Pak Rayan segera memanggil semua siswa pemanahnya guna berkumpul, suara obrolan khas mengiringi langkah menuju teras halaman dimana sang Coach berada.
“Baik, untuk latihan sore ini bisa kita lanjutkan besok dan perlu bapak ingatkan sekali lagi pada kalian untuk jaga kesehatan juga konsentrasi kalian agar tidak hilang. Sampai di sini saja, mari kita berdoa. Berdoa di mulai!” Kata Pak Rayan seraya menundukkan wajahnya yang segera di ikuti yang lain, lima menit kemudian para siswa pemanah tersebut segera membubarkan diri dan masuk ke dalam rumah sambil membawa busur serta peralatannya ke gudang, kecuali yang bawa sendiri dari rumah. Merasa lelah juga suasana yang masin terasa terik membuat Zahra ingin beli minuman dingin sebelum pulang kemudian bergegas keluar bersama Ahmad dan Mbak Fara sementara Intan dan Si kembar Shanti dan Yanti sibuk mencuri perhatian Mas Juna dan Mas Indra, ketika mereka hendak melewati depan rumah ekstrakulikuler Tapak Suci Zahra langsung menyapa Rayla dan Mas Gentar yang baru saja keluar dari rumah itu. Selama perjalanan Rayla dengan semangat menceritakan kepada Zahra yang langsung di timpali dengan tawa hingga tanpa sepengetahuan mereka Mas Gentar diam-diam melirik ke arah Mbak Fara yang berjalan di sebelah Zahra.
“Zahra, beli teh poci dekat warung mie ayam Cak Maman yuk!” Ajak Rayla antusias.
“Aku ayo…ayo saja, kebetulan aku lagi ingin minum yang dingin-dingin!” Timpal Zahra, gadis itu menoleh ke arah Mbak Fara dan Ahmad ,”Kalian mau ikut nggak!” Ajaknya.
“Boleh!” Sahut Mbak Fara.
“Tidak, aku mau langsung pulang saja! Besok aku pamit izin nggak masuk karena ada urusan keluarga!” Ucap Ahmad.
“Kalau Mas Gentar?” Tanya Zahra kepada pemuda itu. Dia hanya mengangguk tanda mengiyakan. Setibanya di gerbang Ahmad langsung berpisah dan pergi ke arah sekolah untuk mengambil sepeda motor sedangkan mereka berempat pergi ke arah sebaliknya.
“Oh iya Mbak Fara, di sekolah ini ada nggak yang Mbak sukai?” Tanya Rayla tiba-tiba. Zahra terkejut sementara netra cokelat milik Mbak Fara seketika membulat kemudian dengan senyum malu-malu gadis lebih tua dari mereka berdua menjawab,”Kurasa tidak ada, Mbak hanya ingin fokus belajar dulu! Ada atau tidaknya yang suka denganku itu bisa di pikir nanti?” Jawabnya.
Rayla sontak berseru kecewa sementara Zahra menepuk bahu temanya dengan tatapan tajam seolah mengatakan “Jangan bicara seperti itu!? Nggak sopan”, sayangnya Rayla malah mengabaikan tatapan penuh peringatan itu lalu berpaling ke arah Mas Gentar dan hendak bertanya. Belum juga bertanya Mas Gentar sudah keburu menjawabnya.
“Aku tidak mau berurusan dengan percintaan, merepotkan saja!” Jawabnya ketus sekaligus berbohong. “Selain itu sebenarnya aku mau mampir ke supermarket yang kebetulan searah dengan kalian jadi aku ikut dengan kalian!” Sambungnya. Mereka berdua beroh panjang setelah itu diam, begitu juga dengan Mbak Fara dan Mas Gentar, setibanya di tempat yang mereka bertiga tuju Mas Gentar segera berpisah dan pergi. Sepeninggal Mas Gentar Rayla kembali bertanya.
“Mbak Fara yakin? Mungkin kami berdua bisa bantu jadi mak coblang buat Mbak?” Tanya Rayla seenaknya.”Iyakan, Zahra?”
