-Ruang OSIS.
Hari ini tengah diadakan rapat secara mendadak, seluruh anggota OSIS mulai dari kelas sepuluh sampai sebelas diminta untuk menghadiri rapat tersebut. Genandra sebagai ketua, memimpin jalannya rapat dan membagi tugas kepada tiap-tiap anggotanya.
"Gue sudah bagi semua tugas kalian di sini," ujar Genandra menunjuk ke arah papan putih yang sudah tertulis nama-nama anak yang terbagi menjadi beberapa kelompok.
"Setiap kelompok terdiri dari dua anak, di papan sudah gue tulis kelas mana aja yang harus kalian razia, kalau semisal nanti ada yang selesai duluan kalian langsung balik ke sini aja, dan kumpulkan semua barang-barangnya di atas meja."
"Paham?"
"Paham Kak," jawab mereka semua bersamaan.
"Kalau begitu, kalian boleh berangkat sekarang," Genandra menyuruh agar semua anggotanya segera melaksanakan tugas. Seperti biasa, dia selalu ditemani oleh Bintang—wakil ketua OSIS, mereka bertugas melakukan razia di kelas sepuluh IPS 3 dan dua belas MIPA 5.
"Ini bukannya kelas si cewek yang suka sama lo ya?" ujar Bintang baru menyadari, kalau kelas yang akan mereka razia adalah kelas yang ditempati oleh Akira.
Siapa sih yang gak kenal sama Akira? Walau bukan murid pintar yang menonjol di kelas maupun di sekolah, nama gadis itu kini terkenal di kalangan semua murid karena aksinya yang cukup dibilang nekat. Menembak si pangeran sekolah berkali-kali, sampai rela menahan malu karena berkali-kali juga ditolak di hadapan semua murid.
Ya, hati Akira bagaikan baja jika berhadapan dengan Genandra. Dia bukan gila, hanya saja sedang berusaha memperjuangkan cintanya. Manusia itu diciptakan berpasang-pasangan, dan Akira yakin kalau Genandra itu jodoh yang disiapkan oleh Allah untuk dirinya.
"Hm," deham Genandra malas untuk menjawab perkataan dari Bintang.
"Cie, apa lo sengaja ya pilih kelas dia biar bisa ketemu sama anaknya. Ah lo Gen, bisa aja. Lo diem-diem nakal juga ya ternyata," goda Bintang tak henti-hentinya mengganggu Genandra, ekspresi kesal yang Genandra ciptakan terlihat begitu lucu baginya.
Sekarang, Genandra dan Bintang sudah sampai di kelas sepuluh IPS 3, mereka berdua masuk ke dalam sana dan meminta izin terlebih dahulu kepada guru pengajar kalau akan melakukan razia di kelas tersebut.
Guru itu pun mengizinkan, lalu meminta kepada semua anak untuk berkumpul di depan papan, sekilas Genandra melirik ke arah bangku kosong di depan sana. "Dia gak masuk?" batin Genandra melihat tempat duduk Akira yang kosong.
"Kuy Gen, kita unboxing!" ajak Bintang dan dibalas anggukan olehnya.
Akhirnya razia pun dilakukan, Genandra dan Bintang mulai memeriksa satu persatu isi tas mereka. Bukan benda-benda membahayakan yang mereka temukan, melainkan lebih ke arah aneh tentunya.
"Ngapain dia bawa celana dalam?" gumam Bintang terkejut bercampur geli. "Mana masih basah lagi, jijik," Bintang menemukan benda keramat itu di dalam sebuah kantong kresek hitam yang terdapat di dalam tas salah satu anak.
"Gue ambil apa enggak ya? Masa beginian harus gue bawa sih," batin Bintang diambang kebingungan.
"ITU KOLOR GUE BANG, JANGAN DIBAWA YA!" teriak seorang siswa kepada Bintang, sontak membuat anak itu menoleh ke belakang.
"Ngapain lo bawa CD ke sekolah?" tanya Bintang kepada anak tersebut.
"Kemarin kelas kita habis renang Bang, pelajaran olahraga. Gue lupa keluarin itu dari tas," balasnya menjelaskan. "Jangan diambil ya Bang, baru beli soalnya."
"Lo malu-maluin sumpah!" bisik teman perempuannya.
"Biarin, punya gue ngapain lo yang sewot. Namanya juga lupa."
"Gen!" panggil Bintang kepada Genandra yang juga sibuk memeriksa tas-tas bagian bangku belakang. Genandra mengedipkan matanya sambil menggeleng pelan.
"Oke," Jawab Bintang mengerti akan kode yang Genandra berikan.
"Lain kali jangan diulangi lagi ya, kali ini aja gue kasih kesempatan," tutur Bintang dan beralih untuk memeriksa tas yang lainnya.
"Alhamdulillah, CD gue selamat," batin anak itu mengelus dadanya lega.
Sudah ada beberapa tas yang selesai Genandra periksa, kantong laki-laki itu kini berisi beberapa alat kosmetik perempuan, serta satu buah pisau lipat. Dia memang terkenal detail kalau soal merazia sesuatu, hingga laci meja pun tidak luput dari pemeriksaannya.
"Tunggu, ini bukannya," batin Genandra menemukan sisa bungkus obat kosong di dalam laci meja tersebut. Jenis obat itu nampak tidak asing baginya, Genandra seperti pernah melihatnya di suatu tempat.
"Kok bisa ada di laci meja Akira?" ternyata, bungkus obat itu sama persis seperti yang Genandra lihat kemarin waktu ia datang ke apotek, sama seperti yang laki-laki itu beli.
"Sebenarnya, dia sakit apa?" batin Genandra menautkan alisnya.
"Gen, udah belum? Gue udah kelar nih," suara dari Bintang membuat lamunan Genandra buyar.
"Iya, gue udah kelar," jawabnya, lalu meminta kepada semua anak-anak tersebut untuk duduk kembali ke bangku mereka masing-masing.
Genandra dan Bintang berpamitan kepada Ibu guru, dan lekas pergi dari kelas tersebut karena telah menyelesaikan tugas.
********
"Ri lo mau pulang bareng gue gak? Mumpung gue bawa motor," ajak teman sekelas Hari yang bersiap-siap untuk pulang, membereskan semua buku-bukunya di atas meja ke dalam tas.
"Thanks Rey, tapi gue lagi ada urusan sebentar nih, gue diminta datang ke ruang OSIS habis pulang sekolah," balas Hari.
"Ke ruang OSIS, ada urusan apa lo ke sana?"
"Gue aja gak tahu, mungkin disuruh ngambil barang gue tadi yang kena razia."
"Emang lo bawa apa?"
"Pisau lipat, salah punya Bapak gue lagi. Gawat kalau gak balik."
"Edan! Ngapain lo ke sekolah bawa pisau lipat Hari, mau bunuh siapa lo?" jawab Rey.
"Enggak ada sih, buat jaga-jaga aja, udahlah ya gue mau pergi ke sana dulu, bye," pamit Hari lalu berjalan menuju pintu.
"Gue nitip ambilin coklat gue juga ya! Buat Mas crush gue soalnya."
"Siap!" balas Hari berteriak dari luar kelas.
Dalam perjalanan menuju ke ruang OSIS, pikiran Hari terus berkecamuk, dia sama sekali tidak mengerti apa alasan dirinya dipanggil, Genandra yang meminta Hari untuk datang ke sana pun tidak menjelaskan apa tujuannya.
Hari sempat merasa takut dan berpikir untuk tidak menemui laki-laki itu, mungkin salah satu alasan Genandra memintanya untuk datang ke ruang OSIS sebab ia merasa marah, karena Hari telah berlaku kurang ajar kepada dirinya waktu itu.
