"Apa-apaan, lo?!"
Sahrul berteriak marah pada Gunay yang sudah menonjoknya.
"Di keadaan begini masih sempat-sempatnya, lo?! Gue gak habis pikir!!" Gunay balas berteriak. Tangannya masih terkepal erat dengan buku-buku jarinya yang memutih.
"Naif, lo!! Gue juga tahu lo pasti berpikiran sama, kan? Makanya sok jadi pahlawan depan cewek?!"
Tanpa menjawab, Gunay langsung melayangkan pukulannya sekali lagi.
Duagh
Satu tonjokan kini mengenai pipi kiri pemuda itu.
Gunay benar-benar diliputi amarah mendengar perkataan Sahrul, tangannya sudah bersiap untuk menonjok lagi namun Dimas menghentikannya dengan menahan kedua tangannya dari belakang.
Saat mereka bertiga mengelilingi gua tadi, Sahrul dengan tidak tahu malu mencari kesempatan dalam kesempitan dan mencoba menyentuh gadis tak berdaya itu. Saat itu pula Gunay yang melihatnya langsung berlari dan langsung melayangkan pukulannya. Dia memang tak pernah suka melihat hal menjijikkan seperti ini terjadi di hadapannya.
Melihat situasi yang makin tak terkendali, Dimas mencoba menangkap bahu Gunay dan menahannya.
"Lepasin gue, Mas! Gue mau ngasih pelajaran dulu sama cowok otak bokep ini!!"
"Tenang, Nay, Kita dalam keadaan darurat ini," kata Dimas mencoba menenangkan Gunay.
Gunay sejenak terdiam lalu menarik napasnya dalam, kemudian menghembuskannya dengan kasar.
Melihat Gunay yang sudah tampak tenang, Mirza jalan mendekat ke arahnya. Lalu berkata dengan datar, "Ada jalan keluar."
Pemuda itu tampaknya tak tertarik sedikit pun dengan permasalahan mereka barusan.
"Hm?" Gunay menoleh ke arahnya.
"Ada daun di dalam kolam."
Mendengar itu, mereka semua terdiam. Lalu seketika menyadari sesuatu.
"Ya! Di sini kan gak ada pohon!"
kata Dimas semangat.
Jika tidak ada pohon di dalam gua, maka hanya ada satu kemungkinan, daun-daun di kolam itu adalah daun dari luar gua yang terbawa oleh arus air. Yang berarti, ada saluran air di kolam itu yang mengarahkan keluar dari gua ini.
Lalu mereka semua berjalan mendekat ke kolam. Mingyan dibopong Gunay untuk berjalan. Sedangkan Sahrul berjalan di belakang mereka. Wajahnya gelap dan terus menatap sinis ke arah Gunay sambil terus memegangi pipinya yang masih terasa berdenyut.
"Daunnya juga masih segar," kata Mirza pelan, suaranya rendah hampir tidak terdengar.
Setelah mendudukkan Mingyan, Gunay berkata, "Pasti ada lubang di dalam air yang menghubungkannya ke luar gua."
"Tapi gimana kita tau kalo lubangnya itu cukup untuk dimasuki orang? Gimana kalo cuma seukuran pipa saluran air?"
Setelah Dimas berkata begitu, sekonyong-konyong gua itu berguncang, berguncang sangat kuat!
"Gempa, Nay!!" Dimas berteriak keras.
Mereka semua tampak linglung, batu-batu kecil mulai berjatuhan dari atap gua menimpa mereka. Tiba-tiba Dimas berteriak, "Awas!!"
Gunay seketika terdorong ke depan dan terjatuh ke tanah dengan kedua telapak tangan yang menopang. Begitu terkejut ketika seseorang mendorongnya dengan tiba-tiba.
"AARGGHH!"
"Dimas!!" Gunay sontak bangkit berdiri dan mendekat ke Dimas sambil gemetaran. Sangat ketakutan melihat kondisi Dimas mendengar betapa menyedihkannya erangan dia tadi.
Dilihatnya Dimas yang terus meringis kesakitan, sambil memegangi kaki kanannya yang berdarah.
Gempa sudah berhenti, namun erangan kesakitan Dimas malah makin menggema. Muka semua orang tampak pucat. Terkecuali Mingyan yang sedari tadi hanya diam dengan kesadaran yang hampir hilang.
Saat gempa tadi, sebuah batu besar hampir saja menimpa Gunay, namun Dimas yang melihat itu, langsung mendorongnya keras. Tetapi pada saat Dimas ikut menghindar, ia malah tersandung yang membuat kakinya tertimpa batu besar itu.
