolong dia, tapi tetep aja itu bukan kewajiban kamu. Kalau kamu ga ada di sana pun, masih ada yang lain kok.”
“Kamu jangan terlalu khawatir, Val. Aku bener-bener ga bakal kenapa-napa. Kamu percaya aja sama omonganku, ya?”
“Terserah kamu aja lah. Tapi kalau bisa diomongin baik-baik, mending diomongin dulu.”
“Iya, sayang. Bakal aku usahain.”
Malam itu Valerie terus merasa khawatir. Dia sampai tak bisa tidur. Dia benar-benar tak ingin Gavin ikut campur dalam permasalahan ini. Bagaimana pun juga, keterlibatan Gavin dalam kasus ini tidaklah diperlukan. Tetapi laki-laki itu sangat keras kepala hingga tidak mau mendengarkan ucapan Valerie.
Keesokan harinya, Ken beserta teman-temannya sudah tiba di taman monyet pada waktu yang telah ditentukan. Kini mereka sedang menunggu Noel untuk muncul. Sudah lebih dari setengah jam berlalu, tetapi tetap tidak ada kabar dari lelaki itu.
“Ini si Noel ke mana sih? Dah setengah jam ditungguin, ga dateng-dateng.”
“Kabur kali dia. Pengecut gitu sok-sokan mau baku hantam.”
“Siapa yang pengecut? Gue dah di sini,” Semua orang menengok ke arah sumber suara itu. Laki- laki yang sudah mereka tunggu sejak tadi akhirnya datang. Seperti yang telah mereka dengar, laki-laki itu tidak datang sendiri. Dia datang dengan Bagas dan Yun.
Tiba-tiba Gavin teringat akan ucapan Valerie, “Tapi kalau bisa diomongin baik-baik, mending diomongin dulu.” Dia pun memutuskan untuk bicara pada Noel terlebih dahulu.
“Sebenernya lu ada masalah apa sih sama si Ken? Jujur gue ga paham.”
“Dia udah ngerebut cewek gue! Kalau bukan karna dia, Valen pasti masih sama gue sekarang!” Noel menjawab pertanyaan Gavin dengan penuh emosi. Dia benar-benar menyalahkan Ken atas hubungannya dengan Valen yang kandas.
“Yang putus lu sama Valen, napa lu malah nyalahin Ken? Orang si Ken ga pernah ngegodain cewek lu. Semua orang juga tau kali kalau yang ngedeketin duluan itu si Valen,” Atlas berusaha untuk menjawab dengan sabar. Sejak Noel datang tadi, dia sudah mengepalkan tangannya dengan keras.
“Lu ga usah nyalah-nyalahin Valen ya, anjir! Jelas-jelas kawan lu salah. Mana mungkin Valen tiba-tiba mutusin gua kalau si bajingan itu ga ngegodain dia duluan. Sebelum deket sama si Ken, gua sama Valen baik-baik aja kok.”
“Lu berasumsi dari mana sih kalau Ken yang ngedeketin Valen duluan? Emangnya lu pernah nanya langsung ke Valen?”
“Cukup!” Ken yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Dia melangkah maju mendekati Noel yang sudah menatapnya dengan tatapan benci.
“Gue ngerti lu sakit hati, tapi temen-temen gue ga bohong pas mereka bilang Valen yang ngedeketin gue duluan. Kalau lu mau liat bukti chatnya, gue bersni tunjukin ke lu. Tapi kalau lu masih nganggep gue salah, lu boleh nonjok gue sepuas lu.”
Noel mengencangkan rahangnya. Emosinya semakin naik. Di luar dugaan semua orang, Noel mengerahkan pukulan pada pipi kiri Ken, membuat laki-laki itu tersungkur ke belakang. Kael pun bergegas membantunya berdiri. Saat Gavin yang sudah emosi melangkah maju, siap untuk membalas pukulan Noel pada temannya, Noel membalikkan tubuhnya.
“Ga perlu…. Lu ga perlu nunjukin chatnya ke gue. Biar gue aja yang ngomong ke Valen,” Dengan begitu, Noel dan teman- temannya pergi begitu saja. Gavin yang hampir mengejarnya pun ditahan oleh Atlas. Mereka segera menghampiri Ken, ingin memastikan keadaannya.
“Lu gapapa?” Noah bertanya, khawatir pada temannya yang pipinya tampak membiru.
“Gapapa.”
“Gapapa apanya anjir? Bengkak gitu pipi lu.”
“Ga nyangka sih gue si Noel bisa berani gitu. Hampir aja gue bales kalau ga ditahan Atlas,” Emosi Gavin masih sangat menggebu-gebu. Sosoknya yang penyayang itu tidak bisa menerima jika ada yang mengusik teman-temannya. Ingin sekali dia membuat Noel babak belur.
“Udah gapapa. Kalau lu bales, entar yang ada lu yang kenapa-napa. Kasihan si Valerie, dia pasti khawatir sama lu,” Mendengar ucapan Ken membuat emosi Gavin mereda. Dia akhirnya teringat pada kekasihnya yang sudah sangat menghawatirkannya sejak semalam.
