-Grup whatsapp GOA-
Novan:
"Hallo guys!"
Novan:
Mengirim foto~
Alam:
"Dih, kenapa lo Van? Dahi pake ditempel begituan."
Novan:
"Gue sakit Lam, gak peka banget sih lo jadi orang!"
Alam:
"Halah gaya lo, bilang aja tadi lo sengaja gak masuk sekolah biar bisa menghindar dari pelajarannya Bu Gina, tadi kan waktunya ulangan."
Novan:
"Gue beneran sakit Alam, gak percaya lo?"
Alam:
"Ya enggaklah, itu lagu lama lo Van, mana ada orang sakit malah main handphone."
Novan:
"GUE SAKIT PANAS ALAM, BUKAN KOMA!!!"
Genandra:
"Hm."
Novan:
"Huwaa Genan, Om Alam jahat sama Novan. Dia gak percaya kalau gue sakit, hiks."
Alam:
"Umur gue masih tujuh belas tahun ya, jangan main panggil Om! Dasar Kakek Novan."
Novan:
"Mbah Alam."
Alam:
"Buyut Novan."
Novan:
"Moyang Alam."
Alam:
"Lo bisa diem gak sih!"
Novan:
"Lo yang mulai duluan!"
Genandra:
"Berantem kok di whatsapp, di lapangan dong, entar gue bawain celurit sama pistol."
Novan:
"Guys, ke rumah gue yuk! Mumpung sepi, bentar lagi orang tua gue mau keluar, jadi gue di rumah sendirian."
Alam:
"Ada makanan gak? Entar cuma air putih doang."
Novan:
"Lo berdua lah yang bawa, masa gue. Gue udah sediakan tempat, gantian kalian yang beli makanan."
Alam:
"Tamu adalah raja, lagian lo sebentar lagi kan mau jadi calon."
Novan:
"Calon apaan?"
Alam:
"Calon babu."
Genandra:
"Udah, gue aja yang bawa makanannya hitung-hitung buat jenguk si Novan juga, dia kan lagi sakit. Lam, lo yang bawa minum ya!"
Alam:
"Oke."
Novan:
"Hiks makasih dua besti ku, tenang aja di rumah gue juga ada es sirup kok, sama cemilan di kulkas, kalau kurang masih ada cadangan."
Genandra:
"Oke, kalau begitu gue sama Alam siap-siap mau ke rumah lo."
Novan:
"Oke."
********
-Ruang tamu.
"Novan, Mama pergi keluar dulu ya sama Ayah, kalau di rumah ada apa-apa telepon langsung ke Mama. Nanti secepatnya kita pulang," ujar Mama Novan.
"Iya Ma, kalian berdua hati-hati ya! Gak perlu khawatir aku di rumah, aku baik-baik aja kok," balas Novan agar mereka tidak perlu merisaukan keadaannya.
"Sebenarnya kita berdua juga terpaksa sayang, harus ninggalin kamu waktu sakit begini. Tapi Tante kamu di sana lagi hamil mau lahiran, dia butuh Mama sekarang," cemas Mama Novan karena harus meninggalkan putranya sendirian.
"Iyah Ma enggak apa-apa kok, Novan bukan anak kecil lagi. Oh ya ma, habis ini temen-temen Novan mau dateng ke sini, boleh kan?"
"Siapa? Genandra sama Alam? boleh kok Ayah beri izin," sahut Ayah Novan.
"Makasih banyak Yah," jawab Novan senang.
"Iya, ini Ayah kasih kamu uang, mungkin aja nanti kalian laper mau beli sesuatu," tambah Ayah Novan memberikan selembaran uang berwarna merah dengan nominal satu juta.
"Yah, banyak banget uangnya, kalian perginya cuman sebentar kan?" balas Novan sambil menerima uang tersebut.
"Iya cuman sebentar, palingan nanti malam pulang," jawab Ayah Novan.
"Tapi ini uangnya?" Novan masih bingung harus digunakan apa uang sebanyak itu, padahal mereka hanya pergi sebentar, tapi meninggalkan uang sebanyak itu kepada dirinya.