Sontak Zahra cepat-cepat menggeleng kepala,”Kau ini bagaimana? Lebih baik kita tidak perlu mengurus percintaan orang lain, lagi pula kalau kita jadi mak comblang yang ada ujung-ujungnya berakhir kayak di dalam novel atau film!” Balas Zahra, menolak.
Mbak Fara sedikit tertawa,”Terima kasih atas kebaikan kalian! Tapi kalian tidak perlu melakukannya, cukup fokus dengan cerita kalian di masa SMA ini. Siapa tahu kalian bisa menceritakannya pada anak-anak kalian di masa depan!” Ucap Mbak Fara. Gadis itu langsung memesan teh poci rasa leci, Zahra dan Rayla turut memesan. Sambil menunggu pesanan selesai di buatkan mereka kembali mengobrol dengan topik lain sampai akhirnya pesanan mereka sudah jadi. Setelah bayar mereka bertiga yang hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba seorang wanita yang mengendarai sepeda motor menepikan kendaraannya dan berhenti di dekat mereka bertiga.
“Mama!” Seru Rayla. Gadis itu langsung menghampiri kemudian mencium punggung tangan wanita tersebut, sontak Zahra dan Mbak Fara langsung mengahampiri dan melakukan apa yang Rayla lakukan terhadap Mama Rayla.
“Di sini kamu rupanya, Mama nyariin loh. Sampai-sampai tanya ke pak Satpam yang jaga gerbang area ekstrakulikuler!” Omel Mama Rayla kepada putrinya sementara Rayla sendiri Cuma cengir kuda sembari mengaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Lantas wanit itu berpaling lalu tersenyum kepada Zahra dan Mbak Fara.
“Terima kasih ya sudah nemein putri saya!” Ucap Mama Rayla setelah itu berpaling ke arah Rayla,”Ayo naik, sekalian ikut Mama pergi ke Mall!” Titahnya. Dengan nurut gadis itu naik ke jok belakang lalu melambaikan tangan kepada Zahra dan Mbak Fara seraya pamit lalu pergi. Setelah Rayla pergi Mbak Fara mengajak Zahra untuk pergi juga, namun setibanya di depan gerbang sekolah Zahra segera berpisah dengan Mbak Fara lalu segera menelusuri rute yang biasa ia lalui. Akan tetapi langkahnya langsung terhenti ketika ada mendengar suara yang di kenalinya, saat menoleh ia kembali di buat heran melihat Mas Indra berjalan menghampirinya dengan langkah lebar.
“Lho Mas Indra? Kupikir Mas sudah pulang duluan?” Tanya Zahra heran, namun sebaliknya hatinya seperti bernyanyi ria saat melihat pemuda itu berdiri di hadapannya. Sementara Mas Indra yang tampak kecewa tidak mendengar panggilan “Aku-Kamu” hanya diam saja tetapi tangannya bergerak memindahkan tasnya ke depan dada bidangnya lalu membuka dan mengaduk isinya setelah itu mengeluarkan sebuah tas anak panah berwarna biru lalu menyodorkannya kepada Zahra,”Buatmu…”
Zahra terkejut namun buru-buru menolaknya. Akan tetapi Mas Indra sedikit memaksananya, dengan ragu Zahra menerima tas anak panah itu.
“Te—terima kasih! Tapi kenapa Mas Indra memberikan ini kepadaku?” Tanya Zahra merasa tidak enak hati.
Dengan santai pemuda itu menjawab,”Bukan apa-apa, aku punya banyak di rumah. Jadi aku memberikannya kepadamu, semoga tas itu bermanfaat untukmu!” Sahut Mas Indra mengulurkan tangannya ke atas kepala Zahra lalu mengelusnya kemudian berjalan melewati gadis itu, tubuh Zahra seketika tersentak saat merasakan pucuk kepalanya di elus oleh pemuda itu membuat ia langsung memutar tubuhnya dan terpaku di tempatnya berdiri menatap punggung Mas Indra yang mulai menjauh. Di tatapnya tas itu dengan pandangan tidak percaya sekaligus senang bukan main lalu kembali mendongak melihat punggung Mas Indra yang kian menjauh dan menghilang dari kelokan jalan, lantas gadis itu segera memasukan tas anak panah itu ke dalam tas lalu cepat-cepat pulang ke rumah sebelum hari semakin sore.