Read More >>"> Miracle of Marble Box (Donita’s Vegie Pizza) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Miracle of Marble Box
MENU
About Us  

“Sekarang giliran Alsa,” ucap Indira yang membuka kotak ajaib dan mendorongnya ke hadapan Alsa, memberikan kesempatan Alsa untuk mengambil kelereng selanjutnya.

“Eh, Ovi aja. Kan tadi malam aku sudah,” Alsa menolak sambil menangkupkan tangan seraya meminta maaf.

“Ya sudah, sini giliran aku. Siap ya,” Ovi memberikan ancang-ancang agar teman-temannya bersiap untuk petualangan dan teka-teki selanjutnya. Lalu ia mengambil sebuah kelereng berwarna coklat metalik dan memasukkannya ke celah tengah kotak ajaib. Yang lainnya duduk mendekat dan menantikan sesuatu yang akan muncul.

Cita rasa sajian terkemuka membawa sebuah asa. Seseorang yang bersahaja membawa warna baru.

Jadilah berbeda dan yakinlah itu istimewa.

“Apa ini berhubungan dengan makanan ya?” Alsa tiba-tiba berkomentar dan Yanu langsung merespon dengan wajah berbinar. Tetapi ia kembali urung karena teringat akan ada cahaya yang akan menghisapnya masuk ke dalam kotak tersebut.

Ketiga remaja pemberani melewati portal waktu yang membawanya ke tempat yang tak mereka ketahui. Bersiap dengan petualangan baru dengan teka-teki yang harus dipecahkan. Alsa, Indira, dan Ovi terduduk di sebuah kursi kayu berhias tembaga, di pojok sebuah restoran yang tak ramai malah bisa dikatakan sepi pengunjung. Lampu hias berwarna-warni tetap tak menjadikan restoran itu berwarna.

“Ra, bangun… Kita sudah di tempat baru,” Alsa menggoyangkan bahu Indira pelan agar ia segera tersadar.

“Oh, maaf. Ini dimana, Al?”

“Aku juga belum tahu. Kira-kira ini dimana ya, Vi?” Alsa justru menanyakan pada Ovi.

“Ayo kita jalan. Siapa tahu ada petunjuk di depan sana. Tempat ini agak kotor,” ucap Ovi.

Lalu mereka berdiri dan berjalan menyusuri trotoar yang tak terlalu ramai. Hanya ada dua-tiga-empat orang yang lewat. Berjarak sekitar 50 meter, Alsa dan teman-teman berhenti di depan sebuah kedai kecil yang menjual pizza.

“Sepertinya ini di Italia,” ucap Ovi begitu melihat sebuah kedai yang berlogo pizza dengan gambar bendera Italia di atasnya.

Alsa mengajak Indira dan Ovi untuk memasuki kedai pizza yang sepi pengunjung tersebut. Restoran-restoran di tempat itu memang terlihat sepi, tapi kedai pizza sederhana ini terlebih tak ada yang mengunjungi. Rasa penasaran Alsa menggodanya untuk mencari tahu.

Benvenute signore...” seorang wanita muda menyapa mereka begitu pintu terbuka. Sepertinya dia mengucapkan ‘selamat datang’.

Ola bella,” tiba-tiba Ovi menyapa wanita tersebut dengan bahasa Italia. Alsa dan Indira terkejut sambil menatap Ovi bersamaan. Lalu melihat reaksi wanita pemilik kedai, ia tersenyum ramah. Tak lama wanita itu langsung menawarkan makanan dan minuman sambil menunjukkan beberapa gambar di daftar menu dengan bahasa Italia yang khas.

Mi dispiace... We are not Italian, and we can’t speak Italian too,” tenyata Ovi hanya bisa beberapa sapaan dan kata sederhana dalam bahasa Italia. Ia meminta maaf dan akhirnya menggunakan bahasa Inggris. Wanita tersebut tetap tersenyum ramah, tanpa gurat kekecewaan atau kebingungan.

Where are you from?

We are from Indonesia,” Indira menjawab. Ia semakin lancar dalam berbahasa Inggris. Namun wanita itu justru terlihat berpikir, mengira-ngira dimana Indonesia itu terletak.

Bali. Do you know that place?” Alsa memberikan petunjuk untuk dapat mengetahui Indonesia dengan mudah.

Ah, Bali. I know it,” jawabnya. Ya, Bali memang lebih dikenal oleh orang-orang di seluruh dunia. Padahal Bali hanyalah salahsatu propinsi di Indonesia. “Saya tahu Bali karena film Julia Robert. Kalian tahu Eat, Pray, Love?”

Alsa, Indira, dan Ovi mengangguk bersamaan seolah tahu tentang itu. Mereka hanya pernah mendengar dan membaca artikel tentang film Hollywood yang diadaptasi dari salahsatu novel karya penulis asing, meski mereka tak tahu betul film itu seperti apa. Bali memang menjadi lebih terkenal sejak film itu dirilis, terlebih beberapa pemimpin dunia pun ada yang berlibur bersama keluarga di pulau yang dijuluki surga dunia itu.

“Apa kalian sedang berlibur di sini?” tanya pemilik kedai yang diketahui bernama Donita.

“Hm...iya...,” jawab Indira gugup.

“Baiklah. Karena kalian adalah pelangganku yang pertama maka kalian mendapatkan satu loyang pizza, gratis,” Donita mengucapkan dengan begitu bahagia.

“Kami? Pertama?” Alsa tak menyangka. Namun Indira dan Ovi langsung terlihat sumringah. Membayangkan makan pizza satu loyang hanya bertiga, langsung di Italia, tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Mereka teringat akan Yanu yang gemar mencicipi makanan apapun – doyan makan.

Donita mempersilakan mereka untuk duduk dan menikmati segelas jus jeruk dingin. Tawaran yang pas ketika memang waktunya mereka makan siang. Sekitar 15 menit berselang, Donita membawakan seloyang pizza berukuran sedang untuk enam orang. Pizza dengan topping daging cincang, beberapa potongan paprika, dan taburan sayuran sejenis oregano, dilengkapi dengan keju mozarella yang meleleh. Aroma yang begitu menggugah selera. Begitu Ovi ingin menggigit potongan pizza yang pertama tiba-tiba Alsa mencegahnya.

“Sebentar! Kalian yakin kalau pizza ini halal?” ucapan Alsa membuat yang lainnya menaruh kembali pizza yang sudah siap dilahap. “Kita kan ga tau, dia pakai daging apa atau pakai bahan makanan apa saja.”

“Iya juga sih,” Indira merespon galau. Tanpa disadari ternyata Donita kembali mendekati meja mereka dan terheran mengapa mereka belum menyantap pizza buatannya.

“Apa kalian tidak menyukainya?” tanyanya sedih.

“Oh bukan,” ucap Alsa. “Maaf Donita. Apakah kamu memakai daging ayam, sapi, atau babi?” tanya Alsa memberanikan diri. “Kami muslim, jadi kami harus memastikan makanan atau minumannya halal.” Mendengar ucapan Alsa, Donita tersenyum tulus sekali. Ia malah menarik sebuah kursi mendekati meja makan Alsa.

Alhamdulillah... I meet my sisters from Indonesia,” ucap Donita bersyukur sambil menggenggam tangan Alsa. Ia terlihat sangat bahagia seperti menemukan saudara yang telah lama berpisah. Lalu tanpa diduga, Donita memeluk Alsa dengan erat. “Saya juga muslim.”

“Ah, masya Allah...” Indira terkejut setengah tak percaya.

“Iya. Saya belajar tentang Islam dari beberapa teman asal Turki dan saya menjadi muallaf.”

Alhamdulillah...” ucap Alsa dan Ovi hampir bersamaan.

“Jadi, saya membuat kedai pizza halal. Satu-satunya yang ada di sini,” Donita menjelaskan tentang kedainya yang memang menjual makanan halal. Ia tidak menggunakan daging ataupun minyak babi. Hampir semuanya bahan makanan ia beli dari toko halal yang dimiliki seorang muslim Turki. “Tapi, orang-orang tak suka ke sini karena mereka tahu saya muslim, pizza tidak pakai daging sapi atau babi, dan saya tidak menjual bir.”

Donita menceritakan tentang kedainya yang sepi. Diskriminasi masih terjadi di kota ini. Sebagai muslimah, ia merasa sendiri di kota yang mayoritas beragama Katolik. Namun ia harus tetap berjualan karena dari situlah ia mendapatkan uang untuk dapat membeli kebutuhan sehari-hari. Teman-temannya yang muslim juga terus mendukungnya, tetapi memang sulit menjual sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Donita pun pernah mendapat perlakuan kurang baik dari beberapa orang yang tidak dikenalnya.

“Saya pernah menemukan sebuah bungkusan dalam kotak sterofoam yang berisi daging mentah di depan kedai, saya pikir itu sebuah hadiah dari teman. Tetapi begitu saya perhatikan dengan teliti, ternyata itu daging babi. Si pengirim meninggalkan sebuah pesan bahwa daging itu bisa digunakan jika saya tak mampu membelinya,” Donita menceritakan salahsatu pengalamannya yang sangat miris. “Pernah datang seorang pria dan memesan pizza dengan bir. Saya katakan bahwa saya muslim dan tidak menjualnya, tapi dia malah membentak saya dan mengatakan bahwa kedai ini tak layak berada di sini. Keesokannya, pria itu datang bersama dua orang temannya dan menumpahkan beberapa kaleng bir di depan itu lalu mereka membuat sebuah tulisan di tembok ‘Jangan makan di sini. Orang muslim tak jual bir’...”

“Sabarlah Donita... Yakinlah Allah pasti menolong kita,” ucap Alsa membesarkan hati Donita agar tetap bersemangat menjalankan kedai pizzanya.

“Ovi, bagaimana kalau kita bantu Donita untuk berjualan pizza?” Indira berbisik pada Ovi untuk mencari solusi pada masalah Donita. Ovi mengangguk perlahan.

“Hm... Donita, bolehkah kami membantumu untuk memajukan kedai ini?” tanya Ovi dan diikuti tatapan Alsa yang heran. Mungkin ia bingung apa yang akan dilakukan Ovi.

“Bagaimna bisa?” Donita pun heran.

“Kita akan buat kedai pizza...” Ovi menjeda kalimatnya. “Vegetarian. Veggie pizza...”

Alsa dan Indira tersenyum sumringah dan terlihat bersemangat, tetapi Donita hanya terdiam. Ide Ovi tak terdengar surprise buatnya. Atau mungkin Donita kurang setuju dengan Ovi.

“Tanpa daging sapi atau babi saja, tak ada yang berminat. Apalagi hanya sayuran...” ucap Donita pesimis.

“Kita akan membuat pizza sayur yang lain dari biasanya. Jika ada yang ingin ditambah dengan daging, kita akan gunakan daging ayam atau ikan,” Alsa mengungkapkan idenya.

“Iya betul. Jadi pizzanya tidak hanya topping sayur, tetapi juga ada yang daging. Hanya saja sayuran menjadi prioritas,” tambah Ovi.

“Aku akan membuat desain menu dengan gambar supaya lebih bagus,” Indira yang terampil mengungkapkan idenya.

“Yup. She is very good in drawing or decorating!” ucap Alsa penuh antusias.

Mendengar semangat tiga remaja itu tentang kedai pizzanya, Donita pun ikut tergugah. Ia menjadi termotivasi untuk membuat sesuatu yang berbeda meski mungkin membutuhkan usaha yang lebih keras. Tetapi, dengan semangat dan dukungan dari Alsa, Indira dan Ovi, Donita berusaha meyakinkan diri bahwa kedai pizzanya akan lebih baik.

“Baiklah. Apa yang harus kita mulai sekarang?” Donita berdiri dan siap untuk sebuah perubahan yang lebih baik.

“Hm...apakah kamu bisa menghubungi teman yang menjual daging ayam, ikan, dan sayur-sayuran? Kita membutuhkan suplai bahan pizza yang halal dan terpercaya,” ucap Ovi.

“Boleh saya meminta beberapa lembar kertas dan alat tulis? Spidol atau pensil warna?” Indira siap untuk berkreasi.

“Hmm... Saya tak yakin memiliki itu semua. Mungkin saya akan hubungi teman yang bisa membantu untuk dekorasi,” Donita pun mulai mengupayakan untuk dekorasi yang berbeda di kedainya. “Ini seperti membuat sebuah grand opening,” imbuhnya sambil tersenyum.

Alsa dan teman-teman mulai berdiskusi dengan Donita terkait bahan-bahan pembuat pizza yang akan mereka gunakan untuk pizza topping sayuran. Dari ukuran pizza, topping, hingga tampilan akhir yang akan dipromosikan mereka diskusikan bersama. Beberapa teman Donita datang membawakan bahan-bahan pizza. Mereka terlihat heran dan menanyakan tentang apa yang akan dilakukan oleh Donita dengan begitu banyak variasi sayur yang dipesan. Donita menjelaskan tentang ide kedai pizza yang baru. Ada raut tak percaya dari mereka, namun karena semangat Donita dan dukungan ketiga remaja putri yang begitu antusias, akhirnya teman-teman Donita mau membantu. Mereka lalu membagi tugas; ada yang fokus di dapur, di tempat duduk pelanggan, dan di luar kedai untuk membuat dekorasi Donita’s Vegie Pizza. Alsa berharap besar semoga kedai pizza Donita menjadi kedai yang menawarkan pizza vegetarian dan pizza halal yang pertama di distrik itu dan akan menjadi sebuah kedai yang ramai pengunjung.

“Ini sudah ada pizza hijau dan pizza merah yang terbuat dari paprika, brokoli, tomat, beberapa irisan cabai, dan... buah-buahan. Pizza kuning masih di dalam tungku. Apakah kau yakin ini akan dibeli?” Donita memberikan pizza ukuran sedang ke hadapan Ovi dan Alsa.

Great! Ini bagus. Saya akan memfotonya,” ucap Ovi. Donita begitu terkesan dibuatnya.

Tak lama Indira masuk dengan seorang teman Donita yang membawa printer kecil. Mereka berdua terlihat tersenyum penuh keyakinan. Indira menyodorkan beberapa gambar bertuliskan logo pizza Donita dan juga menu dengan hiasan yang menarik. Lalu Fazzio, teman Donita yang asli Italia juga siap mencetak beberapa flyer untuk diberikan kepada orang-orang. Ia sengaja membawa printer dari rumahnya agar dapat langsung dikerjakan di kedai Donita.

“Wow... That’s awesome!” ucap Donita yang hampir tak percaya.

“Yeay... Ini akan menjadi luar biasa, Donita. Kau harus yakin ini akan berhasil,” Indira terus memberikan semangat karena Donita masih saja ragu. Ia selalu merasa tak enak hati kepada teman-teman yang sudah membantunya. Ia pun merasa khawatir jika semua ini akan gagal dan ia tak bisa membalas jasa teman-temannya.

Setelah ada lima pizza tersaji sebagai contoh untuk ditampilkan pada gambar, mereka pun mulai mencicipinya. Alsa dan teman-teman hanya mengangguk dan mengatakan enak setiap mereka mencicipi pizza-pizza itu. Bagi mereka hanya ada dua rasa untuk menyatakan rasa sajian: enak dan enak sekali. Begitu semua selesai mencicipi dan beberapa flyer sudah tercetak, maka tibalah mereka untuk mempromosikan di depan kedai. Karena lokasi kedai bukan di tengah kota Milan, maka mereka tak perlu izin pemerintah kota untuk melakukan promosi, toh ini hanya perubahan konsep saja. Alsa dan Ovi bersiap di posisi masing-masing, ditemani oleh Fazio, Tito, dan Alex, mereka adalah teman Donita yang memang asli Italia. Sementara Indira menemani Donita, Ellena dan Zuheim untuk bersiap menerima pesanan dan memasak.

Venire... Venire, signore e signora... Cibo salutare... Pizzetta di verdure...” Tito menawarkan menu pizza dengan semangat.

Qualcosa di nuovo e diverso... Pizzetta di verdure...” Fazio dan Alex ikut berteriak mempromosikan. Alsa dan Ovi melihat ke arah mereka seraya bertanya tentang apa yang mereka ucapkan dan Fazio mengatakan bahwa ini sesuatu yang baru dan berbeda, pizza sayuran sehat.

Pizzetta di verdure...” akhirnya Alsa dan Ovi pun ikut berteriak. “Vegie Pizza!

Sudah hampir 20 menit mereka mencoba menawarkan tetapi tak ada satu pun yang tertarik untuk masuk ke kedai Donita. Lalu Fazio menawarkan diri untuk mempromosikan ke dekat perempatan jalan. Alsa pun ikut memikirkan cara agar dapat menarik perhatian pengunjung.

“Vi, kalau kita tawarkan beli 1 pizza gratis minuman untuk promo hari ini gimana?”

“Boleh juga. Tapi bilang dulu sama Donita, dia mau atau ga?”

Alsa mencoba untuk berbicara dengan Donita terkait idenya. Donita yang hampir putus asa hanya menyerahkan keputusan pada teman-temannya yang lain. Indira yang terlihat tetap antusias memberikan sebuah sentilan kecil untuk Donita sehingga dia berpikir bahwa anak-anak remaja ini saja masih bersemangat dan yakin, seharusnya ia lebih yakin.

“Donita, let say Basmallah...” ajak Alsa. “Saya yakin ini akan berhasil karena pertolongan Allah. Yakinkan di hatimu bahwa yang baik dan halal akan dibantu oleh Allah,” Alsa memberikan semangat dan keyakinan besar untuk Donita. Lalu ia mengangguk, mengangkat kedua tangannya seraya membaca doa. Ellena dan Zuheim pun berdoa bersama demi kelancaran bisnis temannya.

“Alsa, kamu seperti malaikat kecil bagi saya,” ucap Donita sambil menggenggam kedua tangan Alsa. “Grazie,” mendengar ucapan terima kasih Donita, Alsa hanya tersenyum lebar.

Tak lama terdengar Tito dan Alex mempromosikan ide penjualan dari Alsa. Beli 1 gratis minuman segar dengan bahasa Italia yang khas. Alsa dan Ovi pun diajarkan untuk mengucapkan kalimat itu. Dengan keyakinan yang besar, Alsa pun berteriak dengan sepenuh hati. Beberapa orang mulai melirik kedai dan mendekat ke arah mereka. Lalu sepasang lelaki dan wanita paruh baya berjalan memasuki kedai, Donita dan yang lainnya bersiap menyambut dengan ramah. Pengunjung pertama itu ternyata wisatawan dari Spanyol dan mereka memesan seloyang pizza hijau dengan daging ayam dan gratis jus jeruk yang segar. Tak lama datanglah beberapa muda-mudi yang memesan pizza kuning dengan tambahan ikan di topping-nya dan pizza merah dengan irisan tomat ceri. Mereka mendapatkan gratis jus strawberry yang sehat.

“Hm...è diverso ma gustoso,” ucap salahsatu pengunjung saat ia melahap satu irisan pizza. Yang lainnya pun mengangguk sambil terus mengunyah.

“Mereka mengatakan kalau pizzanya berbeda tapi enak,” ucap Donita sedikit berbisik pada Indira. Lalu ia tersenyum lebar. “Aku senang karena mereka suka.”

Seorang pengunjung baru datang dan terlihat kelaparan, tetapi penampilannya kurang rapi terlihat seperti gelandangan. Donita tetap menyapanya dengan ramah. Lalu ia mempersilakan lelaki itu untuk duduk dan ia membuatkan seloyang pizza merah. Ellena bertanya pada Donita seperti keheranan, tetapi Donita hanya tersenyum dan mengatakan ‘it’s okay’ dengan gestur tangannya.

“Dia butuh makanan. Dia sudah tidak makan dari kemarin,” ucapnya singkat.

“Kamu memberikannya cuma-cuma?” Ellena memastikan tindakan Donita.

“Aku hanya ingin berbagi kebahagiaan karena hari ini ada beberapa pengunjung yang datang.” Tak hanya cantik dan ramah, ternyata Donita memang memiliki hati yang lembut. Meski ia baru saja mendapatkan beberapa pembeli yang datang ke kedainya, hari itu juga Donita bersedekah untuk seseorang yang miskin dan membutuhkan makanan.

“Donita, kamulah malaikat sebenarnya,” ucap Alsa begitu ia mendengar penjelasan Donita pada Ellena. Wanita muda cantik dengan syal yang dipakai untuk menutupi kepalanya, tersenyum tulus dan tetap menata topping pizza yang akan diberikan pada gelandangan yang datang tadi.

Setelah Donita memberikan pizza pada lelaki lusuh itu, ia terlihat begitu puas. Sebelum menutup pintu kedai lelaki itu mengucapkan kata dalam bahasa Italia yang tak dipahami Alsa dan teman-temannya. Tetapi terlihat raut wajah bahagia dari si pemilik kedai. Tak lama setelah lelaki itu berlalu datanglah beberapa pengunjung baru, sehingga Donita terkejut. Pizza sayur yang berbeda seketika menjadi menu yang dicari. Sajian yang berbeda namun istimewa karena sang pemilik kedai yang berhati mulia.

Saat Alsa ingin membantu membersihkan gelas-gelas bekas pakai, tiba-tiba Ovi menepuk bahunya perlahan dan mengatakan bahwa mereka harus segera kembali karena ada kalimat pesan yang muncul di ponselnya. Indira mulai panik, sedangkan kedai Donita mulai ramai. Ia tak enak hati jika harus meninggalkan Donita dengan kesibukan yang baru saja dimulai.

“Maaf, Donita. Kami harus kembali...” ucap Indira dengan hati-hati.

“Oh, secepat itukah?” pertanyaan Donita begitu mengusik dan membuat Indira menjadi berat untuk pergi. “Aku belum menyiapkan sesuatu untuk kalian,” ia menaruh pizza pada tungku pemanggang lalu menoleh pada Alsa sambil membersihkan tangannya.

