"Eh, Aura. Kok belum pulang?" tanya Alden mendekati Aura dan motornya. Mencoba terlihat biasa dan kenal dekat. Padahal baru pertama kali tatap muka saat menyerahkan tugas yang salah ambil.
"Nggak tau ni motor kenapa, tiba-tiba nggak bisa nyala," jawab Aura lesu. Memandangi motornya dengan wajah tertekuk. Sedih karena pulang terlambat. Pasti ibunya kepikiran.
"Kok aneh? Tadi berangkat gimana?" Alden sudah berdiri di samping motor putih Aura, melihat-lihat. Tersenyum dalam hati karena rencananya berhasil.
"Tadi masih bisa, kok."
"Bensinnya abis kali," ujar Alden akan membuka jok motor. Namun, gerakannya terhenti karena perkataan Aura.
"Nggak mungkin!! Lihat aja speedometernya. Tuh, tuh!! Bensinnya penuh," sengit Aura dengan wajah tidak bersahabat. Ia memang tidak mengerti perihal motor, tapi perkara bensin jangan ditanya. Selalu full. Jadi, wajar kalau Aura tidak terima dengan perkataan Alden.
"Lo telat bayar pajak kali."
"Apa hubungannya?"
"Ya biar lo bayar tepat waktu."
"Ngadi-ngadi."
"Atau lo gadai suratnya? Makanya dia ngambek?" Aura semakin melotot. Alden nyengir. "Oke, gue lihat dulu!!"
Alden memerhatikan motor Aura sejenak kemudian meminta kunci dan menyalakannya. Nihil, motor itu sama sekali tidak ada tanda-tanda menyala. Motor berwarna putih dengan logo satu sisi sayap itu masih diam tidak bergerak dan tidak berbunyi.
"Bisa, nggak?" tanya Aura was-was. Menggigit bibir bawahnya dengan rasa cemas.
Senyum Alden lebar ketika menghadap Aura. Laki-laki itu menggaruk rambut yang tertata rapi. "Emm ... gue telpon bengkel langganan gue aja, ya? Lo ... gue antar pulang. Besok kita ambil bareng, gimana?"
Aura melotot lalu meletakkan kedua tangan di pinggang. "Heh, jadi lo nggak bisa?" Alden mengangguk lucu. "Kenapa tadi sok-sok an bisa?" tanya Aura dengan gemas. Tangannya bergerak ingin mencakar wajah yang diakuinya sangat tampan saat dilihat dari dekat. Ia baru sadar ternyata Amel bohong tentang ketampanan Alden.
"Biar keren dikit, Ra. Masa iya, gue sebagai cowok langsung bilang nggak bisa. Kan, tengsin," jawab Alden sedikit terkekeh. "Gue telpon bengkel bentar. Lo tunggu sini."
"Lo tau nama gue?"
"Ra. Temen gue panggil lo 'Ra'. Ya, gue ikut."
Aura mendengus. Ia pikir Alden tahu namanya, hampir ia melonjak kegirangan, ternyata oh ternyata. Meski kesal ia tetap mengangguk menuruti perkataan Alden. Tidak ada solusi lain. Aura memandang punggung Alden yang menjauh dengan ponsel di telinga. Cowok itu berbicara dengan serius. Sedikit menggeram dalam hati. Kenapa motornya tiba-tiba tidak bisa menyala? Mau bersyukur karena ada yang menolong, tapi itu Alden. Si ketua osis yang tidak pernah bersitatap dengannya. Canggung sih, tapi Aura tidak punya pilihan lain. Masa iya, dia pulang sambil mendorong motor. Untung Alden ganteng.
"Bentar lagi orang bengkel datang. Kita tunggu sebentar sebelum gue antar lo pulang," ujar Alden yang membuyarkan lamunan Aura.
"Thanks." Aura tulus mengatakannya. Ia berdiri di samping motornya dengan Alden di depannya. Tidak ada yang duduk. "Tapi lo nggak usah antar gue pulang. Gue bisa pesan ojol atau angkot."
"Kenapa?"
"Maksudnya?"
"Kenapa lo nolak tawaran gue?"
"Gue takut ngerepotin lo."
"Ya kalo ngerepotin nggak usah setengah-setengah, Ra. Yang full sekalian. Biar nggak nanggung."
Aura mendengkus. Ia baru tahu ternyata Alden bisa bercanda juga meski garing. Berbeda jauh dengan perkataan temannya. Alden inilah, Alden itulah. Aura tidak menemukannya sama sekali. Ia jauh berbeda dengan Alden yang katanya teman-temannya.
Setelah itu tidak ada obrolan lagi diantara keduanya. Keduanya sibuk memegang ponsel dan mengutak-atiknya. Aura mengirim pesan pada ibunya bahwa ia terlambat pulang karena motornya mogok. Sedangkan Alden tidak sibuk apa-apa. Ia hanya bingung bagaimana memecah kesunyian yang ada karena cewek di sebelahnya diam.
Jujur saja ini adalah pertama kali Alden berurusan dengan perempuan. Sebelumnya ia tidak pernah terlibat apa pun dengan makhluk tuhan yang berbeda jenis dengannya. Kalau pun ada bukan hal rumit seperti ini. Ini semua demi memenuhi ego papanya. Demi kepuasan dan tidak mau dipandang sebelah mata. Demi misi rahasia yang tidak satu pun orang tahu.
"Eh, itu orangnya," kata Alden menunjuk dua orang laki-laki yang datang dengan satu motor. Ia menghampiri lalu berbincang sebentar dan berakhir membawa motor Aura yang didorong dari belakang.
"Ayo, gue antar pulang," ajak Alden ramah. Cowok itu membuka pintu untuk Aura yang membuatnya terkejut. Hanya diam belum memberi reaksi hingga lengannya digerakkan Alden. "Ra?"
"Eh." Aura gelagapan. Ia salah tingkah karena ketahuan melamun. Segera Aura masuk dan duduk di kursi depan samping Alden yang menyetir.
"Makan dulu, ya."
"Eh tapi--"
"Gue tadi cuman makan dikit pas istirahat. Mesti ngurusi osis dulu," jelas Alden tanpa diminta. Perlahan menggerakkan mobilnya keluar dari dalam sekolah.
"Sibuk banget ya, Al, jadi ketua osis. Hebat lo bisa pegang jabatan itu sekaligus jadi siswa teladan. Gue salut sama lo," puji Aura. Matanya tampak berbinar saat mengatakan hal itu. "Pasti sulit, tapi lo bisa menjalani itu semua dengan baik. Hebat. Selamat dan tetap semangat ya, Al."
"Namanya juga tanggung jawab. Lagian gue yang pilih hal itu, kok. Jadi, gue tau konsekuensinya," sahut Alden.
"Iya, sih. Tapi tetep aja, berat. Kayak otak mau meledak aja nggak, sih? Bayangin kita disuruh ngerjain dua hal secara bersamaan. Terus, prestasi dan tanggung jawab harus seimbang. Gimana tubuh lo?"
"Ya begini."
"Sehat-sehat, Al."
Hati Alden menghangat. Dari sekian banyak murid di tempatnya menuntut ilmu, baru kali ini ada seseorang yang memuji dirinya dengan tulus. Memuji bukan tentang ketampanan dan kekayaannya, bukan pula tentang prestasi dan segala hal yang ia miliki. Namun, tentang perjuangan, kerja keras, usaha dan pencapaiannya. Ia juga merasa dimanusiakan. Ditanya perasaan dan kehidupannya. Sial, Alden suka ucapan tulus itu.
"Hmm, thanks." Alden tersenyum tulus. Cewek di sampingnya ternyata berbeda. Benar kata Rendi, Aura bisa membuat nyaman dengan mudah.
"Hem? Sama-sama." Aura mengalihkan pandangan ke samping, melihat beberapa rumah makan. "Mau makan apa, Al?" Mereka satu angkatan. Jadi, wajar jika panggilan hanya menggunakan sebuah nama.
"Lo mau apa?"
"Gue cuma nemenin lo. Sebagai apresiasi atas kebaikan lo," papar Aura dengan mata menatap Alden. Tawa kecilnya menguar yang entah kenapa Alden suka. "Lagian nggak mungkin gue tetap ngotot minta pulang sementara lo kelaparan. Ya kali gue cewek nggak tau diri. Ditolongin bukannya terima kasih malah nggak tahu diri. Bukan gue banget."
Sebelumnya Aura tidak pernah bersinggungan dengan Alden apa lagi berbicara. Namun, karena kejadian motor mogok mau tidak mau Aura harus memutar otak membuat pertemuan kedua sekaligus perbincangan ini tidak canggung dan harus menyenangkan.
"Gue lagi pengen makanan berkuah. Soto ayam, mau?"
"Boleh."
Perbincangan tidak sampai sana. Aura membuat suasana menjadi menyenangkan. Ia terus berceloteh. Bercerita dari kanan ke kiri lalu berputar. Alden sendiri hanya menanggapi seadanya. Itu semua merupakan usaha Aura untuk menutupi rasa canggung juga berdebar karena berdekatan dengan Alden si ketua osis.
"Makasih buat tumpangan, traktiran dan bantuannya. Semoga gue bisa bales kebaikan lo," kata Aura melepas sabuk pengaman.
Aura tidak bohong tentang ucapannya. Ia bukan orang tidak tahu balas budi. Setiap kebaikan orang pasti sebisa mungkin ia balas dengan hal yang sama. Untuk hari ini sudah banyak kebaikan yang diberikan Alden padanya dan ia berjanji akan membalasnya suatu saat nanti.
"Jangan menyesal kalau suatu saat janji lo gue tagih." Meski Aura tampak bingung dengan perkataan dan nada bicara Alden yang terdengar serius, cewek itu tetap mengangguk yakin.
Kalau dipikir-pikir Alden baik juga. Maksudnya Aura tuh, Alden tidak seperti apa yang para cewek bicarakan. Katanya Alden itu cuek, dingin, tidak tersentuh, pendiam dan irit bicara. Buktinya tadi saat bersama Aura dia banyak bicara, hangat dan ramah juga. Mungkin mereka belum pernah bicara dengan baik pada Alden. Mungkin begitu. Aura tidak peduli. Dia berharap semoga setelah ini ia tidak lagi berurusan dengan ketua osis itu lagi.
"Ra," panggil Alden dengan suara tertahan. Menatap ragu. "Boleh minta nomor lo? Urusan motor," cicit Alden.
Sumpah demi apa pun, niat Alden meminta nomor Aura hanya urusan motor. Tidak lebih dari itu. Tidak ada modus juga. Kecuali untuk misi rahasianya.
"Ah iya, motor gue." Aura menepuk kening. "Mana ponsel lo."
Alden menyerahkan ponselnya dan membiarkan Aura mengetik nomornya di sana. "Besok ... lo sekolahnya gimana?"
"Naik ojol."
"Gue jemput."
"Eh??"
“Kenapa? Ada yang marah?” Alden mencoba menggali suatu informasi.
“Nggak, kok.” Aura tersenyum kaku. Menutupi jantungnya yang berdebar keras.
Million Stars Belong to You
434
220
2
Romance
Aku bukan bintang. Aku tidak bisa menyala diantara ribuan bintang yang lainnya. Aku hanyalah pengamatnya.
Namun, ada satu bintang yang ingin kumiliki.
Renata.
Lullaby Untuk Lisa
3529
1175
0
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa.
Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...
Hamufield
26020
2975
13
Fantasy
Kim Junsu: seorang pecundang, tidak memiliki teman, dan membenci hidupnya di dunia 'nyata', diam-diam memiliki kehidupan di dalam mimpinya setiap malam; di mana Junsu berubah menjadi seorang yang populer dan memiliki kehidupan yang sempurna.
Shim Changmin adalah satu-satunya yang membuat kehidupan Junsu di dunia nyata berangsur membaik, tetapi Changmin juga yang membuat kehidupannya di dunia ...
Game of Dream
1253
689
4
Science Fiction
Reina membuat sebuah permainan yang akhirnya dijual secara publik oleh perusahaannya. permainan itupun laku di pasaran sehingga dibuatlah sebuah turnamen besar dengan ratusan player yang ikut di dalamnya. Namun, sesuatu terjadi ketika turnamen itu berlangsung...
Negeri Tanpa Ayah
8606
1925
0
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
DAMAGE
2520
910
2
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat.
Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
4001
1518
8
Inspirational
(Keluarga/romansa)
Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala.
Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas.
Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut.
Apa aku ma...
Melawan Takdir
1666
807
5
Horror
Bukan hanya sebagai mahkota pelengkap penampilan, memiliki rambut panjang yang indah adalah impian setiap orang terutama kaum wanita. Hal itulah yang mendorong Bimo menjadi seorang psikopat yang terobsesi untuk mengoleksi rambut-rambut tersebut.
Setelah Laras lulus sekolah, ayahnya mendapat tugas dari atasannya untuk mengawasi kantor barunya yang ada di luar kota. Dan sebagai orang baru di lin...
REDAFFA (you are my new dream, my little girl)
241
196
1
Fan Fiction
Takdir ini pasti sudah menunggu sejak lama, bahkan sebelum kita saling bertemu. Entah itu takdir baik atau buruk kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Kita saling terikat satu-sama lain. Kau adalah diriku dan lebih banyak lagi. Kau adalah mimpiku yang baru, gadis kecilku.
Namaku Affa. Cita-citaku adalah menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas ternama. Perjalanan panjangku untuk menung...