"Kalau bukan di dunia, mungkin di surga nanti aku dan dia bisa bersatu."
********
Tanpa sadar, mereka berdua sudah terlelap dalam tidur. Perlahan, sang surya terbit dari ufuk timur, cahaya terangnya perlahan merambat menerangi seisi langit. Mata Genandra memicing akibat kilauan sinar matahari tersebut.
"Sudah pagi," gumam Genandra memandang langit kembali cerah, jam tangannya menunjukkan pukul lima pagi.
"Akira Akira, sudah pagi, bangun!" panggil Genandra menepuk-nepuk pelan paha Akira yang masih tertidur pulas di bahu kanannya.
"Akira!" panggil Genandra sekali lagi.
"Ak-" ucapan Genandra seketika berhenti, setelah memegang tangan Akira yang terasa sangat dingin seperti es batu.
Manik matanya seketika membulat, degup jantungnya berdetak kencang. "Akira lo kenapa?" panik Genandra menempelkan punggung tangannya pada dahi serta pipi Akira, semuanya dingin dan pucat.
"Ga-gak mungkin!" batinnya terkejut bukan main, setelah mengecek denyut nadi pergelangan tangan Akira yang sudah tidak lagi terasa.
"Akira bangun!" pinta Genandra terus menerus menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu, dia masih berusaha untuk membangunkan Akira. Akan tetapi hasilnya tetap saja sama, Akira diam, menutup matanya seperti orang tertidur pulas.
"Lo gak mungkin meninggal kan Ra? Lo gak mungkin ninggalin gue kan?" tangis Genandra dengan kepala Akira berada di pangkuannya.
"Bangun Ra, plis jangan tinggalin gue, gue sudah mulai bisa lupain trauma gue Ra, gue sudah mulai cinta sama lo."
"Bangun Ra! Bangun sebentar aja, buka mata lo, gue mau bilang kalau gue cinta sama lo. Itukan yang lo mau?"
Penyesalan selalu ada diakhir. Genandra hanya bisa memeluk dan menangisi raga tidak bernyawa itu, semuanya sudah terlambat, akhirnya Genandra telah kehilangan orang yang dia cintai sekali lagi untuk yang kedua kalinya.
Genandra cepat-cepat menelpon Adiknya—Viola, agar menjemput mereka berdua di sana dan segera mengantarkan Akira menunju rumah sakit.
********
-Rumah sakit Melati.
"Terima kasih Genan, sekarang tugas kamu sudah selesai," ujar Arzan kepada Genandra yang tengah duduk di kursi tunggu.
"Maksud lo apa hah! Kenapa lo gak jujur aja sama gue kalau Akira sakit!" bentak Genandra mencengkram erat kerah baju Arzan.
"Untuk apa?" balas Arzan santai, melepaskan tangan Genandra dari bajunya. "Walaupun gue jujur, lo sendiri gak bakal percaya. Karena waktu itu lo benci banget sama Akira," sambung Arzan.
"Sudah gue bilang, Akira itu gadis spesial, dan lo akan tahu setelah masa lima belas hari selesai."
"Seperti janji gue dari awal, mulai sekarang Akira gak bakal ganggu hidup lo lagi, sekarang lo sudah bisa hidup bebas."
"Sekali lagi terima kasih Genan, sudah mau memberikan kebahagiaan kepada Adik gue Akira, walaupun itu palsu," pungkasnya lalu pergi meninggalkan Genandra begitu saja.
"Sekarang Kakak sendirian Dek, Kakak sudah gak punya teman lagi di rumah," batin Arzan tersenyum kecut.
Selanjutnya, pemakaman Akira dilaksanakan. Semua orang datang menghadiri acara pemakaman tersebut, termasuk siswa-siswi teman sekelas Akira, terutama Hari sebagai sahabatnya, dia tidak pernah menyangka kalau teman baiknya itu akan pergi secepat ini.
********
Di kediaman Akira, tidak sama seperti biasanya yang selalu ramai akan obrolan dan canda tawa antara Arzan dengan Akira. Sekarang sunyi, bahkan yang biasanya Arzan selalu memasak makanan untuk mereka berdua. Sekarang, dia lebih memilih untuk makan mie instan saja.
Arzan merasa tidak nafsu untuk melakukan segala hal, hanya tidur dan makan saja yang dirinya lakukan setiap hari. Akhir-akhir ini dia juga sering bolos kuliah.
Arzan termenung, duduk sendirian di ruang tamu sambil memandangi sebuah bingkai foto sang Adik. Ya, hanya itu rutinitas Arzan di pagi hari.
"Dek, rumah sekarang sepi gak ada kamu. Sekarang kamu pasti sehat kan, sudah gak nahan sakit lagi," ucap Arzan sendu.
"ARZAN AKIRA, KAMI PULANG!!!" terdengar suara teriakan dari arah pintu rumah, ternyata itu berasal dari kedua orang tuanya yang baru saja pulang dari luar kota.
"Hm, mereka pulang Dek," gumam Arzan tersenyum smirk, lalu menaruh kembali bingkai foto tersebut pada tempatnya.
"Bunda sama Ayah sudah pulang," sambut Arzan melihat kedua orang tuanya yang sudah lama tidak pulang ke rumah, mereka kembali dengan membawa oleh-oleh yang sangat banyak.
"Wah anak Bunda sudah besar banget sekarang, maafin Bunda ya nak, Bunda sibuk kerja jadi harus meninggalkan kamu berdua di sini sama Akira," ucap Bunda Arzan.
"Cepetan panggil Adik kamu gih! Nih, Bunda sama Ayah bawain kalian berdua hadiah banyak," titah wanita itu sudah tak sabar untuk bertemu dengan putrinya.
"Akira gak butuh itu Bun," balas Arzan membuat kening mereka berdua berkerut.
"Maksud kamu apa nak? Akira masih sekolah?" balas Ayah Arzan bertanya.
"Akira gak butuh hadiah yang kalian bawa, Akira cuman butuh bunga di rumah barunya," ujar Arzan lalu berbalik badan kembali masuk ke dalam kamarnya.
********
Sore ini, langit tengah menyuguhkan keindahannya. Jingga bercampur kuning keemasan, terlukis begitu cantik di angkasa. Burung-burung berkicau, mengepakkan sayapnya bebas di hamparan sang swastamita.
Seorang laki-laki duduk sendirian di dekat tepi danau, beralaskan padang rumput hijau membentang, manik matanya menatap sendu menerawang jauh ke depan sana.
"Haah," Genandra membuang napas panjang, lalu menoleh ke arah sisi kanan, memegang tempat kosong di sebelahnya yang masih terasa hangat.
Hari itu masih meninggalkan bekas di dalam ingatan Genandra, yang sampai saat ini belum bisa ia lupakan.
"Terima kasih Akira," ujar Genandra tersenyum simpul.
"Terima kasih, sudah mengajarkan gue apa itu arti cinta yang sesungguhnya."
"Gue berjanji, kalau suatu hari nanti lo bakal datang lagi dalam diri wanita lain. Gue janji, tidak akan membiarkan lo pergi."
Dua kali Genandra ditinggal pergi oleh perempuan yang ia cintai, dan untuk yang kedua kalinya juga dia tidak bisa memberikan mereka kebahagiaan yang seutuhnya.
"Dunia itu misteri, kita tidak pernah tahu kapan orang yang kita sayangi akan pergi. Selagi ada kesempatan, manfaatkanlah hal itu dengan baik."
-TAMAT-
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda