HAPPY birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday...
Happy birthday...
Happy birthday....
To you...
Matahari belum menampakkan diri tapi lantunan suara layaknya ayam berkokok menyongsong lebih dulu. Menggerutu sebagai dalih umpatan yang tertahan, Ergantha mengusap mata, melihat siapa yang merusak mimpi indah di tengah malam gelap gulita. Pati dengan senyuman mengesalkan beratribut topi ulang tahun dan kue membuat Ergantha kembali menarik selimut sampai kepala.
"Ayo, Tha, bangun..." Pati menarik selimut Ergantha. Menggoyangkan bahu Ergantha dengan sebelah tangan, sisi tangan yang lain ia gunakan untuk memegang kue.
Ergantha baru saja terlelap dua jam yang lalu, kini sang pelopor perusak ada di samping tempat tidur. Apa ia bekap saja mulut Pati yang berisik menggunakan bantal.
Tiup lilinnya
Tiup lilinnya
Ergantha akhirnya menghentakkan selimut, terduduk dengan mata terpejam lantas meniup lilin kemudian kembali merebahkan diri. Ia butuh tidur!
"Tha, bangun dulu. Kuenya belum di potong," Pati kembali menggoyangkan bahu Ergantha.
"Mas Pati!" seru Ergantha kesal kembali terduduk, siap melayangkan amarah.
"Ayo Non, potong kuenya," baru saja ingin melayangkan sumpah serapah, Ergantha terkaget dengan para pembantu yang ternyata menjadi pasukan bala bantuan untuk Pati.
Mereka semua mengenakan atribut perayaan topi ulang tahun. Juminten yang membawa balon bertuliskan angka 18, Bik Imah yang memakai topeng anak-anak bergambar putri Disney, Bik Lastri yang membawa seperangkat alat untuk memotong kue, dan Mbok Min yang membawa bouqet bunga yang berukuran besar. Bagian yang membuat Ergantha lebih kaget yakni saat menyadari kaos yang mereka kenakan semua bertuliskan 'Ergantha Brithday Party.'
Rupanya, Pati—kakak laki-lakinya menjadi lebih gila!
"Buruan, Tha... Semua pada ngiler liat kue kamu." Suara Pati kembali menyadarkan Ergantha di tengah kondisi yang tak bisa ditebak sama sekali.
Tak ingin melihat penampakan ini berlama-lama, Ergantha bergegas memotong kue dan membagikannya kepada para pembantu. Melihat jam masih menunjukkan pukul tiga, Ia bisa menyimpulkan pasti Pati memaksa para pembantu mereka untuk bangun di tengah malam.
"Besok-besok kalau Mas Pati bangunin tengah malem, jangan mau ya mbok—kalian yang lain juga jangan mau dizolimi." Ujar Ergantha begitu selesai membagikan kue.
"Ini enggak di paksa kok, Non. Saya malah seneng. Udah lama ndak buat surprise begini, kalau dulu di kampung sih cuma sampai ceplokin telur ke temen. Mau beli kue, mahal!" kata Juminten memaparkan.
"Seudzon terus... Harusnya kamu terharu dikasi kejutan." Ergantha mendengus tak menggubris Pati.
Sudah dua Minggu Pati disibukkan dengan kerjaan di Bengkel. Sekalipun ia tak pernah menampakkan diri. Sekalinya ada di permukaan justru membuat aksi yang tak biasa, membuat Ergantha sakit kepala.
"Besok aja Bik di beresinnya. Bik Imah sama yang lain bisa istirahat dulu." Ergantha menghentikan pergerakan para pembantu yang tengah membereskan pesta kecil-kecilan itu.
Serentak mereka pun lantas berpamitan meninggalkan Pati dan Ergantha berdua. Kembali dalam keadaan hening dengan Ergantha yang tak pernah suka akan hadirnya Pati.
"Kamu enggak sedih kan, karena Papa absen?" Pati membuka percakapan mencoba mengulik perasaan Ergantha.
"Aku lebih kesel tidurnya digangguin tengah malem!" Ergantha tak heran jika Papa tak ikut serta dalam rangka acara kekanak-kanakan seperti ini.
