Loading...
Logo TinLit
Read Story - MAMPU
MENU
About Us  

Kabarnya, ruang tengah rumah kami menjadi pilihan yang membuat tubuh Anan, Jo dan Kak Novan tidur di sana. Saat aku mengecek dari lantai dua, kulihat mereka sangat berantakan. Mama menyangui mereka dengan dua selimut, satu yang cukup untuk satu orang, dan satunya lagi punya ukuran besar buat dua orang. 

Namun, kulihat bagian Jo dan Anan tidak dibagi secara adil. Alias Anan mungkin ketiduran di atas sofa, tidak seperti Jo dan Kak Novan yang berada di atas kasur kecil yang sudah dijejerkan dengan rapi di lantai. 

Aku geleng-geleng melihatnya, dia cuma pakai sarung punya Kak Novan. Jadi aku mengambil selimut yang ada di kamarku dan berniat menyelimuti tubuh laki-laki itu. 

Pelan-pelan aku mendekatinya, lalu mulai menutupi bagian tubuh yang terbaring miring. Aku kemudian berjongkok di depan wajahnya, orang yang paling tampan sampai kapan pun ini sekarang milikku, wajahnya adem sekali. Enak dipandang bahkan secara awet-awet. 

Sampai suatu ketika, matanya terbuka memandangiku. Hampir aku terjungkal ke belakang kalau tangannya tak segera meraih tanganku. 

"Kenapa?" tanyanya dengan suara yang berat dan berbisik. 

Aku menggeleng. "Ganteng," kataku. 

Dia tersenyum. "Tidur sini," ajaknya seraya menarik tanganku. 

"Heh!" Aku berdiri dan menarik tangan, dan entah karena tersandung apa, aku jatuh ke lantai. 

Dengan hempasan yang kuat, juga mampu membuatku kebingungan kenapa jadi sesakit ini. Tapi semua hilang begitu saja saat aku melihat sekeliling. 

Di ruang tamu, tapi tanpa Anan dan juga Jo. Tubuhku juga ditutupi selimut, bahkan tanda-tanda makan seblak juga tidak ada. Aku melihat Kak Novan menertawaiku sambil main ponsel. 

"Mimpi apa lu?" tanyanya. 

"Hah?" Aku bangkit dan duduk di sofa. "Anan sama Jo mana?" tanyaku. 

"Beli seblaklah, masa lupa," jawab Kak Novan. 

"Lho? Bukannya sudah?"

Kak Novan memandangi sebentar, lalu dia tertawa lagi. "Sampai kebawa mimpi ya  saking pengennya makan seblak?" tanya. 

Aku menggeleng. "Enggak, enggak! Kita sudah makan, 'kan? Terus Kak Novan sama  ...."

"AHAHAHAHHA!" Kurang ajar, dia semakin menertawaiku. Hampir aku mau melemparinya pakai gelas yang ada di atas meja, gelas yang kurasa masih hangat dan baru kuminum seperempat saja. 

Sebentar, apa benar aku tertidur? 

Kak Novan masih betah menertawaiku, artinya hal itu memanglah benar. Kecuali saat Mama datang dari kamarnya sambil memegang ponsel, bahkan dia sudah pakai jaket. "Antar Mama ke rumah sakit, Bang!" katanya.

"Lah? Kenapa?" Kak Novan langsung berdiri, agak trauma dengar sebutan gedung itu.

"Kenapa, Ma?" Aku juga, tapi jauh lebih penasaran hingga berdiri di depan Mama yang sudah siap untuk bepergian.

"Tante Yohana dan Tante Ratna nelpon tadi," jawab Mama.

"Kenapa?" Sekarang Kak Novan berdiri di sebelahku.

"Jo dan Anan kecelakaan." Mama menjawab dan menyaksikan bagaimana dua anaknya kompak mematung.

Tapi hanya sebentar untukku. "Enggak mungkin, ini Anan baru aja balas ...." Seluruh tubuhku menegang ketika melihat isi layar ponsel, padahal sudah dengan yakin mau kuperlihatkan pada Mama, namun hasilnya justru sebuah pesan centang satu yang tak berbalas. "Tadi ada yang balas," cicitku.

"Jaga rumah ya ...."

"Enggak!" Aku menyela dan melempar ponsel ke lantai. "Adek mau ikut," katanya.

"Hujan, Andira." Mama terlihat sebal dengan tingkahku. "Kamu sama siapa ...."

"Adek bisa sendiri." Aku bergegas ke luar, mencomot helm dan memasangnya, lalu menyelimuti diri dengan jas hujan. Secepat dan seteratur aliran air terjun, aku akan tetap jatuh dan tak berhenti. "Ayo!" Mungkin Kak Novan ingin membiusku detik ini juga, sedangkan Mama hanya pasrah dengan keras kepala yang kumiliki.

***

Sisi kemanusiaanku mungkin tak separah drama korea yang akan berangkat tanpa atribut ketika mendengar seseorang kecelakaan. Aku juga hampir melakukan itu, namun ingat kalau saja sampai sembronoan pasti akan dikurung dalam rumah dan mati-matian menahan rasa khawatir yang terus menyakitiku bahkan sampai ke tempat ini. 

Sesuatu tak waras yang pernah kukomentari tentang drama korea adalah bagaimana seorang tokoh bisa kehilangan akal dan menerobos hujan tanpa helm dan juga jas hujan, lalu dia akan masuk ke rumah sakit dan mendatangi tokoh yang dikhawatirkanya. Jika akau melakukan hal serupa, yang ada bakal diusir pihak rumah sakit. Gembel mana yang tampil basah kuyup dan membuat lantai licin dengan tetesannya?

Kak Novan masih begitu lumrah untuk mengendalikan otak sebagai manusia normal. Kelakuannya laksana Shinchan hilang begitu saja malam ini, tapi aku tak punya waktu untuk melakukan pujian dengan isi pikiran berkecamuk tanpa kendali.

Jadi hal tergila yang masih bisa kutangani adalah hampir masuk dengan setelan jas hujan masih terpasang di badan. Bahkan bisa menjadi seorang Andiri yang natural ketika Kak Novan menahanku dan mengingatkan : "Helm, Dek. Sama jas hujannya!"

"Mama udah masuk, Adek enggak mau ditinggal!"

"Itu Mama masih ngobrol lho!" Kak Novan menahanku.

"Cepet!" Dan tanpa berpikir untuk membantunya sedikit saja, aku justru loncat-loncat kecil seperti orang kebelet buang air.

"Jangan ngegaduh banget." Dialah yang melepas atribut di tubuhku secara satu-satu, sedangkan aku melihat Mama mengobrol dengan perawat rumah sakit yang masih melakukan komunikasi untuk berbagi informasi.

Tubuhku jadi punya kekuatan ekstra setelah tidak pakai jas hujan dan helm, kutinggalkan Kak Novan dan mengiringi langkah Mama yang jalannya sama laju seperti menjadi pawang ayam kalau ada sesama jantan berkelahi. "Di mana?" tanyaku.

"IGD," jawab Mama.

"Apa kata dokternya tadi, Ma?"

"Udah, enggak usah banyak bicara. Mereka enggak bakal kenapa-kenapa."

Kuharap itu benar.

Semakin dekat kami dengan ruangan itu, terasa semakin sakit sesuatu di dalam dadaku sana. Bahkan ketika berhasil melewati pintunya yang besar, aku dan Mama seketika lemas melihat Jo terbaring dengan perban yang melilit-lilit di badan.

Ada yang didesain memanjang dari bahu ke jari-jari tangan, letaknya di bagian sebelah kanan. Lalu ada juga beberapa luka yang masih basah di area wajah —bagian kanan juga —hingga darah lembab yang menghiasi pipinya begitu cemerlang di saat malam begini.

Sang empunya tampak sadar secara sempurna untuk menyambut kami, tatapan mata Jo terlihat sangat segar untuk seukuran jam tidur manusia pada pukul sebelas malam. Juga yang paling luar ia tatapi adalah diriku.

"Aduh, Nak Jondara. Kenapa bisa jatuh ini kamu? Ya Allah." Mama mengelus puncak kepalanya dengan lembut, sedangkan aku hanya bisa menangis untuk menyadari kecelakaan kedua yang bisa saja menewaskan Jo kapan pun.

"Enggak apa-apa, Tante. Cuma keseleo dan luka kecil." Jo menunjukkan ekspresi wajah terbaik yang menurutnya bisa dibaca sebagai manusia tak kesakitan, padahal di mataku dia mirip Tom si kucing yang terjepit pintu.

"Untung aja Allah Subhanahu Wata'ala masih melindungi kamu, Nak. Alhamdulillah." Mama terdengar begitu tulus mengucapkannya, sampai-sampai beliau lupa kalau Jo itu agamanya Kristen.

Aku tergemap sebentar menatap sang empunya di seberang, sampai tersadar untuk menghapus buliran air yang keluar begitu deras, dan Mama masih saja tidak merangsang kode bermakna dari tatapanku. Mungkin Jo yang tahu, soalnya dia membalas genggaman tanganku.

"Jangan naik motor lagi, lu nebeng gue aja udah," kataku.

Jo mungkin mau tertawa, tapi dia hanya mengekspresikannya lewat genggaman tangan kami yang saling bertaut begitu kuat. Meski ada beberapa goresan luka di bagian tangan kirinya ini, dia membuktikan kalau yang sudah terjadi tidaklah separah itu. "Anan mana?" Kemudian dia membuat pertanyaan yang membuatku membelalak.

"Lah iya!" Aku menoleh kanan kiri. "Anan mana?" Kemudian aku teringat satu orang lagi, dan Mama juga baru menyadarinya.

"Permisi, atas nama Nak Anandra bagaimana ya, Mba?" Mama pun tanya pada perawat yang baru datang ke dekat kami, sepertinya mau memberi hasil laporan kondisi Jo kepada Mama.

Kami bertiga kompak menunggu, berbarengan saat raga Kak Novan baru bergabung dengan kami semua.

"Di ICU, Bu." Saat mendengarnya, aku lari lebih dulu dan melepas tangan Jondara yang sebelumnya masih terasa erat digenggamanku.

tbc;

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
TAKSA
406      316     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Aku Bilang, Aku Cinta Dia!
534      359     1     
Short Story
Aku cinta dia sebagaimana apa yang telah aku lakukan untuknya selama ini. Tapi siapa sangka? Itu bukanlah cinta yang sebenarnya.
Seharap
7935      2692     2     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...
Satu Nama untuk Ayahku
8626      1824     17     
Inspirational
Ayah...... Suatu saat nanti, jikapun kau tidak lagi dapat kulihat, semua akan baik-baik saja. Semua yang pernah baik-baik saja, akan kembali baik-baik saja. Dan aku akan baik-baik saja meski tanpamu.
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1357      893     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Serpihan Hati
11529      1932     11     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
Secret Melody
2290      807     3     
Romance
Adrian, sangat penasaran dengan Melody. Ia rela menjadi penguntit demi gadis itu. Dan Adrian rela melakukan apapun hanya untuk dekat dengan Melody. Create: 25 January 2019
Story Of Chayra
13288      3274     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
For Cello
3119      1057     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Aku Menunggu Kamu
170      150     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing