“Do, bangun udah siang, Bunda sama Ayah udah nungguin di bawah buat sarapan” ujar kak Yugo berusaha membangunkan sepupunya.
“Emm, iya-iya Lo duluan aja bentar lagi gue nyusul”
“Don’t take to long” ujar Yugo sambil beranjak ke luar kamar.
”Hmm” jawab Valdo sambil bangun dan bergegas untuk cuci muka.
Tapi saat dia hendak berjalan ke kamar mandi tiba-tiba kepalanya terasa pusing sekali sampai-sampeai dia hampir saja terjatuh.
“Aduh, makin sering kambuh aja nih kepala gue”
Sudah hampir satu bulan Valdo sering mengalami pusing seperti ini, tetapi dia tidak pernah memberi tahu siapapun. Sampai pada suatu hari dia pingsan saat sedang berada di rumah Hitto, dan setelah Hitto bersikeras memaksa Valdo untuk ke rumah sakit akhirnya dia pun menyetujuinya dengan satu syarat.
*****
1 bulan lalu
“Beneran Lo udah nggak papa?” tanya Hitto saat Valdo hendak pulang setelah hampir seharian ini dia meluapkan semua keluh kesahnya kepada sahabatnya itu tentang masalahnya dengan Vero.
“Iya gue udah mendingan kok, sakit kepala gini udah biasa gue, paling juga besok udah baikan lagi”
“Lo udah coba periksa belum, siapa tau aja ada yang bermasalah sama kepala Lo”
“Paling sakit kepala gini juga, gue nggak papa kali.Santai aja”
“Tapi kalau Lo besok belum sembuh juga, Lo harus nurut sama gue buat periksa ke dokter”
“Iya bawel Lo ah kaya emak-emak. Ya udah kalau gitu gue pulang dulu”
“Yee di bilangin juga.Ya udah hati-hati lo di jalan” ujar Hitto sambil mengantar Valdo sampai depan rumanya.
Saat di jalan, tiba-tiba kepala Valdo kambuh lagi. Akirnya dia pun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit setelah menelefon Hitto untuk menjemputnya di jalan.
“Apa kata dokternya Do?” Tanya Hitto setelah melihat Valdo keluar dari ruangan.
“Hasilnya baru keluar besok”
“Kok harus nunggu besok segala sih, emangnya parah ya Do?” Tanya Hitto yang semakin merasa khawatir dengan keadaan sahabatnya ini.
Alih alih menjawab pertanyaa Hitto, tapi Valdo yang di tanya hanya menggelengkan kepala. Karena jujur saja Valdo juga sebenarnya cukup khawatir kalau memang yang dikatakan dokter itu benar. Kalua dia mengidap kanker otak, tapi dia berusaha membuang asumsi itu dari pikirannya.
“Gue temenin Lo deh besok”
“Enggak perlu, gue bisa sendiri kok”
“Nggak bisa, gue juga mau tau keadaan Lo. Gue juga khawatir. Sekarang Lo gak usah mikir yang macem-macem tentang hasil besok?”
“Jujur gue takut To”
“Tenang, masih ada gue disini. Gue yakin kok Lo pasti baik-baik aja. Udah yok gue anter pulang” ujar Hitto berusaha menguatkan sahabatnya.
Setelah sampai di rumah Valdo benar-benar tidak bisa tidur. Baru setelah pukul 3 pagi dia bisa tidur, itu pun hanya sebentar saja karena sejak jam 5 pagi tadi dia sudah terbangun gara-gara mimpinya.
Dia akhirnya memutuskan untuk mandi. Saat dia baru saja selesai ganti baju sang mama mengetok kamarnya untuk membangunkannya.
Tok-tok-tok
“Valdo, bangun sayang udah siang”
“Iya Ma, Valdo udah bangun” ujar Valdo sambil membuka kunci kamarnya. Setelah mendengar kunci di buka mamanya langsung masuk ke kamar anak semata wayangnya itu.
“Kamu kok tumben banget sih jam segini udah rapi, memangnya mau ada acara? Mama sampai kaget loh”
“Enggak kok ma,Valdo lagi nyoba aja gimana rasanya jadi anak rajin”
“Jangan nyoba dong sayang, mama justru seneng lihat kamu kayak gini, jadi makin bangga. Ya sudah yuk kita sarapan aja”
“Iya ma, mama duluan aja, bentar lagi Valdo nyusul”
Setelah selesai bersiap-siap Valdo segera turundengan membawa tas sekolahnya, dia sudah tidak sabar untuk segera melihat hasil tesnya di rumah sakit.