"Tha..." Panggil Pati agak ragu-ragu. "Kamu ada wishlist yang belum tercapai?" nada serius Pati membuat Ergantha menerka-nerka apa yang tengah Pati coba utarakan. Mode serius tak cocok untuk saudara laki-lakinya yang mirip buaya berbulu domba ini.
"Hidup tenang tanpa gangguan dari Papa dan Mas Pati." Ergantha mengutarakan.
"Selain itu?"
"Bebas tanpa dikekang sama siapapun."
"Itu sama aja, Tha—enggak bakalan terwujud. Kamu enggak pengen tas branded atau liburan kemana gitu, biar Mas bantu."
Ergantha menautkan kedua tangan di dada melemparkan tatapan curiga. Ada muslihat tersembunyi di dalam otak Pati, entah apa yang pasti Pati dalam mode serius dan berlagak baik begini sangat patut dicurigai.
"Aku mau lihat liburan di Villa Bogor tanpa ada gangguan siapapun."
"Oke!"
Ergantha terheran dengan reaksi Pati. Ia memastikan wujud kaki Pati mencapai lantai atau tidak. Takut-takut yang ia lihat hanya jelmaan Pati saja. Sejak kapan kakak laki-lakinya ini berubah peran menjadi peri baik hati.
"Aku mau liburan cuma sama temen-temenku!" Ergantha memperjelas.
Pati menunduk berpikir sebentar, kemudian mengangguk mengizinkan Ergantha. "Bisa diatur."
Ini jelas bukan Pati, kakak laki-lakinya yang hobi membuat suasana gaduh tak terkendali.
"Mas Pati sakit kronis? Kanker stadium 4 atau tumor, atau—"
"Tha..." Potong Pati sarat akan nada serius. Lama mengambil jeda mencoba membuka suara namun kembali ia urungkan.
"Kenapa?" tanya Ergantha tak sabaran.
"Ada yang Mas mau bicarain...."
"Jangan ngambang gitu ngomongnya, aku enggak paham, keburu ngatuk!" Ergantha jengah dengan kelakuan labil Pati. Layaknya ABG yang tengah risau akan banyak hal.
Cih, tak cocok!
"Mas mau minta maaf," kata Pati berdiri membelakangi Ergantha. "Maafin Mas buat semuanya, maaf karena pernah ninggalin kamu... Kalau seandainya Mas punya kesempatan kedua, mungkin hubungan kita enggak bakalan seperti ini."
Ergantha mencerna, mengusap telinga dengan dahi yang mengkerut. Tingkah laku kakak laki-lakinya yang berucap permintaan maaf seperti salah satu fenomena keajaiban dunia.
Apa Pati kesurupan?
"Abis kejedot di dinding sebelah mana sampai Mas Pati bisa minta maaf sama adik sendiri. Aku pikir udah lupa sama kosa kata maaf-maafan—Enggak sekalian nungguin lebaran aja?!"
"Mas serius, Tha...." Kata Pati masih membelakangi Ergantha mengusap leher tak nyaman.
Maaf—satu kata yang sangat sulit untuk keluar dari mulut Pati. Rasanya ia seperti dikuliti oleh adiknya sendiri.
"Mas Pati cuma mau ngomongin itu aja? Kalau udah selesai gih keluar, aku mau lanjutin tidur!"
Pati berbalik badan mengambil paper bag yang berada di bawah kaki ranjang Ergantha. Berisi sepasang pajamas dan tas branded untuk Ergantha. "Kado ulang tahun sekaligus permintaan maaf."
Ergantha menerima pemberian Pati, "Kadonya aku ambil bukan berati permintaan maaf diterima!"
Pati mengela nafas emosinya tak boleh tersuslut. Hati Ergantha memang batu jadi Pati harus menjadi air untuk membuat Ergantha menjadi sedikit luluh.
"Urusan liburan di Vila bareng temen-temen kamu nanti Mas yang urus izinnya ke Papa." Ujar Pati kemudian pergi meninggalkan kamar Ergantha.
Entah kakak laki-lakinya tengah sakit kronis atau mungkin benar-benar kesurupan di tengah malam, yang pasti Ergantha siap mengabarkan acara liburan kepada teman-temannya.