"Seperti Bulan dan Mentari yang silih berganti. Di dunia ini, tidak ada Cinta dan Luka yang Abadi."
****
"Mama meninggal, Abang benci gue sejak kejadian itu."
Perkataan Kinar malam itu masih berputar di benak Vero. Malam itu Vero melihat Kinara hancur berantakan. Dia menceritakan semua tentang kecelakaan yang menimpanya lima tahun silam.
Rosa Mamanya, meninggal dalam kecelakaan mobil di sebuah festival kembang Api. Rosa tidak sengaja tertabrak mobil sedan saat ia mengejar Kinara. Setelah kejadian meninggalnya Rosa suasana dalam keluarganya mendadak berubah. Tidak ada lagi kehangatan dan keharmonisan. Ayah nya menjadi lebih dingin dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Lalu Kakak laki-lakinya berubah menjadi lebih kasar dan selalu menyalahkan Kinara, karena malam itu Kinara yang memaksa Mamanya untuk datang ke festival tersebut.
Dibanding Ayah dan kakaknya, sebenarnya Kinara lah yang jauh lebih terluka. Karena ia menjadi saksi hidup saat Mamanya sekarat hingga akhirnya meninggal di depan matanya. Kejadian tujuh tahun silam menyisakan trauma tersendiri dalam diri Kinara. Gadis itu harus bergulat dengan depresi dan PTSD terhadap suara yang keras dan ledakan. Saat itulah kehidupan yang sulit mulai dijalani Kinara. Setiap minggu dia harus menjalani sesi dengan Psikiater, di sekolah semua temannya perlahan menjauh karena takut dengan Kinara yang sering mengamuk dan menangis tiba-tiba. Sampai akhirnya keluarga memutuskan untuk memindahkan Kinara ke Swedia untuk menjalani pengobatan sekaligus melupakan kenangan tragis yang dialaminya.
****
"Kita mau kemana?"
Vero menoleh sebentar, tersenyum lalu kembali fokus ke jalanan. Mobil yang mereka kendarai sudah setengah jam melintas di jalan tol. Cuaca di luar begitu terik berbanding terbalik dengan suasana sejuk di dalam mobil. Kinara lelah menerka-nerka, perlahan kelopak matanya menutup sempurna.
"Ki."
Mata Kinara menyipit menyadari sinar matahari yang masuk ke matanya. Kinara bangun lalu melirik ke kanannya.
"Udah sampai?"
Vero tersenyum. "Ayo turun."
Begitu turun dari mobil mata Kinara menangkap pemandangan yang begitu indah. Awan seputih kapas menggantung di langit yang hampir petang. Ombak laut membelai pasir putih dengan lembut. Vero dan Kinara berjalan bersisian menjejakkan kaki telanjang pada pasir yang terhampar luas. Angin laut menerpa wajah, membuat rambut panjang Kinara tersibak. Kinara tersentak ketika hangat menyelimuti tangan kanannya.
"Lo butuh digenggam, biar gak ilang." Sabit terbentuk sempurna di bibir Kinara, matanya memandang Vero lama, seakan ingin merekam sosok itu di kepalanya dalam waktu yang lama.
"Tuhan biarkan dia kekal dalam ingatan,"
Vero menepuk-nepuk tempat di sebelahnya mengisyaratkan Kinara untuk ikut duduk di bawah rindang pohon Ketapang. Senja hampir datang sejak satu jam mereka berada di area pantai.
"Lo tau perjalanan awan?"
Kinara menoleh lalu menggeleng.
"Awan melalui perjalanan yang panjang, ada kalanya ia seputih kapas, di lain waktu ia berubah menjadi kelam. Awan terbentuk dari uap air yang dituntun surya untuk bangkit ke atas, menemaninya yang berpijar seorang diri."
"Lalu?" tanya Kinara penasaram.
"Namun ketika awan sudah berada di atas, bahagia memandang alam dari ketinggian. Ada kalanya ia harus jatuh ke permukaan bumi, menjadi titik-titik air yang membelai setiap sudut kedahagaan alam. Menjadi semoga yang dirapalkan setiap makhluk yang kekeringan. Mulanya awan marah, dia merasa dipermainkan, diangkat lalu dijatuhkan. Awan meronta-ronta meminta keadilan. Namun pada akhirnya ia tersadar, ialah yang menjadi alasan kebahagiaan alam meskipun ia harus hancur menjadi air hujan."
Setitik bening meluncur dari sudut mata Kinara, dirinya seakan ikut merasakan kesedihan awan.
"Awan pun kini merelakan dengan ikhlas, ia tahu meskipun kini ia kembali menjadi air suatu saat surya akan membuatnya kembali menguap hingga menjadi awan."
"Lo tahu kenapa gue cerita tentang Surya dan Awan?"
Dalam diam Kinara mengangguk.
"Kehidupan seperti itu Ki, ada kalanya kita bahagia ada saatnya juga kita harus terluka. Tapi kita nggak boleh menyerah, kita nggak boleh menyalahkan takdir apalagi sampai membenci pencipta. Di saat tertentu kita menjadi awan yang rela berkorban demi kebahagian alam. Di saat yang lain kita menjadi surya yang rela berpijar meski alam enggan menatapnya lantang. Surya kesepian, dia hanya bertemankan awan yang datang dan hilang silih berganti. Namun baik surya maupun awan sama-sama berada dalam titik ikhlas. Karena betapapun sakit dan sulit peran yang di beri Tuhan mereka telah memberikan kebahagian bagi seisi alam."
"Gue kira Kak Vero suka sesuatu yang mengagumkan seperti aldebaran, ternyata hanya sesederhana awan." Kinara masih menatap langit.
"Gue suka semua yang mengajarkan tentang kehidupan, gue suka langit malam, awan, bulan, mentari, hujan dan terakhir kamu."
Kinara menoleh, menatap tepat di manik gelap Vero.
Cukup hening untuk sesaat, deburan ombak menghempas bebatuan memenuhi pendengaran kedua remaja itu.
"Makasih ceritanya, sebelumnya gue kira hidup gue layaknya mendung. Dimana alam akan mengajukan pertanyaan yang sama, akankah hujan segera turun? Atau cerah kembali datang? Tidak ada yang tahu kehendak langit. Selamanya Mendung akan berada di ambang kepastian. Gue selalu menerka apakah hidup gue akan menemui bahagia? atau luka yang lebih parah?"
Vero menyingkirkan helai rambut yang menutupi sebagian wajah Kinara, membuat gadis di sampingnya itu menoleh padanya.
"Bahagia dan luka berjalan beriringan. Untuk yang pertama gue berharap bisa menjadi alasan lo bahagia. Dan untuk yang kedua, gue akan selalu ada disaat lo terluka. Gue akan datang ketika lo minta, dan gue gak akan pergi ketika lo merasa sendiri."
"Makasih." Kinara berujar pelan setengah menangis.
"Untuk?"
"Everything." Kinara memejamkan mata cukup lama, mengusir sesak yang menyelimuti dada.
"Gue bukan lagi mendung yang berada dalam ketidakpastian, semuanya berubah. Gue punya harapan sekarang, gue punya seseorang untuk bertahan."
Vero menangkup wajah Kinara dengan kedua tangannya, menghapus jejak air mata gadis itu dengan ibu jarinya.
"Lo akan selalu punya alasan untuk bertahan ki, sesulit apapun itu gue akan ada disaat lo ingin bertahan ataupun lari."
Air mata Kinara mengalir deras, kata-kata Vero sukses membuat dadanya sesak. Untuk pertama kalinya dia merapalkan semoga pada Tuhan agar ia diberi waktu sedikit lebih lama di dunia.
Vero merangkul bahu Kinara, membiarkan gadis itu terisak hingga ia terlelap.
Napas Kinara terdengar teratur, akhir-akhir ini memandangi raut wajah Kinara ketika terlelap menjadi kebiasaan baru bagi Vero. Tidak jarang ia menemukan Kinara yang tengah tertidur di rooftop sekolah, saat matahari mulai menyengat Vero akan berdiri menghalau sinar yang menyilaukan.
Vero menyukai saat Kinara memejamkan mata. Seolah ia sedang melepaskan beban beratnya, seolah dirinya sedang berada dalam kedamaian.
Vero terngiang ucapan Qya ketika pertama kali mereka bertemu.
"Jaga Kinar baik-baik ya, dari luar dia mungkin kelihatan tegar tapi di dalam dia rentan."
PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan.
PTSD merupakan gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis. Peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD antara lain perang, kecelakaan, bencana alam, dan pelecehan seksual.