— — —


Violin, gadis anti-sosial...Read More >>"> Coneflower (v i e r z e h n:: yourself) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Coneflower
MENU
About Us  

“Katakan padaku, haruskah kita mati bersama?”

 

 

————

 

Violin baru saja terbangun tidurnya. Matanya masih sedikit mengantuk, tatapannya mengarah ke sekitar. Sekarang dia tengah berada di kelasnya sendiri. Saat ini jam kosong, karenanya anak-anak cukup ramai di tempatnya sekarang. Violin menghela nafasnya, dia kembali melipat kedua tangannya lagi. Hendak menaruh kepala diantaranya, ingin kembali tertidur. Tetapi, tiba-tiba dua gadis mendekat ke arahnya. Itu Aneisha dengan Meifa di sampingnya. Violin menatap mereka berdua kebingungan. 

 

“Violin, mau ke perpus bareng?”

 

Setelahnya, Violin hanya bisa tercengang mendengar kata-kata barusan. Mereka bertiga berjalan bersama keluar kelas, melewati koridor-koridor kelas yang panjang. Violin bahkan terdiam sejenak saat merasakan hembusan sejuk dari lingkungan sekolahnya sendiri. Langkah Violin terhenti sejenak saat matanya menangkap sesuatu di depannya. Itu burung dara yang tengah bertengger pada sebuah pohon. Violin terpesona sesaat.

 

Aneisha menoleh ke belakang saat menyadari ada orang yang masih tertinggal di belakang. “Violin!”

 

Violin menoleh dan langsung menjawab panggilan tersebut. Setelahnya, dia berlari ke arah mereka berdua. Kemudian, mereka berlanjut untuk berjalan menuju perpustakaan. Violin menyadari jika ada banyak hal soal sekolahnya sendiri yang tidak dia ketahui. Dia mulai mengenal beberapa ruangan sekolah, dan menghafalkannya. Dahulunya saat MPLS, ada materi dimana diperkenalkan tentang fasilitas-fasilitas sekolah, bahkan juga mengunjungi fasilitas tersebut. Namun, karena tugas pada saat tour waktu itu, Violin tidak terlalu memperhatikannya.

 

Sesampainya di perpustakaan, mereka bertiga segera mencari tempat yang nyaman. Violin berjalan diantara rak-rak untuk mencari buku yang dapat dia baca. Matanya menangkap salah satu buku yang cukup menarik, Violin segera mengambilnya. ‘Gadis Penyendiri’ itu adalah nama dari judul buku tersebut. Violin membuka bukunya kemudian membacanya sesaat. Dia tersenyum kecil sembari menutup buku tersebut. Setelahnya, Violin berbalik lalu hendak berjalan kembali pada Aneisha dan Meifa.  

 

"Hei, Fa, kamu kenal Adit engga?" Aneisha bertanya pada Meifa. 

 

"Adit? Kelas apa?" 

 

"Sepuluh tujuh!"

 

Violin duduk diantara mereka. Ada perasaan aneh saat berada di samping mereka berdua. Rasanya seolah dirinya tidak sendirian. Bibir Violin melengkung kecil, tersenyum. Namun makin lama mendengarkan mereka, Violin malah berakhir tidak memahami apa yang mereka bicarakan. Dia merasa seolah terasingkan di tempatnya, kemudian tangannya membuka buku yang sedari tadi dia pegang. Setelahnya, dia larut dalam tulisan demi tulisan yang ada di dalamnya. 

 

Buku yang dia pegang sudah habis. Aneisha dan Meifa masih tengah berbicara hal yang tidak dia pahami. Kemudian, Violin beranjak dari tempat duduknya. Membuat Aneisha dan Meifa menoleh ke arahnya. 

 

"Mau kemana, Lin?" Tanya mereka bebarengan. 

 

Violin tersenyum tipis. "Aku mau cari buku." 

 

Setelahnya, Violin berjalan-jalan diantara rak-rak buku yang tinggi. Tangannya menjelajah buku-buku di rak, tetapi belum ada yang bisa menarik perhatiannya. Violin hanya terus berjalan dengan tangannya yang menyentuh buku dengan tatapan agak bosan. 

 

"Kau bosan?" 

 

Violin langsung menoleh ke depan. Raut wajahnya segera berubah setelah melihat Mytha tersenyum di depannya. "Mytha!" Panggilnya riang. 

 

Mytha tertawa kecil di tempatnya. "Kau merindukanku segitunya?" Violin menjawabnya dengan terus menganggukkan kepala. 

 

"Aku juga rindu kamu." Mytha menjawab pelan sembari mengambil tangan Violin. Lalu, menggenggamnya erat. 

 

Sekarang mereka berdua tengah berjalan-jalan diantara rak-rak perpustakaan. Ini adalah dunia milik Violin sendiri. Di dalam dunia miliknya sendiri, perpustakaan cukup remang-remang dengan sinar matahari yang menunjukkan sore hari. Tetapi, Violin hanya terus berjalan sembari membuka buku-buku, dan Mytha mengikutinya dari belakang. 

 

"Mytha, tangkap ini!" 

 

Violin melempar sebuah buku dan Mytha langsung menangkapnya. Mereka berdua tertawa sesaat karena sikap mereka barusan. Violin terus tersenyum saat berada di dalam ilusinya sendiri bersama Mytha. Berbeda dengan dirinya di dunia nyata, di dalam ilusinya sendiri dia sangat bahagia. 

 

Walaupun dia tahu dunia yang dia ciptakan sendiri adalah dunia kebohongan, tetapi Violin merasa lebih baik saat di sana. Bersama dengan Mytha di sisinya, dia sudah melintasi banyak negara dan kota bahkan desa yang pernah dia lihat dalam layar ponsel, menjadi tempat dirinya untuk berwisata di dunia ilusi. 

 

Dunia ilusi lebih baik dari kenyataan. 

 

Dan sekarang, Violin tengah bercanda ria dengan Mytha di hadapannya. Mereka berdua duduk diantara rak-rak buku, dan bersila di atas lantai yang beralaskan karpet. Di tangan mereka berdua, masing-masing terdapat buku. 

 

"Mytha, aku takut satu hal." Ujar Violin tiba-tiba. 

 

Mytha mempoutkan bibirnya kesal. "Kau ini ya. Kita baru saja bahagia udah overthinking lagi." 

 

Violin tertawa kecil karenanya. "Ya bagaimana ya... Aku sendiri juga bingung." 

 

Mytha mengganti ekspresinya dengan senyum tulus. "Jadi, apa yang kau pikirkan lagi?" 

 

Violin menundukkan kepalanya. "Kadang aku berpikir, aku benci penyakit yang mengidap dalam diriku." 

 

Mytha menatap ke depan. "Jangan dibenci." 

 

"Saat pertama kali merasakan gangguan kecemasan hidupku hancur. Lalu.. halusinasi dan delusional yang kambuh. Bahkan sekarang pun, aku kembali berdelusi." Violin memainkan jarinya sendiri yang memegang novel. 

 

"Aku takut tidak bisa membedakan nyata dan ilusi." Violin meremat kertas novel yang dia baca. Tatapannya melotot ke arah novel tersebut. Dia terus meremat sampai akhirnya kertas novel tersebut sobek. 

 

"Dokter bilang jika aku berhenti berdelusi, lalu menghilangkanmu. Aku bisa sembuh." Sebuah tetesan air mata jatuh dari pelupuk Violin. Mytha menoleh dengan tatapan terkejut. 

 

"Apa yang bisa kulakukan tanpamu, Mytha?" 

 

Mytha menghapus jejak air mata di sudut mata milik Violin. Dia tertawa miris. "Hey, sebegitu sayangnya padaku hingga kau terus menangisiku?" 

 

Violin mendongak, dia menatap Mytha cukup intens. "Kau orang yang berharga padaku. Kau sudah menjadi kakak, orang tua, rumah, semuanya bagiku." 

 

"Dan sepertinya aku sangat bergantung padamu, Mytha." Lanjut Violin dengan tawa miris. 

 

"Tidak ada orang yang memahamiku sebesar dirimu." 

 

 

————

 

 

Saat kau menginginkan seseorang dalam dirimu, kau hanyalah menginginkan dirimu sendiri. Dengan keberadaan orang lain dalam dirimu, dan kau percaya padanya, maka artinya kau mempercayai dirimu sendiri. Hal yang kau lakukan hanyalah ingin membuat dirimu sendiri makin bahagia. Walaupun berada di dunia yang tidak pernah ada. 