Nasib menjadi anak laki-laki tunggal kaya raya, Novan memiliki orang tua yang sangat kaya dan memegang beberapa perusahaan. Jadi tidak heran, kalau Novan sangat dimanjakan oleh mereka.
Apa hal ini membuat laki-laki tampan berlesung pipi itu memiliki sifat sombong? Tentu saja tidak, malahan Novan berpenampilan sederhana dan tidak terlalu berlebihan.
Dia lebih nyaman menggunakan kaos polos, Hoodie, serta celana pendek daripada memakai baju bermerek terkenal dengan harga yang fantastis.
"Kita berangkat dulu ya sayang, kamu jaga diri baik-baik di rumah," ujar mama Novan dan mulai berjalan pergi keluar rumah bersama Ayah mengekor di belakangnya.
"Iya Ma, kalian berdua hati-hati ya, titipin salam Novan buat Tante," Novan melihat orang tuanya masuk ke dalam mobil, dan melaju melewati gerbang rumah.
Beberapa menit kemudian, selepas kepergian orang tua Novan terdengar suara ketukan pintu rumah, sambil berlari-lari kecil Novan segera membukakan pintu tersebut.
"Eh, kalian berdua udah dateng, cepet banget," kaget Novan melihat Genandra dan Alam dibalik pintu rumahnya, mereka berdua datang dengan membawa dua kantong kresek berisi makanan.
"Sakit apa lo, badan kuat begitu, alasan," cibir Alam.
"Lo jangan bikin gue marah ya Lam, ya udah yuk masuk, kita ngobrol di dalem aja," balas Novan malas meneruskan pertengkarannya, lalu mengajak mereka berdua masuk ke dalam rumah.
********
Keesokan harinya, Arzan yang sedang membuat secangkir teh hangat di dapur, melihat Akira keluar dari dalam kamar yang sudah siap memakai baju seragam sekolah.
"Akira mau ke mana?" tanya Arzan.
"Mau sekolah," balas Akira.
"Enggak, hari ini kamu gak boleh sekolah. Besok aja, kamu baru keluar dari rumah sakit harus istirahat," ujar Arzan.
"Tapi Kak, kalau aku hari ini gak masuk, nanti makin tambah banyak ketinggalan materi pelajarannya."
"Kesehatan kamu lebih penting Dek."
"Nanti kalau Akira gak naik kelas gimana?"
"Hah, ya udah kamu cepet sarapan sana, Kakak mau panasin motor," balas Arzan hanya bisa pasrah.
"Oke."
Akira pun segera memakan sarapan yang sudah disiapkan di atas meja, lalu meneguk segelas air putih hingga tandas dan pergi ke depan rumah untuk menemui Arzan yang sudah siap untuk mengantarkan dirinya ke sekolah.
"Sudah?" tanya Arzan kepada Akira yang sudah naik ke atas motor.
"Sudah," jawab Akira.
"Kok gak jalan-jalan sih Kak? Kalau diem terus kapan sampainya?" tanya Akira kepada Arzan yang belum juga menjalankan sepeda motornya.
"Kamu lupa Dek?"
"Lupa? Emang aku lupa apa?" balas Akira tidak mengerti maksud dari sang Kakak.
"Kamu belum pegangan Dek, nanti jatuh, ayo pegangan!" titah Arzan, namun Akira tidak dapat langsung menuruti kemauannya.
"Ta-tapi kak," balas Akira gugup, padahal dulu waktu ia kecil tanpa diminta pun langsung memeluk pinggang Arzan.
"Kenapa? Malu? Sama Kakak sendiri ngapain malu."
"Sudah, mana tangannya," Arzan langsung menggapai tangan Akira dari arah belakang, dan menaruhnya di kedua sisi pinggangnya.
"Pegangan yang erat ya," sambung Arzan, lalu berangkat menuju ke sekolah Akira.
Di sepanjang perjalanan, jemari tangan Akira memegang pinggang Kakaknya, walau agak canggung hatinya tetap merasa senang.
"Akira beruntung mempunyai Kakak seperti Kak Arzan," batinnya tersenyum simpul.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda