Read More >>"> Violet, Gadis yang Ingin Mati (23. Hadiah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Violet, Gadis yang Ingin Mati
MENU
About Us  

Hanz menarik diri saat melihat Violet yang keluar dari rumah beratap genting berwarna merah itu. Entah kenapa, tubuhnya refleks bersembunyi di balik pepohonan yang ada di dekat jalan dan berusaha agar tidak terlihat oleh gadis itu. Padahal, sejak tahu alamat rumah kakek Violet, cowok itu menyiapkan diri untuk datang dan menyerahkan hadiah yang dibuatnya sejak berhari-hari lalu.

Violet jelas tidak ingin diganggu karena cewek itu tidak membalas pesan Hanz. Dia hanya menjawab singkat telepon Hanz dan Asami juga mengalami hal yang sama. Hanz sempat menghubungi Rosie dan gadis itu bilang kalau Violet memang tampak pendiam sejak pulang dari rumah sakit. Katanya, secara fisik Violet memang membaik tapi secara psikis, gadis itu belum pulih sepenuhnya. Violet masih menjalani konseling di rumah sakit dan kadang-kadang berjalan-jalan sendiri di sekitar rumah.

Sudah satu bulan sejak kejadian itu berlalu dan Asami membawa banyak perubahan saat menemukan pembuat dan penyebar video yang mempermalukan Violet. Banyak orang menghapus video itu dari akun media sosial mereka dan klarifikasi bantahan gosip menyebar di sana-sini, meninggalkan Casey dalam hujatan karena melakukan cyber bullying dan kejahatan siber. Hukumannya pun sudah diputuskan.

Selain skors dari sekolah, Casey diturunkan dari kandidat kontes Ratu Musim Semi tahun depan dan itu membuatnya meraung-raung. Tak cuma itu, Hanz mendengar dari teman satu geng yang menyebar gosip ke penjuru sekolah kalau uang saku Casey dipangkas separuhnya dan harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga selama dua bulan. Bahkan, pihak sekolah menyiapkan hadiah lain: membersihkan toilet sekolah saat cewek congkak itu kembali ke sekolah lagi.

Hanz bisa melihat banyak orang tersenyum puas. Casey memang bukan favorit di sekolah dan banyak yang sudah disakiti cewek itu. Sementara, Dave seperti tikus yang terpojok dan lebih banyak diam. Dia turut terseret dan proposal sekolahnya untuk mendaftar beasiswa universitas pun ditangguhkan. Hanz tak ambil peduli dan memilih menjaga jarak karena masih marah akan sikapnya.

“Apa yang kamu lakukan di sini, Hanz?”

Suara itu nyaris membuat Hanz melompat kaget. Cowok itu menoleh dan mendapati Ms. Jane yang membawa kantong-kantong belanjaan. Wanita itu mengenakan kardigan berlapis mantel tebal dengan wajah dan hidung memerah karena udara dingin.

“Kenapa nggak langsung masuk? Violet ada di rumah, kok. Yuk,” ajak Ms. Jane dan Hanz tidak mampu menolak.

Pemuda itu bisa melihat pandangan Violet yang kaget sekaligus bertanya-tanya. Gadis itu mendadak bangkit dari kursi rotan dan menuruni tangga kayu perlahan. Tubuhnya dibalut selimut kotak-kotak tebal dan rambutnya tampak sedikit berantakan. Hanz lega karena Violet kelihatan jauh lebih baik dari yang terakhir dilihatnya di rumah sakit.

“Duduklah dan aku akan membuatkan minuman. Teh atau kopi?”

“Nggak perlu repot-repot, Ms. Jane.” Hanz melirik Violet dan mendadak merasa gugup. Violet, sebaliknya, kelihatan tenang meski tidak bisa menyembunyikan kekagetan.

“Kopi saja kalau begitu. Dan teh untukmu, Vi?”

“Makasih, Mom,” ujar Violet sambil mengawasi ibunya yang menghilang ke dalam rumah. Gadis itu kemudian menunjuk kursi, memberi isyarat pada Hanz agar pemuda itu duduk.

“Kenapa bisa tahu aku tinggal di sini?”

“Rosie yang kasih tahu,” sahut Hanz singkat sambil berusaha membuat dirinya nyaman di kursi rotan berlapis bantalan bersarung motif tribal warna hitam putih. Cowok itu bisa melihat bekas perban tipis yang dibebat pada lengan Violet. Hati Hanz mendadak perih, sadar kalau meskipun Violet tampak normal seperti gadis lainnya, dia sudah mengalami hari-hari berat sampai ingin mengakhiri hidup.

“Ah.” Raut Violet berubah seolah paham. “Ngomong-ngomong, makasih, ya. Rosie bilang kalau kamu juga datang ke rumah sakit menemaninya waktu itu.”

Hanz mengangguk lalu tidak ada yang bicara selama beberapa saat sampai Ms. Jane keluar dengan nampan. Wanita itu meletakkan cangkir-cangkir di meja, berbasa-basi sebentar dan segera masuk lagi. Seolah tahu kalau ada hal penting yang ingin dibicarakan tamu dan putrinya.

“Apa kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Hanz setelah bimbang sejenak.

Violet tidak langsung menyahut. Gadis itu melipat kedua tangan di lutut dengan mata memandang lurus ke arah jalan. Tampak menerawang seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Kenapa kamu peduli, Hanz?” tanya Violet kemudian. Suaranya terdengar datar dan tanpa emosi tapi justru itu yang membuat Hanz merasa kaget.

“Tentu saja karena kamu temanku,” jawab Hanz tanpa ragu. “Memangnya apa lagi?”

Violet mendengus lalu tertawa kecil. “Benarkah?”

Hanz terdiam dan mengamati Violet. Sekilas, gadis itu memang tampak baik-baik saja tapi dari sikap defensif dan mata yang enggan memandang Hanz, pemuda itu tahu kalau Violet masih merasa sakit hati dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dijahati cowok yang disukai, dipermalukan teman-teman sekolah dan juga masalah dengan orang tua. Seorang remaja belasan tahun harus memikul semua itu. Tidak heran kalau Violet merasa tak tahan.

Hanz menarik napas panjang kemudian menarik benda dari dalam jaketnya. Violet mau tak mau menatap gelang yang dikeluarkan cowok itu. Gelang kulit berbentuk kepang dengan bandul perunggu berbentuk kupu-kupu yang cantik.

Perlahan, Hanz berpindah lebih dekat ke Violet dan diam-diam lega karena cewek itu tidak menjauh. Hanz membuka pengait gelang dan menarik lengan Violet dengan lembut. Pemuda itu memasangkan gelang dan menatap mata Violet yang menyorot hampa.

“Apa kamu nggak mau bertahan meski hanya ada satu orang yang menginginkanmu tetap hidup?” tanya Hanz, kembali menunduk dan melihat bandul itu berguling di atas bekas-bekas luka. Beberapa tampak jelas, sementara yang lain halus. Hanya Violet dan Tuhan yang tahu, berapa kali sudah gadis itu jatuh terpuruk dan berusaha untuk bangkit sendirian.

“Apa?” Violet mendongak dan akhirnya melihat Hanz.

“Kamu itu berharga dan pantas untuk bahagia,” ujar Hanz lagi. “Jadi, jangan berpikir untuk bunuh diri lagi. Nggak ada seorang pun yang sendirian di dunia ini. Nggak ada yang pernah benar-benar sendirian.”

Violet menunduk dan melihat gelang yang kini melingkari tangannya. “Benarkah begitu? Tapi kenapa aku selalu merasa kesepian?”

Hanz mengembuskan napas pelan. “Itu karena kamu nggak jujur pada diri sendiri. Kamu selalu sibuk menganggap dirimu nggak berarti sampai-sampai nggak memperhatikan sekitar. Seperti sekarang. Kamu pikir, kenapa aku mau repot-repot datang ke sini?”

“Kenapa memangnya?”

“Karena aku menyukaimu, tentu saja,” Hanz bisa merasakan wajahnya memerah saat mengatakan itu.

“Begitu?” Violet tersenyum tipis, tapi wajahnya kembali muram. “Sampai berapa lama?” lanjut gadis itu dengan nada letih. “Sampai berapa lama perasaan itu bertahan, Hanz?”

Hanz terlalu kaget saat mendengar Violet bertanya seperti itu dan terdiam. Violet menggelengkan kepala kemudian bangkit dari kursi. Cewek itu memegang gelang di pergelangan dan tersenyum. Senyum yang bagi Hanz tampak seperti dipaksakan.

“Maaf, Hanz. Aku yang sekarang ini nggak bisa percaya pada perasaan seperti itu. Orang tuaku juga pada awalnya saling cinta tapi apa yang terjadi? Mereka saling menyakiti dan pada akhirnya juga melukai anak-anak mereka. Ayahku menolak kehadiranku padahal dia seharusnya jadi lelaki nomor satu yang paling sayang padaku. Bagaimana aku bisa percaya pada hati manusia yang mudah berubah?”

Hanz beranjak dari kursi dan nyaris terantuk meja ketika berusaha menghadang Violet yang membuka pintu rumah. Ekspresi Violet yang terluka membuat hati Hanz merasa perih sekaligus tidak adil.

“Vi, aku tahu kamu mengalami hal yang berat dan untuk itu, aku ingin berada di sampingmu. Begitu juga dengan Asami. Kami benar-benar ingin berbagi suka dan duka denganmu.”

Sejenak, Violet mematung. Lalu gadis itu berpaling dan wajahnya tampak sedih. “Aku berterima kasih, tapi itu mungkin sia-sia saja.”

Kening Hanz berkerut. “Apa maksudmu?”

“Segera setelah aku pindah dari negara ini, kalian mungkin akan melupakanku.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
6628      2537     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Under The Moonlight
1424      785     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2177      982     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Premium
MARIA
5099      1858     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
EPHEMERAL
92      84     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Black Heart
841      440     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Si Neng: Cahaya Gema
96      86     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
Tulus Paling Serius
1491      631     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?