 

"Kau hanya punya dirimu sendiri untuk bertahan di keterpurukan hidup." Mytha tersenyum ke arahnya dengan tulus. 

 

Violin menyadarkan dirinya sendiri saat lamunan pikirannya kembali mengerumuni dirinya. Dia tengah berjalan di lorong tempat lesnya, lalu sampai di depan pintu kelas. Hari ini dia sedikit terlambat, karena itu dia memegang kenop pintu dengan gugup. Lalu saat dibuka, terlihat teman-teman satu les yang tidak terlalu dia akrab. Kemudian, dia melihat Cakra dan tertegun sejenak karena pemuda tersebut tengah tertawa. Lalu, dia menoleh ke samping, dan menemukan seorang gadis yang duduk satu bangku darinya, mereka berdua tengah saling bercanda. 

 

Violin masuk dan seperti biasa akan duduk di samping Cakra. Cakra menyambutnya dengan senang, itu pertama kalinya Violin melihat Cakra yang begitu bahagia. Dia sangat jarang memperlihatkan hal itu, bahkan pada dirinya sendiri. Cakra kembali untuk berbicara dengan gadis yang ada di sampingnya. Sekarang Violin bisa menduga bahwa gadis tersebut adalah anak baru dan teman sekelas Cakra. Violin menundukkan kepalanya, merasakan ada sebuah denyut di dadanya. 

 

Pelajaran pertama sudah dimulai. Sekarang adalah waktu untuk mengerjakan soal. Jika kelas akan sepi karena semua anak di sana fokus, maka hal itu salah besar. Bukannya sepi, anak-anak les akan ramai satu sama lain dan menggosip seperti biasanya. Violin melirik ke arah Cakra, seperti biasa pemuda berkacamata tersebut akan fokus mengerjakan soal. 

 

"Kra, Cakra." Panggil Violin. 

 

Cakra menoleh ke arahnya. "Apa, Lin?" 

 

Saat Violin hendak berbicara, tiba-tiba Cakra dipanggil oleh gadis di sebelahnya. Benar, gadis sekelasnya, namanya adalah Naya. 

 

"Kra! Kamu tahu cara nyelesain yang bagian ini engga?" 

 

Lagi-lagi Violin merasakan ada sebuah denyut di dadanya. Bahkan saat hendak mengajak bicara pada sahabatnya sendiri, ada orang yang tidak menginginkannya. 

 

"Bukannya ini dikali dulu ya? Kayaknya gini." Cakra mulai mengajari Naya. Naya mengangguk-angguk memahami apa yang dimaksudkan oleh Cakra. Sementara, Violin hanya makin memalingkan kepala. 

 

Mytha tiba-tiba muncul dan berjongkok di depannya, menatapnya khawatir. "Violin, ada apa? Kulihat mood-mu menurun sekarang?" 

 

Violin terdiam sejenak sembari menatap Mytha. Dia membuka mulutnya tetapi seketika dia mengubahnya dengan gelengan kepala. 

 

"Bukan apa-apa kok, Tha." Jawabnya. 

 

Mytha menatapnya intens. "Kamu cemburu?" 

 

Violin sedikit terkejut karena kata-kata Mytha. Lalu, dia menundukkan kepalanya. "Aku tidak cemburu atas hal seperti itu." 

 

Mytha melipat kedua tangannya di atas lututnya. Lalu, menyandarkan kepalanya di sana. "Aku tahu yang kamu maksud. Kau tidak ingin dia meninggalkanmu karena memiliki teman lain selain dirimu? Jadi sekarang kau takut karena dia terlihat akrab dengannya." 

 

Tangan milik Violin yang ada di atas meja mulai mengepal. Lalu, dia menundukkan kepalanya. "Teman Cakra bukan hanya aku." 

 

Tatapan Mytha begitu lunak ke arahnya. "Iya. Kamu harus tahu hal itu." 

 

"Tapi melihatnya akrab bahkan lebih bahagia bersama teman lain membuatku takut.."

 

Mytha hanya menatapnya. 

 

"Aku takut ditinggalkan.." Jawab Violin dengan menundukkan kepalanya. 

 

Langkah Violin terdengar menapaki tanah dengan pelan. Dia mendongakkan kepalanya. Netra matanya menemukan tubuh dua sejoli yang berjalan beriringan di depannya. Sekarang Violin, bersama dua sejoli Naya dan Cakra, serta Farel juga Kiki, tengah berjalan dengan jarak yang cukup berjauhan. Mereka hendak menuju warung nasi goreng yang dekat dari tempat les. 

 

Sejujurnya ini berawal dari Farel juga Kiki yang mengajak Cakra, lalu Cakra mengajak dirinya juga Naya. Violin tahu jika dia ikut mereka dia akan berakhir dengan berjalan sendirian. Lalu, netra matanya hanya dapat menatap dua punggung Cakra dan Naya yang berjalan bersama, hanya ada jarak seratus meter darinya. 

 

Selasa, 1 November 2022

 

Sebuah lagu mengalun dari earphone yang ada di telinga Violin. Hatinya terus berdenyut aneh saat lagu itu mengalun pelan dan tatapannya terarah pada Cakra dan Naya di depannya. Mereka berdua tengah saling berbicara, Violin bisa melihat Cakra yang begitu tersenyum lebar ke arah Naya. Pada akhirnya, Violin makin menundukkan kepalanya. 

 

"You drew stars around my scars

But now I'm bleeding.." 

 

Dada Violin makin berdenyut. Ada perasaan sakit dalam dadanya. Bukan, ini bukanlah sakit secara fisik. Perasaannya terluka. Seperti perasaan mengharapkan seseorang untuk kembali kepadanya. Tangan Violin meremat ponselnya sendiri sekarang dia paham akan perasaannya sendiri. 

 

"Kamu suka Cakra?" 

 

Violin yang hendak memakan satu sendok nasi goreng miliknya terhenti saat Mytha menanyakan hal tersebut. Dia menoleh, Mytha menatapnya lekat. Lalu, dia menoleh ke arah lain, Cakra ada di sampingnya, tengah makan nasi goreng. Namun, dia masih saling berbicara dengan Naya yang ada di depannya. Tatapannya juga beralih pada Kiki dan Farel yang ada di sebelah mereka, juga tengah saling berbicara. 

 

Hanya dirinya yang tidak diajak bicara sama sekali. Seperti orang pelengkap yang tidak dianggap. Bahkan jika dia tidak ada pun, semuanya akan tampak seperti biasa. Violin merasa dia seperti tidak diinginkan. 

 

"Violin.." Panggil Mytha pelan. 

 

Violin memejamkan matanya sesaat lalu menganggukkan kepalanya. 

 

"Iya, Tha. Sepertinya aku suka Cakra." 

 

Sekarang adalah perjalanan pulang dari warung nasi goreng menuju tempat les. Farel dan Kiki berjalan di sisi paling depan, lalu Naya masih bersama dengan Cakra, dan terakhir dirinya dengan Mytha yang tidak terlihat di sampingnya. 

 

Violin masih menatap intens Cakra dan Naya di depannya. Kemudian, dia mengangkat tangannya yang memegang ponsel. Selanjutnya dalam satu jepretan, dia sudah mengambil foto antara Cakra dan Naya yang berjalan di depannya. 

 

"Kenapa kamu foto?" Tanya Mytha di sampingnya. 

 

Violin menurunkan ponselnya kembali ke sisi tubuhnya. Lalu, dia menunduk dan tersenyum miris. 

 

"Aku akan mengingat hari ini sebagai hari yang menyakitkan bagiku." 

 

Violin mengangkat kepalanya. Matanya berkaca-kaca menatap dua punggung di depannya yang sudah berbelok menuju halaman tempat les. 

 

"Sepertinya nasibku akan sama saat aku menyukai Aden dahulu." 

 

Mytha menoleh ke arahnya. "Sama?" 

 

Violin membuka pintu les, lalu menyapa Kakak yang berada di meja resepsionis. Kakinya menapak pada lantai di tempat les. 

 

"Perasaanku akan bertepuk sebelah tangan, lagi. Karena seperti biasa, orang yang aku sukai pasti menyukai orang lain." 

 

Mytha mengikuti arah pandang Violin. Cakra dan Naya bahkan terus saling bercanda ria di lorong tempat les. Sampai akhirnya mereka sampai pada kelas dan pembelajaran kedua pun dimulai. 

 

Dalam sebuah cerita, terdapat awal lalu akhir. Hal seperti itu terjadi dalam beberapa hal, terlebih dalam sebuah hubungan. Hubungan akan memudar seiring dengan waktu. Jika dalam tahap awal hubungan antara dua orang bisa cukup dekat, maka mungkin satu tahun, dua tahun setelahnya, atau bahkan beberapa bulan ataupun hari akan memudar. 

 

Dalam sebuah hubungan juga terdapat sebuah akhir, akhir pertemanan, akhir hubungan sepasang kekasih, dan akhir dalam sebuah perasaan. Perasaan akan memudar, lalu menghilang seiring dengan sebuah waktu. Dan Violin percaya, akhir dari perasaannya adalah dengan memudarnya persahabatan dengan Cakra. 

 

Teman tidak boleh menyukai teman lainnya. Karena hal itu dapat mengganggu sebuah hubungan, dan berakhir dengan salah satu yang menghilang. Seperti akhir dari hubungan Violin dan Aden yang menjadi orang asing, maka mungkin Violin akan merasakannya pada Cakra. 

 

Dalam sebuah kehidupan pasti membutuhkan sebuah pengorbanan. Saat kita membeli sesuatu kita mengorbankan uang untuk diberikan pada penjual. Perasaan juga butuh pengorbanan, dan salah satunya adalah hubungan. 

 

Jika sedari awal hanyalah teman, maka jadilah teman, jangan menyalahi aturan. Menjadi orang asing yang seolah tidak pernah saling mengenal sebelumnya adalah hal yang menyakitkan. Itu akan lebih baik jika teman yang kamu sukai juga menyukaimu kembali. Lalu bagaimana jika tidak?

 

Maka kau sudah menyalahi aturan dalam sebuah hubungan. 

 

Violin tengah berada di kamar mandi, sendirian. Dia berjongkok di pojok kamar mandi. Lalu, menaruh kepalanya diantara kedua lipatan tangannya. 

 

"Aku benci people come and go. Kenapa mereka datang jika pada akhirnya melangkah pergi kembali?" 

 

Mytha yang juga berjongkok di depannya hanya dapat menatap Violin kosong. 

 

Violin menaruh kepalanya diantara lipatan tangannya. "Aku takut. Aku takut pada perasaan yang nantinya menyakiti diriku sendiri." 

 

Mytha hanya diam mendengarkan.

 

"Kenapa pada akhirnya aku menyukai dia?" 

 

Mytha membuka bibirnya. "Perasaan tidak ada yang tahu Violin. Lagipula, kalian juga sering bareng." Mytha memiringkan kepalanya dengan senyum kecil di wajahnya. "Kamu nyaman sama Cakra, bukan?"

 

Violin terdiam dengan wajah agak tertegun sejenak. Lalu, dia perlahan menganggukkan kepalanya. "Aku nyaman sama dia." Tetapi, dia membuang muka ke arah lain. "Tapi aku gamau punya perasaan ke dia." 

 

"Kau tidak bisa menahan perasaanmu sendiri." 

 

"Aku ingin menahannya." 

 

Mytha menutup mulutnya. Lalu, pada akhirnya dia beranjak dari tempatnya. Violin makin menyedihkan di tempatnya. Dia menaruh kepala di dinding di sebelahnya. 

 

"Setiap orang merasakan jatuh cinta adalah hal yang menyenangkan. Tetapi bagiku, jatuh cinta hanya mendapatkan rasa sakit. Aku benci perasaan ini." 

 

Mytha yang sudah berdiri hanya terus menatap pada Violin. 

 

"Jika nantinya hubunganku dan dia memudar, aku akan bercerita pada siapa? Dia satu-satunya temanku di dunia nyata." 

 

Mytha tersenyum tulus sembari memiringkan kepalanya. "Kau tahu satu hal yang selalu kau ingat Violin?" 

 

Violin membuang muka. 

 

"Jangan pernah.. mengharapkan orang di dunia nyata." Lanjut Mytha dengan intonasi yang cukup pelan, membuat Violin yang mendengarnya makin berdenyut. 

 

"Tapi.. terkadang sendirian itu mencekam, Mytha. Kau tahu keadaanku selama ini bukan?" 

 

Mereka berdua saling bertatapan dengan emosi yang tergambar di wajah masing-masing. 

 

"Terkadang, aku juga butuh seseorang." Lanjut Violin dengan senyum yang menyakitkan.

 

———

 

 

Sejak awal Desember adalah hari-hari yang cukup mencekam bagi sebagian murid di sebuah sekolah menengah atas. Ini dikarenakan mulai hari ini adalah pekan ujian semester satu. Violin dengan belajar dengan bekerja keras agar bisa mendapatkan nilai yang bagus. Dia berharap nantinya bisa diterima dalam perguruan tinggi jalur nilai rapor. 

 

Di hari pertama adalah pelajaran bahasa Indonesia serta pendidikan kewarganegaraan Indonesia. Saat ujian, sistem menggunakan e-learning, karena itu menggunakan ponsel. Violin bisa mengerjakan dengan lancar. Setelah selesai, dia segera men-submit, lalu keluar dari ruang ujian. 

 

Saat pulang sekolah, guru membocorkan nilai murni saat ujian tadi. Bukannya mendapat nilai yang bisa dibanggkan, justru nilai yang dia dapat jatuh ke bawah. Semua berawalan angka enam, sejujurnya tidak hanya dia, tapi sebagian besar berawal dengan angka enam ataupun lima. Masalahnya, nilai Meifa juga Aneisha berawalan dengan angka tujuh. Violin menggeram dalam hati, rasa iri memenuhi hatinya. 

 

Pada akhirnya, dia hanya dapat mematikan ponsel, lalu kembali belajar untuk mata pelajaran besok. Setelahnya dia mengerti, bagaimana Meifa dan Isha mendapatkan nilai yang lebih bagus. Selama ujian, Violin tidak menyadari jika banyak anak yang berbuat curang dengan membuka google. Dia percaya pada guru, jika itu bisa terdeteksi, tetapi anak-anak mengakalinya dengan menggunakan akun google yang lain. 

 

Dengan begitu tidak ada yang mendeteksi jika mereka berbuat curang. 

 

Saat pulang sekolah, Violin membuang buku-buku yang dia pelajari sendiri. Dia begitu dendam dan marah. Dia belajar dengan keras agar mendapatkan nilai yang lebih baik, tapi semua itu akan kalah dengan anak-anak yang berbuat curang. Violin benci semua itu, dia membenci Meifa dan Aneisha. Tangan Violin mengepal dengan kuat, dia harus berbuat curang agar dapat bisa mendapatkan nilai yang lebih baik dari mereka berdua. 

 

Saat di les pun, Violin berusaha agar tidak terlalu memikirkan Cakra yang semakin hari makin dekat dengan Naya, bahkan mengabaikan dirinya yang selalu duduk di sampingnya. Dia hanya terus berusaha dan berusaha agar lebih memahami materi lalu mendapatkan nilai yang bagus untuk ujian besok. Bahkan saat Cakra berbicara pun dia abaikan. Lalu saat les berakhir, Violin akan menjadi orang yang paling pertama untuk keluar dari kelas les. 

 

Hari ketiga ujian, Violin cukup puas karena sekarang nilainya sebanding dengan Meifa maupun Aneisha. Dia juga mulai berbuat curang, Violin menyadari jika sedari awal dunia tidak akan pernah adil. Karena itu, daripada mengharapkan hal yang tidak terjadi, dia memilih menjalaninya. Dengan begitu, dia tidak perlu kecewa yang cukup dalam pada dirinya sendiri. 

 

Pada saat ujian, Violin akan meminta jawaban pada Meifa yang kebetulan duduk di depannya karena absen mereka agak dekat. Lalu, saat Meifa yang bergantian bertanya padanya, Violin akan menyalahkan jawabannya. Violin tahu hal itu salah, tetapi dia butuh egois untuk mencapai impiannya sendiri. 

 

Setidaknya dia harus masuk dalam sepuluh besar. 

 

Selanjutnya, tiga hari lagi ujian akan selesai. Sekarang Violin tengah beristirahat bersama Meifa ataupun Aneisha. Setelah insiden contek-mencontek bahkan Violin juga menyalahkan jawabannya, mereka bertiga makin akrab. Seperti sekarang, mereka beriringan berjalan menuju kantin. Saat menunggu mereka berdua membeli jajan, Violin menemukan Cakra yang sekarang ditemani oleh pemuda-pemuda lain seusianya. Dan di sana, Cakra tersenyum dengan lebar menanggapi kata-kata teman-teman sekelasnya. 

 

Pada akhirnya, Cakra duduk bersama dengan teman-temannya. Tidak sendirian lagi seperti dahulu. 

 

Tanpa sadar, Violin membentuk lengkung di bibirnya. Ada rasa tenang di dalam hatinya saat melihat sahabatnya sekaligus orang yang dia suka sekarang tengah berbahagia. Cakra terlihat begitu nyaman berada diantara mereka. Walaupun tahu jika mungkin pemuda berkacamata tersebut hanya akan menjadi pendengar, tetapi setidaknya dia tidak sendirian. 

 

Setidaknya, sekarang dia sudah tidak sendirian. 

 

Tiba-tiba Aneisha dan Meifa sudah ada di sampingnya dengan mangkuk berisi bakso di tangan mereka. Violin tidak menyadari jika Aneisha dan Meifa sudah ada di sampingnya. Mereka berdua menyadari jika Violin tengah menatap ke arah seseorang. Lalu, Aneisha kepikiran sesuatu yang jahil. 

 

"Woi! Cakra!!!" Aneisha berteriak lantang hingga suaranya memenuhi kantin. 

 

Violin melotot terkejut, lalu menyadari jika Aneisha dan Meifa sudah ada di sampingnya. Lalu, dia menatap ke depan, dan menyadari jika Cakra beserta teman-temannya tengah menatap ke arahnya. 

 

"Cariin Violin tuh!!!" 

 

Wajah Violin memerah karena kata-kata Aneisha. Sementara, Meifa langsung menutup mulut Aneisha menggunakan salah satu tangannya, karena tangannya yang lain memegang mangkuk bakso. 

 

"Lin, kayaknya mending kita balik ke kelas deh. Nih anak, biar aku hajar habis ini." Ujar Meifa dengan senyum seperti pembunuh. 

 

Violin hanya tersenyum kecil. Lalu, dia hendak melangkah pergi jika saja tidak ada orang yang memanggilnya. 

 

"Violin! Ada apa?" Itu Cakra. Dia baru saja berlari ke arahnya. Dan sekarang berdiri di hadapannya. 

 

Violin menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Lalu, saat hendak membuka bibirnya, tiba-tiba ada teriakan dari samping. 

 

"Cie ciee!! Cakra Violin!!" 

 

"Kiw kiw! Couple goals seangkatan kita nih!!" 

 

"Dua orang yang selalu pacaran dimanapun!!" 

 

"Waduh! Dihampiri pacarnya nih! Perhatian banget!" 

 

Teriakan terakhir adalah dari suara Aneisha, dengan cepat Meifa langsung membekap bibir gadis itu kembali. Sementara, Violin memejamkan matanya sesaat karena merasa sangat malu di tempatnya. Cakra hanya terus menatap ke arah Violin dengan tatapan biasa. 

 

Tangan Violin terangkat ke atas, tetapi langkahnya terhenti sesaat. Pada akhirnya, tangannya yang terangkat kembali ke sisi tubuhnya lagi. 

 

"Bukan apa-apa, pergi sana bareng temen-temenmu." Ujarnya sembari tersenyum kecil. 

 

Lalu pada akhirnya, Violin berbalik lalu berjalan pergi keluar dari kantin. Suara teriakan dari teman-teman Cakra kembali terdengar, mengolok Cakra yang berakhir ditinggal sendirian olehnya. Violin berjalan beriringan bersama Meifa dan Aneisha di sampingnya, lalu dia melirik ke belakang sesaat. Cakra masih ada di tempatnya dengan menatap ke arahnya. Tetapi, Violin justru menatap ke depan kembali. 

 

 

 

 

 

 

 

To be continued

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selfless Love
3820      1111     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
HURT ANGEL
101      78     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
I Hate My Brother
339      237     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
After School
897      614     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Dialog Tanpa Kata
8806      3148     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Sunset in February
751      408     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Something about Destiny
109      93     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
SOSOK
77      68     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1006      395     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...
Gareng si Kucing Jalanan
5118      2526     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...