Gunay mendesis melihat keadaan Dimas, seolah-olah ikut merasakan rasa sakit Dimas juga. Dia merasa bertanggung jawab atas itu.
"Gak usah nangis lo cengeng!!"
"Hiks ... Dimas ...." Gunay memeluk Dimas, menyembunyikan wajahnya di bahu Dimas.
"Ihh ... lebay banget lo, mending lo renang sana ke dalam kolam, liat ada gak jalan keluar di situ, lo kan jago renang."
Gunay menegakkan tubuhnya lagi, termenung sebentar.
"Gimana bisa tiba-tiba ada gempa?"
"Wajar, hutan ini dekat dengan gunung merapi aktif." Mirza menjawab pertanyaan Gunay barusan.
Gunay diam lagi, lalu beranjak berdiri dan berjalan menuju kolam.
"Mau ngapain lo?"
Gunay menghentikan langkahnya, berbalik menatap Dimas.
"Renang." Lalu dia melanjutkan langkahnya lagi.
"Nay!!"
"Apa lagi?"
"Hati-hati."
Setelah Dimas berkata begitu, Gunay hanya menjawabnya dengan senyum simpul lalu langsung meloncat ke dalam air.
Satu menit ...
Dua menit ...
Hingga tiga menit kemudian, barulah sebuah kepala muncul di permukaan air.
Gunay berenang ke tepian lalu mencoba mengontrol pernapasannya. Setelah itu dia pun berbicara, "Ada!! Ada jalan keluar!" katanya dengan napas yang masih tersengal-sengal.
"Bisa di lewatin orang gak?" tanya Dimas dengan wajah bersemangat.
"Bisa! Dua sampai tiga orang sekaligus bisa lewat!"
"Nah, cepet bawa itu cewe keluar, dia dah lemes banget itu, bantuin dia renang." Dimas memerintah Gunay untuk membawa Mingyan yang kondisinya bahkan antara sadar dan tidak sadar.
"Lo gimana?" tanya Gunay menatap Dimas sendu.
"Selamatin aja dulu dia, baru lo datang lagi selamatin gue."
Gunay terdiam sebentar, tampak berat hati meninggalkan Dimas. Dia jelas tahu kalau Dimas tidak pandai berenang.
Akhirnya dia pun memutuskan bergerak, dia meminta gadis itu untuk menahan napas dan langsung membenamkan diri di dalam air. Detik itu juga Sahrul mengikutinya dari belakang.
Saat Mirza akan melompat ke air, tiba-tiba gua bergetar lagi.
Ada gempa lagi! Gempa yang bahkan lebih kuat dari sebelumnya!
Mirza seketika mundur dan menjauh dari kolam itu. Ia mendekat ke Dimas dan begitu saja langsung membopong pemuda itu.
"Kenapa?" tanya Dimas heran saat di tengah-tengah gempa.
Mirza diam tak menjawab, ia hanya semakin mempercepat langkahnya menjauh dari kolam.
Tak lama berselang, terdengar suara gemeratakan dari atap gua tepat di atas kolam itu.
Brrrr!!
Gempa berhenti, namun seketika, percikan air langsung menyebar ke seluruh penjuru gua. Beruntung Mirza sudah membawa Dimas menjauh dari kolam itu membuat mereka hanya terkena sedikit percikan air dan beberapa kerikil.
Saat gempa tadi, Mirza jelas melihat ada sebuah batu besar tepat di atas kolam yang tak lama lagi akan jatuh. Dan dugaannya benar, gempa membuat batu itu benar-benar jatuh dan mendarat di tengah kolam.
Ukuran batu yang besar membuat air di kolam itu hampir saja benar-benar habis.
"Makasih," ucap Dimas lirih.
Kini mereka berdua duduk dan bersandar di salah satu sudut gua. Hanya ada keheningan di antara mereka sampai Mirza beranjak dan mengambil sesuatu di dekat kolam itu.
Kemudian dia berjalan mendekat lagi sambil menenteng sebuah kantung di tangannya. Itu adalah kantung berisi tanaman herbal yang dia kumpulkan.
Dia mengambil sebuah batu besar berbentuk agak cekung dan mengambil satu lagi yang kecil berbentuk bulat.
Batu-batu itu ia letakkan di hadapannya kemudian tangannya beralih ke kantung itu. Mengambil tanaman di dalamnya dan meletakkannya di atas batu.
"Lo mau ngapain?" Dimas menatap heran orang di hadapannya ini.