“Pagi Ma, Pa” Sapa Valdo saat melihat orang tuanya sudah berada di meja makan.
“Tumben kamu jam segini sudah siap?” Tanya papa heran.
“Gerakan perubahan pa” Jawab Valdo sambil tersenyum bangga kepada orang tuanya.
“Bagus deh kalau gitu, yang penting bukan hanya hari ini saja Do. Harus di pertahankan” ujar mamanya sambil memberinya roti isi selai strowbery kesukaannya.
“Beres Ma”
“kamu sudah tentuin mau kuliah dimana Do?” tanya sang papa.
“Belum pa, masih pilih-pilih dulu”
“Papa sebenarnya pingin kalau kamu kuliah di paris, di sana itu pendidikannya bagus, apalagi kalau kamu ngambilnya bisnis, gimana kalau kamu ngambil itu aja?”
“Tapi pa, kenapa harus di paris si, disini kan juga sudah banyak universitas yang bagus juga disini, lagian aku nggak mungkin pa bisa jauh sama Vero”
“Harapan papa sama mama itu cuman kamu Valdo. Yah, papa harap kamu mau pikirin lagi tentang omongan papa tadi. Ya sudah papa mau berangkat dulu, kamu lanjutin sarapannya” ujar papa sambil beranjak meninggalkan ruang makan di antar oleh mamanya.
“Kamu nggak usah mikirin omongan papa sayang, yang penting sekarang kamu fokus sama sekolah kamu aja dulu. Biar mama nanti coba ngomong sama papa” ujar mamanya setelah kenbali ke ruang makan.
“Iya ma, mama memang the best deh, kalau gitu aku berangkat dulu ma” ujar Valdo.
“Ya sudah sana, hati-hati jangan ngebut-ngebut ya sayang”
“Siap Ma” ujar Valdo sambil berjalan ke luar rumah.
*****
“Gimana hasilnya dok, saya tidak mengidap kanker otak seperti diagnosis dokter kemarin kan dok?” tanya Valdo tidak sabar saat menemui dokternya.
“Valdo, apa orang tua kamu tidak ada yang mengantar kamu kesini?” tanya dokter itu.
“Tidak dok, memangnya kenapa dok?”
“Ada yang ingin saya sampaikan kepada mereka”
“Kalau gitu langsung ke saya saja dok”
“Eeh, begini Valdo, menurut hasil cek kemarin, kamu positif mengidap kanker otak dan sudah stadium 3” ujar dokter tersebut yang langsung membuat Valdo tak berdaya. Valdo langsung membayangkan bagaimana orang tuanya dan juga Vero kalau sampai mereka tahu keadaannya yang sebenarnya.
Setelah dokter selesai menjelaskan semuanya Valdo berjalan keluar ruangan tersebut dangan gontai.
“Do, gimana hasilnya?” tanya Hitto ketika melihat Valdo keluar dari ruangan.
Awalnya Valdo memang tida membiarkannya untuk ikut mengambil hasil pemeriksaan kemarin. Tapi saat sampai disekolah tadi Hitto tidak juga melihat Valdo akhirnya dia memutuskan untuk menyusulnya ke rumah sakit. Dan benar saja, sampai disini Hitto melihat Valdo yang akan bertemu dengan dokternya tadi dan dia memintanya untuk menunggunya di luar saja.
Dari raut mukanya saja Hitto sudah bisa menebak, tapi dia berusaha membuang prasangka buruknya itu.
“To, gue positif cancer otak, tapi gue minta satu hal sama lo, cuma lo yang tau tentang hasil ini, gue nggak mau ada yang sampai tau, apalagi orang tua gue sama Vero. Lo bisa kan”
“Tapi Do, Lo itu harus segera di tanganin”
“Percuma To, gue nggak akan bisa sembuh, gue cuman pingin di saat-saat terakhir gue, gue bisa bahagiain orang-orang yang gue sayang, gue nggak mau liat mereka menderita gara-gara gue”
“Tapi mereka akan lebih menderita kalau sampai nggak tau keadaan Lo yang sebenarnya Do” Hitto berusaha meyakinkan sahabatnya.
Tapi Valdo terus saja menolaknya.Hitto pun hanya bisa mengiyakannya, mungkin untuk saat ini memang dia butuh waktu untuk memberitahukan keadaannya pada orang-orang terdekatnya.
*****