“Ya sudah lah ya, pengalaman. Bukan laki kalau belum pernah berantem,” Ucap Atlas dengan bercanda.
“Bisa-bisanya sih lu bercanda pas situasi lagi begini.”
“Lho? Kan bener. Laki harus ada pengalaman berantem. Dipukul dikit mah ga masalah, bro. Lagian masalahnya dah bisa dibilang beres kan? Kalau si Noel dah ngomong sama Valen, harusnya dia ga ganggu lu lagi.”
“Iya. Harusnya begitu.”
Sementara itu, Valen terus mengkhawatirkan Ken. Dia sudah dengar tentang perkelahian itu dari Valerie. Sejujurnya dia merasa sangat bersalah pada Ken yang harus menanggung semua itu karenanya. Kekhawatirannya itu terganggu oleh dering telepon yang berbunyi. Deg. Panggilan itu dari Noel. Valen dengan ragu-ragu menjawabnya.
“H-halo?”
“Valen, bisa keluar sebentar ga? Aku ada di luar. Ada yang mau aku omongin. Ini soal masalah kita sama Ken.”
“Iya, bentar ya,” Valen bergegas mengambil jaketnya, bersiap untuk keluar. Dia mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Noel. Dia tahu Noel tidak akan menyakitinya. Hanya saja, dia merasa malu untuk menghadap laki-laki itu setelah apa yang dia perbuat.
Valen sepenuhnya menyadari bahwa semua ini adalah salahnya, seperti yang dikatakan orang-orang. Walau tak mengatakan apa pun, dia bisa mengetahui segala tatapan dan bisikan yang tertuju padanya. Mereka semuanya menyalahkannya, menganggapnya egois, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ‘wanita murahan’ yang tak bersyukur memiliki laki-laki baik.
Valen teramat sakit hati mendengar ucapan-ucapan buruk tentangnya. Tetapi mau bagaimana lagi, dia pun menyadari kesalahannya. Saat dia keluar, Noel sudah menunggunya sambil menyenderkan diri di motornya.
“Mau ngomongin apa?”
“Aku cuman mau denger yang sejujurnya dari kamu. Yang diomongin orang-orang selama ini tuh bener? Kamu nerima aku cuman karna kamu mau jadian aku sebagai pelampiasan kamu aja? Aku mohon jelas in semuanya biar aku ga salah paham dan nyalahin orang lain lagi,” Valen menggigit bibirnya. Sulit baginya untuk menjawab. Perasaan bersalah ini benar-benar menggerogoti hatinya.
“Iya…. Aku nerima kamu karna pas itu Ken udah punya pacar. Aku cemburu. Makanya pas kamu nembak aku, aku nerima kamu sebagai pelampiasan. Padahal pas itu aku cuman nganggep kamu sebagai teman, ga lebih dari itu. Aku bener-bener minta maaf, Noel…. Aku tau selama ini kamu udah baik banget sama aku, tapi hati aku selalu ada di Ken. Aku tau ini semua salah aku, karna itu tolong jangan salahin dia. Dia ga salah apa-apa. Selama ini selalu aku yang ngedeketin dia duluan. Pas kita masih pacaran pun, aku yang selalu ngengat dia duluan, curhat ke dia soal kamu. Sekali lagi aku minta maaf…. Aku ngerti kalau kamu ga bisa maafin aku.”
Noel terdiam sejenak, menciptakan kesunyian yang sangat menyiksa di antaranya dan Valen. Dia masih berusaha untuk memproses semua perkataan Valen. Ternyata yang selama ini orang-orang katakan memanglah benar. Dia hanya membohongi dirinya sendiri dengan terus percaya pada Valen.
“Kamu…. Kamu bahagiakan kalau bisa sama dia?” Noel menatap Valen.
“Iya….” Valen menjawab pelan.
“Kalau begitu aku bakal lepasin kamu. Makasih untuk selama ini, Val. Aku harap kamu bisa lebih bahagia sama Ken. Dan kamu tenang aja, aku udah maafin kamu,” Valen pun tersenyum tipis.
“Iya. Makasih untuk selama ini.”
Keduanya berpisah dengan harapan tulus terhadap kebahagiaan satu sama lain. Noel yang teramat menyayangi Valen itu rela mengikhlaskannya dengan laki-laki lain demi kebahagiaan gadis itu.
Di waktu yang bersamaan, Gavin menghampiri Valerie ke rumahnya. Kekasihnya itu sudah teramat khawatir padanya. Dia ingin Valerie bisa melihat langsung bahwa dirinya baik-baik saja agar gadis itu khawatir lagi.
Gavin menceritakan seluruh kejadian di taman monyet pada Valerie. Gadis itu pun sangat terkejut. Walau merasa lega, dia juga tak percaya perkelahian itu bisa diselesaikan dengan cepat. Kini dia hanya bisa berharap kalau tidak akan ada kejadian seperti ini lagi, karena belum tentu berakhir dengan baik juga.