Read More >>"> MAMPU (Bohong) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - MAMPU
MENU
About Us  

Cengeng! —Andira

⋇⋆✦⋆⋇

Aku menenaminya untuk menangisi kepergian seseorang. Dia yang sekarang sesegukan di depan makam sahabatnya dengan ungkapan-ungkapan sesal yang begitu manis dan penuh kejujuran. Andai saja Anan mendengar ini dalam hidupnya meski sekali saja, aku yakin sensasinya jauh lebih mendebarkan ketimbang dia yang menyatakan suka padaku.

"Bersahabat dengan lu adalah hal yang menyenangkan, Bro."

"Bahkan gue belum sempat memanggil lu dengan sebutan Anan."

"Ini salah gue. Kalo aja malam itu kita lebih hati-hati, pasti kecelakaannya enggak bakal terjadi."

"Apa pantas gue hidup, Anan? Rasanya gue sudah jadi orang paling jahat di dunia ini, gue yang bikin lu pergi. Maafkan gue, Anan."

Meski dengan gips yang melilit lengan kanannya, atau dengan keadaan kaki yang pincang sebelah, bahkan juga luka di wajah yang belum kering. Jo mengancam Bunda Yohana untuk bunuh diri jika dia tidak segera dipulangkan dari rumah sakit. Setidaknya untuk memenuhi hasrat agar mendatangi Anan ke tempat ini, di mana tepat setelah dua jam acara pemakaman selesai, aku baru datang bersama Jo untuk menenangkan kekesalannya terhadap sang ibu. 

Jo benar-benar marah hari ini, marah pada semuanya. Dokter, Bunda Yohana, Mama dan juga diriku. Tadi dia sempat mogok bicara karena menganggap kepergian Anan bukan dijadikan kabar yang begitu wajib untuk sampai ke telinganya. Dia bilang semalaman menahan bimbang, sementara yang paling pertama tahu keadaan Anan setelah kecelakaan adalah dirinya. Padahal, bukan maksud Bunda Yohana melarang hal tersebut, ini demi kepulihan sang anak juga. 

Hingga hasil keras kepalanya berhasil kutangani ketika mampu meyakinkan ibunya bahwa Jo orang yang kuat. Justru menyakitkanlah baginya jika dibiarkan bersantai sementara Anan yang menjadi satu partner dalam kecelakaan mereka semalam sudah pergi lebih dulu. "Bunda enggak usah ikut, aku mau sama Andira aja." Itu yang dia bilang sama Bunda Yohana.

"Emang bisa? Kamu itu berat ...."

"Udah dipesankan mobil, Tante. Bisa aja." Sebenarnya aku tidak yakin ketika bilang begitu, dan terbukti di mana beberapa kali Jo mau mengajakku tersungkur untuk bisa sampai ke tempat ini. Meski dengan alat bantu berjalan yang hanya sebatang, dia sempat bilang sesal karena tidak minta dua saja tadi. 

Aku berkata padanya tidak apa-apa merepotkan, aku bersedia merangkulnya, menahan beban yang berat untuk bisa sama-sama ke sini. Tapi aku tak bilang untuk bersedia tampil menyedihkan di sini, meski rasanya agak curang kalau Anan menyambutku dengan ekspresi yang jauh lebih tabah. Jadi biar saja Jo yang melampiaskan semuanya, dia juga pasti tercurangi karena baru dikasih tahu dua jam yang lalu setelah acara pemakaman.

"Maafin gue, Andira." Jo tiba-tiba bilang begitu di tengah tangisnya, aku pun berjongkok hingga kami bersebelahan. "Maaf karena gue, Anan jadi mati. Harusnya sejak awal, dia enggak temenan sama gue," katanya.

"Jangan  bilang gitu, Jo. Nanti Anan sedih," tegurku.

"Seandainya, Dir. Seandainya dulu gue dan lu enggak temenan, pasti kejadian kayak gini enggak bakal terjadi." 

Aku tahu akan percuma menegur isi omongan Jondara, setidaknya di akan merasa puas sudah mengumbar hal itu meski dengan cara menyalahkan diri sendiri. "Berteman dengan lu bukan sesuatu yang bikin gue menyesal, Jo. Begitu juga Anan, dia sayang sama lu. Jadi gue harap ke depannya, lu enggak menyalahkan diri sendiri melulu." Sambil menatap batu nisan yang bertuliskan tanggal Wafat : 27 Juli 2023 di bawah nama Anan, aku pun tersenyum.

"Bahkan lu tetap terlihat ganteng, Anan," tuturku.

"Maaf Anandra, maaf." Jo semakin menangis, entah karena iri mendengar hal itu (bisa saja, kalau dalam keadaan normal, dia mungkin pundung seperti kemarin-kemarin), atau karena menyetujui ucapanku adalah sesuatu yang benar.

"Baik-baik di sana, Anan. Dan gue bakal baik-baik juga di sini," kataku lagi.

⋇⋆✦⋆⋇

Ketika hal yang melelahkan tak begitu asing di tubuhku, mungkin inilah waktu di mana kesempatan beristirahat telah tiba. Tepat setelah mengantar Jo pulang ke rumah, juga perlu beberapa waktu untuk membujuknya jadi anak baik-baik terhadap Bunda Yohana yang selalu mengkhawatirkan dia, akhirnya aku berada di rumah.

Kalau saja Mama tahu bahwa alas kaki yang kugunakan tak tersusun rapi di raknya, dia pasti akan meneriakiku nanti. Lagian ada hal yang membuatku tak bimbang mengenai hal tersebut, beliau pasti sibuk membantu Tante Ratna di sebelah, untuk acara doa. Jadi yang patut dikhawatirkan bisa saja kerusuhan Kak Novan si sekte pengganggu orang.

Tapi dia juga tidak ada di rumah, terbukti dari motor ninjanya yang berwarna seperti tubuh Minions tidak ada terpakir di halaman. Jadilah rumah ini hanya menampung keberadaanku sendiri.

Pertama, aku melewati dapur dan mengacuhkan niat mau minum minuman dingin. Padahal aslinya haus sekali sejak kemarin. Kedua, aku juga melewati kamar mandi di mana luaran tubuhku meronta-ronta minta dibersihkan, dari kemarin juga aku belum mandi. Dan terakhir, aku melewati kasur tidur untuk meningkatkan kecuekanku terhadap mata yang mengantuk, di mana itu pertanda bahwa aku juga tak ada tidur.

Di depan kusen jendela kamar, aku berhenti tapi dengan langkah yang merasa tak sampai. Rasanya ada dorongan untuk terus berjalan, tapi aku tidak tahu ke mana arahnya. 

Aku kebingungan.

"Andira dan Anandra nama yang bagus, 'kan? Kayak coba lu bayangkan di sebuah pesta pernikahan, dan ada nama kita berdua bersanding pake ukiran cantik yang menyala. Terus tulisannya Welcome to The Wedding of Andira & Anandra. Beuh! Bisa lu bayangin?"

"Bayangin elit, kabulinnya jangan pelit."

"Santai, pasti terkabul."

Mataku mulai berkaca-kaca. "Bohong," kataku kemudian.

"Lu punya tempat yang pengen banget lu datengin enggak, Dir?"

"Entah."

"Bagus deh. Soalnya gue punya banyak tempat impian, sehubung lu enggak punya tujuan semacam itu, gue enggak khawatir kalo kita bakal ribut mau ke mana duluan. Lu bakal ngikut ke mana aja, 'kan?"

"Asal sama lu deh, Anan."

"Oke."

Aku mulai sesegukan. "Tapi bohong," kataku lagi.

"Silahkan dipeluk yang lama, sebelum dimakamkan." Saat Tante Ratna bilang begitu, aku melakukannya dan mungkin menjadi orang terlama yang memeluk jasad Anan. Saat itu tubuhnya terasa hangat bagiku, meski sudah ditutupi oleh kain berwarna putih, aku masih mampu merasakannya.

Saat ini, semua jadi terasa berantakan dalam sekejap, aku runtuh bak bangunan yang sudah tua. Menangis sejadi-jadinya akan rasa kehilangan, tak berdaya di bawah kukuhan patah hati yang memintaku untuk segera mati. Kedua lututku sudah tak punya daya untuk bisa menjadi penopang, dan berakhirlah ragaku meringkuk di sudut kamar, bertelungkup dengan memeluk kaki.

Aku tak gila supaya mampu mendapatkan sesuatu yang adil, hanya saja semua terasa begitu sakit dan pedih. Apa yang telah terjadi begitu cepat dan singkat, bahkan di saat aku belum sempat mengutarakan manisnya sebuah pendapat. 

"Kenapa pergi, Anan? Kenapa ninggalin gue?" Penuturanku seperti efek pengeras suara yang rusak, bergetar dengan kepedihan yang menghantar, terus menggerogoti hatiku di saat ingin sekali bangkit tanpa gentar.

Sesakit ini ternyata.

Memang bukan Anan yang membuatku jadi sekacau ini, melainkan kepergiannyalah yang menghalau. 

Aku hanyalah Andira yang terbongkar-bangkir untuk Anan yang sesungguhnya tidak menjanjikan sesuatu buruk hingga kami harus segera berakhir.

Ajal begitu jahat.

"Baik-baik di sana, Anan. Dan gue bakal baik-baik juga di sini." Sekali lagi aku mengatakan itu, agar Anan percaya kalau aku sedang berusaha menjadi sosok yang mampu untuk menghadapi kenyataan ini.

S E L E S A I

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Behind the Camera
1616      578     3     
Romance
Aritha Ravenza, siswi baru yang tertarik dunia fotografi. Di sekolah barunya, ia ingin sekali bergabung dengan FORSA, namun ternyata ekskul tersebut menyimpan sejumlah fakta yang tak terduga. Ia ingin menghindar, namun ternyata orang yang ia kagumi secara diam-diam menjadi bagian dari mereka.
Nadine
5171      1291     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
785      430     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
2672      1219     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Pacarku Arwah Gentayangan
4172      1377     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Serpihan Hati
9857      1573     11     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
303      208     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
826      586     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
4401      1195     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...