"Kamu Indah dari sudut yang kasat mata."
-Vero Angkasa-
****
Malam Inagurasi dimulai dari sore hari, acara dimulai dengan dikumpulkannya Mahasiswa baru di lapangan Umarta untuk melaksanakan kegiatan pembukaan. Malam inagurasi tidak terinvensi dari pihak Kampus. Dalam hal ini Universitas memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Panitia untuk mengatur jalannya acara dari awal hingga akhir. Dengan catatan panitia BEM harus menjaga kepercayaan pihak Kampus dengan tidak menggunakan kekerasan dan melakukan hal-hal yang melanggar aturan Kampus dan asusila.
Malam itu dirancang begitu indah dengan nuansa Ungu putih, semua Mahasiswa baru diperkenankan mengenakan pakaian bernuansa Ungu muda dan putih sesuai tema malam ini. Acara tahun ini disusun lebih mirip seperti pesta malam atau malam akrab untuk para Mahasiswa baru. Sehingga suasananya terasa lebih santai dan menyenangkan, dengan harapan malam ini akan menjadi unforgetable moment bagi semua warga Umarta.
Bagi sebagian Mahasiswa malam inagurasi menjadi hal yang dinanti-nantikan. Selain rangkaian acara yang seru, malam ini juga menjadi penutup kegiatan PKKMB. Setelah melewati malam ini para Mahasiswa baru telah resmi menjadi Mahasiswa Umarta. Namun hal itu tentu tidak dirasakan oleh seorang Aleasha Kinara. Baginya acara semacam ini sangat tidak penting dan membuang-buang waktu tidurnya saja. Kinara tidak terlalu suka berada di tengah-tengah keramaian, karena khas dengan suasananya yang berisik.
Terlebih dengan dress setengah lengan yang dikenakannya ini semakin membuat Kinara merasa tidak nyaman. Tetapi mau bagaimana lagi? Hanya ini satu-satunya pakaian berwarna Ungu muda yang dia punya. Itupun pemberian dari kakaknya Qya di hari ulang tahunnya desember Tahun lalu.
Setelah pembukaan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan Orasi yang di lakukan oleh berbagai UKM yang ada di Umarta. Selain itu juga diadakan open registration bagi para Mahasiswa baru yang berminat mengikuti kegiatan Mahasiswa yang diminatinya.
"Ki, Lo mau ikutan apa?" tanya Anna pada Kinara yang berada di sebelahnya.
"Nggak ada yang minat," sahut Kinar seadanya. Sedari tadi Kinar sama sekali tidak bersemangat menyaksikan acara tersebut, berbeda seratus delapan puluh derajat dari siswi kebanyakan.
Memutar bola mata malas. Kegiatan Orasi UKM dilaksanakan sampai menjelang waktu maghrib. Memasuki waktu magrib Mahasiswa yang beragama islam diarahkan untuk beribadah di mushola, setelahnya dilanjutkan dengan pembekalan materi.
Tepat pukul delapan malam pentas seni resmi dibuka, kegiatan pentas tahun ini tidak diadakan di dalam ruangan melainkan di pentas terbuka. Lapangan basket disulap sedemikian rupa dengan dekorasi artistik yang begitu indah di malam seni.
Keindahan malam itu semakin terasa ketika puluhan obor yang di susun di sekeliling lapangan dinyalakan sebagai tanda pembukaan malam Inagurasi.
Berbagai kesenian yang ditampilkan malam itu tampak sangat variatif. Masing-masing perwakilan kelas menampilkan pertunjukan seni yang beragam, ada yang berkelompok juga individu. Permainan alat musik, Tarian daerah, tari kreasi, seni suara hingga seni peran semua ditampilkan di atas stage. Membuat jajaran dosen bisa mengenali potensi Mahasiswa baru mereka. Tak ketinggalan live music yang membuat suasana makin menyenangkan. Malam inagurasi tak hanya dihadiri Mahasiswa baru dan BEM saja, tetapi juga didatangi Dosen, staf, para alumni dan para Mahasiswa yang ingin menyaksikan secara langsung.