Tapi mau bagaimana lagi, pada saat itu perlakuan Genandra dengan membuang coklat pemberian dari Akira dan membuat hati sahabatnya itu terluka, benar-benar membuat Hari tidak bisa mengontrol emosi.
Walaupun begitu Hari harus tetap datang ke sana. Kalau tidak, reputasinya sebagai pembully Kakak kelas akan rusak.
Hari menelan ludah, tenggorokannya terasa begitu kering sekarang. Dia sudah sampai di depan pintu ruang OSIS, tangannya merasa ragu hanya untuk mendorong pintu tersebut.
"Huh, tenang Hari, di mana jiwa keberanian lo hah?" batin Hari memarahi dirinya sendiri.
Terdengar suara decitan pintu terbuka, Genandra yang semula sibuk menulis sesuatu di buku tugasnya seketika berhenti.
"Duduk di sana!" titah Genandra menyuruh kepada Hari agar duduk di sebuah kursi di dekat tempat duduknya.
Hari menuruti perintah Genandra, mereka berdua duduk saling berhadapan sekarang. Selang beberapa detik suasananya terasa sepi dan juga canggung, Genandra masih sibuk mengerjakan tugas sekolah yang tadi diberikan oleh Ibu guru. Sedangkan di sisi lain, Hari tidak bisa berhenti memainkan kaki kirinya, dapat dikatakan anak itu sedang gugup sekarang.
"Gue minta lo datang ke sini karena gue mau tanya sesuatu," ucap Genandra membuka suara.
"Apa?" balas Hari.
"Lo tahu soal obat ini?" Genandra menaruh bungkus obat tadi yang ia temukan di laci meja Akira ke atas meja.
"Iya, itu punya Akira kan."
"Lo tahu dia sakit apa?"
"Enggak, cuman dia bilang kalau kepalanya lagi pusing dia selalu minum obat itu supaya sakitnya berkurang."
"Pusing? Lo tahu kan kalau ini obat keras? Mana ada orang pusing minum beginian, kebanyakan obat ini dikonsumsi untuk orang yang sakit parah," jawab Genandra tidak percaya.
"Ya mana gue tahu, yang sakit dia ngapain lo marahnya ke gue? Kalau mau tahu Akira sakit apa, langsung tanya aja sana sama anaknya."
"Gue jadi heran, waktu itu lo kesel sama temen gue cuman karena dia kasih lo coklat, main buang gitu aja lagi ke tembok. Heh Bang, lo pikir beli coklat gak pakai duit apa? Percaya yang orang kaya."
"Dan sekarang, lo panggil gue ke sini cuman buat tanya Akira sakit apa, ngelawak lo Bang?"
"Oke thanks, lo boleh keluar sekarang. Terima kasih atas waktunya," ujar Genandra malas beradu mulut dengan Hari.
"Pisau lipat gue? Gue datang ke sini juga pingin minta barang gue balik," pinta Hari membuka telapak tangan kanannya.
"Itu urusan lo sama guru BK, kalau lo mau barang itu balik, lo harus jelaskan dulu ke sana apa alasan lo bawa barang tajam ke sekolah."
"Tapi-"
"Lo paham aturan sekolah kan? Sekarang lo boleh keluar," potong Genandra sambil sibuk merapikan buku-bukunya.
Hari mengepalkan kuat-kuat kedua tangannya, dan pergi menuju pintu keluar bercampur perasaan kesal.
"Dan satu hal lagi," ucap Genandra membuat langkah Hari berhenti di ambang pintu.
"Budayakan sopan, terutama dengan yang lebih tua," tutur Genandra, lalu terlihat satu alis Hari terangkat.
"Haha, kalau yang tua aja gak bisa hargai yang muda, mana bisa gue bersikap sopan. Itu tergantung sama sikap kalian sendiri, kalau lo baik, gua bisa bersikap lebih baik lagi, dan juga sebaliknya," pungkas Hari lalu pergi meninggalkan ruang OSIS.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda