Matcha and Chocolate Cake
π΅π°π΅
....Kesukaan adalah sumber kelemahan....
_____
BRAK!
Seorang perempuan menggendong balita menggebrak salah satu meja di kafe.
Rosita melepas kacamatanya. Terpaksa jemari lentiknya yang menari di atas keyboard harus dihentikan sejenak.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rosita santai menanggapi ibu-ibu muda yang terbakar amarah.
"Kamu Clara, kan? Ngapain chattingan sama suami saya?" labrak wanita cantik itu.
"...." Rosita terdiam sejenak. Memikirkan siapa lelaki yang ditemuinya dengan nama Clara. "Oh, anda istri Arya."
"Iya! Kamu ini masih sangat muda. Tidak bisakah kamu cari lelaki lain! Banyak lelaki single! Kenapa harus suami saya yang kamu ajak ketemuan!" Wanita itu terus mencerca Rosita. Meskipun anaknya menangis.
Rosita menutup lembar dokumen di layar, lalu memasukan tablet ke dalam tasnya. Dia hanya mendengarkan ocehan wanita itu tanpa membalas satu patah katapun.
Perempuan ini cocok sekali jadi pembicara, nggak ada capeknya ngomong, pikir Rosita.
"Kamu jangan diam saja. Jawab, dong, pertanyaan saya," protes istri Arya merasa tidak diacuhkan.
"Silakan duduk dulu. Tenangkan anak anda. Anda tidak malu jadi bahan tontonan?" Rosita sempat memberikan senyuman.
Istri Arya bergeming. Menoleh kanan kiri. Tidak ada seorangpun pelanggan selain wanita yang dia suspek sebagai pelakor. Namun, di meja barista beberapa karyawati melihatnya. Membuatnya sedikit malu.
"Duduklah," suruh Rosita memberi isyarat agar duduk di hadapannya.
Wanita itu akhirnya menurut.
“Mbak," panggil Rosita kepada karyawati kafe.
"Iya."
"Tolong, ajak anak ini main ke playground."
"Baik." Karyawati hendak mengambil balita.
"Tidak usah," tolak istri Arya tegas memangku anaknya.
"...." Rosita diam.
"Tolong, bikinkan es matcha dan chocolate cake," pinta Rosita kepada pegawai kafe.
"Baik."
"Lagaknya seperti bos saja," gerutu istri Arya melirik Rosita.
"Maaf, Kak Rosita memang bos saya. Dan ini studionya," balas karyawati.
"... Sudah, tidak perlu dijelaskan kepada wanita ini. Bukan hal penting," ucap Rosita.
"Baik." Karyawati itu bergegas ke meja barista.
"Studio? Bukan kafe?"
"... Awalnya memang ini sebuah studio. Tempat saya menciptakan dan mengembangkan imajinasi. Tetapi, bosan juga kalau hanya sendiri. Maka saya buat menjadi kafe. Supaya orang bisa berkunjung ke sini dan bisa menambah inspirasi saya."
"Aaa, apakah orang kaya memang melakukan semua sesuka hati mereka?" ejek Rika.
"Bukankah orang miskin juga begitu? Aku rasa semua manusia sama. Keinginan, ambisi, obsesi. Bukankah orang miskin juga mempunyainya?" Rosita tiba-tiba memelankan dan memperjelas suaranya. "Rika?"
"Anda tau nama saya?" Rika terkejut.
"Tentu saja." Rosita menyandarkan punggungnya. "Anda menikahi Arya karena hartanya. Sekarang katakan saja, anda khawatir kalau Arya meninggalkan anda karena wanita lain."
"...." Rika terdiam. Dadanya seakan mendapat tekanan dari luar.
"Bahkan ...." Rosita merapatkan tubuhnya lagi ke arah lawan bicara. "Anda tidak berani mempekerjakan asisten rumah tangga dan pengasuh." Rosita sengaja mengatakan itu dengan sedikit menurunkan intonasi dan volume untuk memberi tekanan kepada lawan bicara. Senyum kemenangan terukir di wajahnya. Melihat Rika yang tidak bisa berkata-kata.
____
Dalam halaman obrolan online tadi malam.
Clara
Ya
Istriku membaca chattingan kita.
Terus?
Nanyain, siapa Clara?
Aku deg-degan banget
Aku bilang, Clara tukang jual cilok di depan kompleks
Oh
Gimana kalau kita berhenti menjalin hubungan rumit ini?
Oke.
Obrolan berhenti. Clara menghapus nomor kontak targetnya itu.