"Ya ampun Kinara gue gak nyangka suara lo bagus banget sumpah," sorak Anna.
"Lebay, emang suara gue bagus dari lahir kali." Kinara menaikkan dagunya tinggi, menyombongkan diri. Detik berikutnya pukulan Anna menghujani puncak kepalanya.
"Sombong dipelihara!!"
"Diam lo Ratu ular mendesis!" Anna yang tak terima berlari mengejar Kinar yang berusaha menghindar dari pukulan mautnya.
Setelah pentas seni dilanjutkan dengan pengumuman CAMA CAMI Terbaik, kelompok terkompak, serta Panitia terfavorit, terbaik, terpelit, tercantik hingga terburuk. Bahasan-bahasan yang menurut Kinara sangat membosankan.
Tiga puluh menit berlalu, tiba saatnya pembacaan puisi maraton oleh perwakilan kelompok PKMMB, di atas stage sudah lebih sepuluh orang yang bergantian membaca puisi. Kinar berkeringat dingin, tidak biasanya dia demam panggung seperti ini. Tidak, bukan nerveos masalah utamanya. Kinar lupa bait terakhir dari puisinya, salahnya juga karena tidak berlatih lagi setelah tadi siang. Saat latihan pun Kinar tidak menghafal hanya membaca puisi itu langsung dari ponselnya. Dan sialnya lagi di malam inagurasi tidak ada yang boleh menyalakan ponsel, semuanya di kumpulkan ke pembimbing masing-masing. Akan memakan waktu jika Kinar harus mencari keberadaan Vero di antara lautan manusia berpakaian warna senada ini.
Kinara terserang panik, dia tidak mau lagi dipermalukan di hadapan orang banyak apalagi tamu-tamu penting yang hadir di depan stage. Giliran tampilnya sudah tiba, tidak ada pilihan Kinar harus segera naik ke atas stage jika tidak Mc akan memanggil namanya untuk yang ke tiga kali.
Kinar menarik napas dalam, memejamkan mata, dirasakannya semilir angin yang membelai lembut wajah pucatnya. Setelah meyakinkan diri Kinar kembali membuka matanya, di hadapannya ratusan pasang mata telah tertuju kepada satu titik yaitu dirinya.
Hampa
Suara Kinar terdengar lirih ketika mengucapkan kata pertamanya.
Sepi di luar.
Sepi menekan mendesak.
Kinar mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru hingga tatapannya bertabrakan dengan manik hitam Vero yang sedang menatapnya dengan tatapan bertanya. Kinar memutus kontak mata, kembali fokus pada bait-bait puisinya.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak Sampai ke puncak.
Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Semua pasang mata seperti tak mau beralih dari Kinar, gadis itu terlihat begitu menghayati puisinya. Vero heran sejak kapan Kinar berlatih puisi itu? Mengapa rasanya begitu dalam seakan bait-bait itu mewakilkan perasaan gadis itu.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala.
Belum apa-apa Udara bertuba.
Setan bertempik Ini sepi terus ada.
Dan menanti.
Karya Chairil Anwar
Butiran kristal jatuh di akhir penampilan Kinar seolah ingin menyampaikan sesak dihatinya. Usai mengucap terima kasih Kinar buru-buru turun tidak ingin berlama-lama ditatap seperti sedang dikasihani. Timbul tenggelam Kinar mendengar berbagai pujian dan cibiran mengenai dirinya.
Langkah kaki Kinar terhenti. Seorang cowok dengan tatapan tajam berdiri dihadapannya, Kinar tersenyum lirih, matanya Nampak berkaca-kaca. Dari iris sebening embun itu Alan bisa melihat beribu kesedihan di sana. Tangan Alan mengepal, rahangnya mengeras. Detik selanjutnya dia melangkah melewati Kinara seolah tak ada seorang pun di sana.
"Apa lo liat-liat! nanti suka lagi sama gue," celetuk Kinar pada Vero yang sedari tadi ikut menatapnya dari kejauhan.
"Gue malah takutnya nanti Lo lagi yang bakal jatuh cinta sama gue," Vero berujar sombong sembari menaikan kedua alisnya.
"Mimpi!! seorang Kinara yang cantik jelita jatuh cinta sama cowok kusut nyebelin macam Lo ini, kiamat dunia."
Vero menoyor jidat Kinara dengan jari telunjuknya, berikutnya tangan kanan Vero sudah mencekal tangan Kinara.
"Kak Vero ngapain?" Kinar berteriak, melepaskan tangannya dari cekalan Vero.
"Ikut gue!"
"Gue tolak! Gue gak mau ikut Kak Vero kemana pun." Kinar menyilangkan tangan di depan dada, mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
"Gue gak bilang ini permintaan, Ini perintah!"
Sepertinya Vero benar-benar mengibarkan bendera perang, merusak mood Kinar saja.
"Memangnya siapa Lo beraninya merintah gue?"
"Memangnya siapa Lo berani nolak perintah gue?" Balas Vero membuat Kinar berdecak sebal.
Dasar cowok suka maksa
Kinar sudah mulai kehabisan kata-kata membuat Vero menyunggingkan senyum miring.
"Gue gak punya waktu!" Vero menghadang jalan Kinar, menarik pergelangan tangan cewek itu untuk ikut dengannya.
Kinara menatap Vero kesal. "Lo apa apaan sih? Lepasin gue!"
"Nggak akan!"
"Ihhh Lepasin Vero!!" Kinara menaikan nada bicara hingga setengah membentak.
"Nggak!!"
"Gue bilang lepasin bego!"
"Nggak mau!"
"Tangan gue sakit, lepasin Kak Vero!!" Kinar kalah kuat untuk melawan Vero
"Nah gitu dong panggil gue Kakak, sama Kating sopanan dikit napa. Satu lagi, gue itu gak suka mohon sukanya maksa!" Kinara mencebikkan bibir, pasrah ketika Vero menyeretnya menuju taman belakang Fisip. Tempat ini sepertinya menjadi favorit Cowok ini.
"Kak Vero ngapain kesini? gelap gue takut," gumam Kinar.
"Cewek kaya lo ada takutnya juga ternyata." Vero mengacak gemas puncak kepala Kinar membuat gadis itu merapikan poni tipisnya.
"Gue juga manusia kali."
"Duduk." Vero menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.
"Gak mau,"
"Gue gak butuh persetujuan, ini perintah!" Kinar langsung duduk detik itu juga.
"Good girl, penurut."
Kinar memberengut, "kenapa juga gue nurutin perintah nih orang ya?" batinnya.
"Kak Vero kenapa suka banget sih di sini? Jangan-jangan lo pacaran sama Tante penunggu pohon ya?" gurau Kinar langsung dihadiahi tatapan tajam Vero.
"Kakak ngapain ngajak aku ke sini?" Tanya Kinar pada akhirnya.
"Lo sejak kapan belajar puisi tadi?"
Kinar memutar bola mata malas, dia pikir ada hal penting yang ingin dibicarakan Vero ternyata ini tentang puisi tadi. Kinar mengunci mulut malas membahas hal sepele yang membosankan.
"Kepo!"
"Kenapa gak bawain puisi yang lo udah latihan tadi?"
"Gue lupa baitnya Kak Vero, lo banyak tanya bet dah ah kek Dora."
Tidak ada jawaban, Kinar menengadah menatap langit malam yang bertabur bintang. Senyum tipis tercetak di wajahnya, dulu menatap langit adalah hal yang menyenangkan baginya. Namun, semenjak hari itu langit malam nampak begitu menyeramkan bagi Kinar. Dalam kegelapan ia hanya bisa melihat ketakutan, dan kesepian. Jika dulu ia akan menjerit takut dalam kegelapan, maka kali ini tidak lagi. Kinar yang dulu sudah hilang, berganti dengan Kinar yang jauh lebih kuat dan lebih tegar. Kesunyian sudah menjadi teman baiknya selama ini.
Alam bawah sadar Vero melayang, bait-bait puisi Kinar bergema di dalam tempurung kepalanya. Hampa, sunyi, Vero seakan bisa melihat itu di dalam iris Kinara.
"Apa yang sebenernya lo sembunyiin Ki? Seberapa banyak topeng yang lo pakai?" Vero membatin.
Untuk sesaat jantungnya berdegub, debaran itu semakin menggila menatap Kinar dengan jarak sedekat ini membuatnya terdiam, lalu melebarkan senyum. Sekalipun hanya disinari cahaya bulan wajah Kinara nampak bercahaya, apalagi saat dia memejamkan mata. Vero bisa melihat rupa yang begitu elok itu tampak bahagia, berbeda ketika menatap kedua irisnya. Vero mengakui Kinar terlihat cantik dari sisi manapun.
"Udah ya Kak Vero, gue mau balik ke stage Anna pasti nyariin gue," pamit Kinara menginterupsi lamunan Vero.
Kinara baru ingin berbalik ketika sebelah tangan Vero lagi-lagi menahannya.
"Apalagi?"
"Temen lo udah jalan kesini, ngapain juga balik ke lapangan udah gak ada acara juga."
Anna jalan ke sini? Tau dari mana Anna kalau Kinar berada di sini, ah berada di dekat Vero rupanya berpotensi membuat bodoh otaknya.
"Duduk, bentar lagi lo bakal liat bagian paling indah dari malam Inagurasi." Kinar mengedikkan bahu tak acuh, indah apanya? Mereka sudah jauh dari kerumunan, apa yang bisa di lihat dari taman belakang yang gelap dan sepi ini.
Vero melempar sebuah ponsel ke pangkuan gadis di sebelahnya. "Nih hp lo, kalo kangen boleh telepon."
Kinara baru ingin mencari tau maksud perkataan Vero ketika matanya membaca nama Vero di kontak ponselnya.
Cowok ganteng. Kinara mendesis.
Vero mengecek jam di tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul sebelas lewat lima puluh sembilan menit, satu menit lagi menuju tengah malam.
"Lo boleh berhitung mundur dari sepuluh,"
"Siapa Lo berani nyuruh-nyuruh gue?" Tidak ada jawaban, Vero mengacak puncak kepala Kinar gemas.
"Tujuh." Vero lanjut berhitung
"Enam,"
"Lima,"
"Empat,"
"Tiga," sambung Kinar ikut berhitung mundur.
"Dua."
"Satu."
"DUAAAAARRRRRR!!!!!!" Ledakan mulai sahut-menyahut di atas sana. Seketika kilatan cahaya menjadi penerang di atas kepala kedua anak remaja itu.
DUAARRR
DUAARRRRRRRRR
Semburan kembang api susul menyusul menciptakan ledakan warna yang beragam menghiasi langit malam, begitu kontras dengan latar gelap di atas sana.
Malam puncak inagurasi telah dimulai, ada puluhan lebih kembang api yang dinyalakan tepat pada pukul dua belas malam, momen pergantian hari sabtu menjadi minggu. Riuh teriakan dan tepuk tangan timbul tenggelam di telinga Kinara.
Sudah hampir setengah jam ledakan itu saling berebut tempat di telinga mereka, pesta kembang api diakhiri dengan ledakan paling dahsyat mengukir nama Umarta dengan perpaduan warna Ungu dan putih. Setelah itu semua lampu-lampu taman menyala membuat sekitarnya terang benderang.
Vero melebarkan senyum, akhirnya tiba di penghujung acara. Kegiatan yang sudah mereka rencanakan selama sebulan terakhir ini berjalan dengan lancar dan sukses.
Dimas, Reyhan, serta Galang juga sudah berada di sana. Vero menyambut kedatangan teman-temannya dengan seulas senyum.
"Gila Lo apain ni anak?" Tanya Reyhan memperhatikan wajah Kinar yang sudah pucat pasi tanpa warna. Semua pasang mata memandang ke arah yang sama, Kinar.