Sudah aku tebak akan begini, memang harus seperti ini jika dilihat dari karakternya, pikir Rosita. "Dasar lelaki." Rosita tersenyum. "Syukurlah, berakhir seperti yang aku inginkan."
Satu Minggu sebelum itu.
Rosita memposting foto imutnya di media sosial untuk memancing target. Tidak lama kemudian, sebuah pesan masuk.
Kamu imut banget, sih
Makasih π₯°π€
Aku pengen ketemu
Oke π
Saat itu juga, Rosita menghentikan pemakaian skincare-nya. Dia rajin memanaskan wajahnya di bawah sinar mentari siang.
Hingga sampai di hari pertemuan yang sudah dijanjikan. Rosita pergi tanpa mandi. Bajunya saja yang modis karena hanya baju-baju seperti itu yang dia punya.
Clara bercermin. Merasa penampilannya sempurna. Mukanya tanpa riasan, terlihat hitam, kusam, dan berminyak. Rosita menyukainya. Karakter yang dia ciptakan sudah sempurna.
Satu jam perjalanan dia lewati dengan bus umum. Rosita ingin menjiwai karakternya sebagai Clara.
Sampai di tempat pertemuan, kampus tempat targetnya kuliah. Tepatnya di kantin kampus, pada jam makan siang. Ramai mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang membawa piring. Clara memutuskan untuk duduk di tempat yang sepi agar leluasa berbicara dengan targetnya.
"Hai!" Seorang lelaki mengenakan masker putih menemuinya.
"Hai!" balas Clara melepas maskernya. Menampakan wajah buruknya.
Lelaki itu enggan duduk, dia langsung pamit untuk membeli makanan.
Dengan santai, Clara menunggu targetnya hingga kembali lagi.
Namun sayang, satu jam berlalu, tidak ada pembicaraan yang menguntungkan Clara. Target hanya diam dan makan.
_____
Scene kembali di kafe studio milik Rosita.
Dua wanita itu masih berhadapan dengan pembahasan serius. Sedang anak balita asik bermain di playground.
"Anda tidak perlu khawatir. Suami anda hanya saya jadikan bahan tulisan," beber Rosita.
"Maksudnya?" tanya istri Arya heran.
"Saya seorang penulis bukan pelakor. Apalagi skala Arya, maaf dibayar berapapun saya tidak akan mau." Rosita tersenyum getir.
"...."
"Dia lelaki yang hanya melihat wanita dari kecantikannya saja. Anda perlu berhati-hati, mumpung anda masih muda, rawat kecantikan anda dari sekarang."
"...." Rika tidak bisa memotong kata-kata Rosita.
"Ini kartu nama saya, jangan sampai Arya tau. Ceritanya sedang saya tulis. Kalau sudah terbit silakan membelinya." Rosita tersenyum seperti berbicara dengan klien.
"...." Rika menerima selembar kertas kecil dengan bingung. "Jadi, apakah anda masih berhubungan dengan suami saya?"
"Tidak. Biar saya perjelas lagi. Dia tidak akan mau?" Rosita mulai habis kesabaran.
"Katanya dia menyukai perempuan cantik, kenapa tidak mau dengan anda?"
"Karena yang dia temui Clara, bukan saya?"
Istri Arya semakin bingung. "Lalu anda siapa?"
"Saya Rosita. Sedangkan Clara adalah karakter yang saya buat." Rosita si psikopat true story tersenyum bangga. Dan saya akan menggunakan anda untuk bab selanjutnya, pikir Rosita masih dalam senyumannya.
Karyawati datang membawa nampan hitam. "Ini Es Matcha dan ini Chocolate Cup Cake." Dia meletakan kedua pesanan itu di hadapan bosnya.
"Thanks," ucap Rosita.
"With my pleasure." Karyawati meninggalkan meja.
Rika terbengong. "Maaf, pesanan itu bukan untuk saya."
Rosita menertawakan kepolosan Rika. "Tentu saja untuk diri saya sendiri. Jika anda mau pesan saja sendiri." Sepotong kecil cup cake masuk ke mulut Rosita.
Rika yang menonton mukbang menelan saliva, menginginkan hal yang sama. Chocolate cake itu terlalu menggoda. "Mbak, chocolate cake dan matcha hangat satu," pesan Rika.
Imajinasi Rosita mulai menggila. Gagasan baru muncul dalam benaknya. Aura iblis terpancar. Mulai merencanakan sebuah proyek gila, lagi.