“Donita, kami tak meminta apapun. Terima kasih,” ucap Indira.

“Akulah yang harusnya berterima kasih atas bantuan kalian. Kalian luar biasa.”

“Kamulah yang luar biasa. Kamu berani untuk berbeda, membuat kedai pizza yang menyajikan menu halal dan sehat. Meskipun minoritas kau bertahan dengan keyakinanmu,” ujar Ovi.

“Dan kamu adalah malaikat berwujud manusia,” Alsa membuat Donita terdiam. “Walaupun yang kamu terima tak seberapa, tetapi kamu tetap berbagi untuk yang lainnya.”

Yes, yes, you are angel without wings...” Indira dan Ovi mengangguk bersama dan memasang raut wajah bangga pada Donita.

“Ini semua karena Allah yang mengirimkan kalian ke tempatku. Kalian membuatku bersemangat dan yakin bahwa meski berbeda tapi rezeki pasti ada,” ucap Donita. Lalu ia memberikan sekotak pizza untuk dibawa oleh Alsa dan yang lainnya. Donita melarang Alsa menolaknya. Alsa bingung harus bagaimana karena seharusnya pizza itu dapat dijual kepada pelanggan. Setelah ketiga remaja itu berpamitan, Donita berlari mengejar mereka.

“Aku harus mengambil gambar kalian di depan kedaiku,” Donita antusias ingin berfoto dengan Alsa dan teman-teman.

Lalu dengan cepat mereka bertukar nomor ponsel. Dari kejauhan teman-teman Donita mengucapkan terima kasih dengan lambaian tangan yang ramah khas warga Italia, dan mengharapkan Alsa kembali lagi ke Italia.

“Yuk, tinggal 10 menit lagi,” ajak Ovi. Lalu mereka berlari menuju tempat asal mereka datang. Dengan sekotak pizza kejutan yang telah disiapkan oleh Donita, mereka bersiap untuk kembali ke rumah Alsa.

***

Dua negara dalam satu hari, melelahkan namun penuh cerita. Setelah melahap pizza bersama teman-teman di ruang tengah, Alsa beristirahat sejenak di kamarnya sambil memperhatikan kotak ajaib yang telah berubah warna merah kembali. Indira dan yang lain sudah kembali ke rumahnya masing-masing untuk beristirahat. Saat ia ingin membuka kembali kotak itu untuk melihat beberapa foto yang memberikan kenangan dari setiap perjalanan, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarnya

“Al…”

“Ada apa, Ma?”

“Kita ke rumah mbah ya,” Mama berkata dengan mata berkaca-kaca.

“Mbah kenapa? Kok Mama…” belum selesai Alsa bicara, Mama menangis.

“Mbah putri meninggal dunia, nak. Kita kesana sekarang ya.”

Alsa terkejut bukan kepalang. Ketika petualangannya ke Cina mempertemukan ia dengan seorang nenek yang begitu ramah, lalu ia terasa berat pergi meninggalkannya. Ternyata itu sebuah pertanda bahwa ia akan berpisah dengan neneknya untuk selamanya. Air mata Alsa tak kuasa untuk dibendung, ia menangis tersedu. Terbayang wajah nenek yang begitu menyayanginya dan selalu mencium keningnya ketika ia datang untuk berkunjung. Kini, neneknya telah pergi karena sakit yang dideritanya. Ia begitu terpukul karena di hari-hari belakangan Alsa hanya sibuk berpetualang dengan kotak ajaib, demi memecahkan teka-teki dan mencari Kiki.

“Maaf ya. Sepertinya aku ga bisa melanjutkan petualangan besok. Mbah putriku meninggal,” ucap Alsa pada Indira dan Ovi di panggilan video.

Innalillahi…

“Kalau kalian mau tetap melanjutkan, silakan. Aku kirim kotaknya ke rumah Indira ya,” Alsa menawarkan.

“Eh jangan ke rumahku, Al. Ke Ovi aja,” Indira menolak.

“Gimana, Vi? Maaf, ini bukan kemauan aku untuk mengulur waktu, tapi…”

“Aku paham. Ga apa-apa, Al. Nanti saja kalau kamu sudah siap untuk main lagi,” jawab Ovi tak meninggi seperti biasanya. “Aku turut berduka ya, Al,” ucap Ovi.

“Terima kasih teman-teman atas pengertian kalian. Kalau nanti aku sudah di rumah lagi, aku pasti langsung kabari kalian. Tapi kalau kalian berubah pikiran, kabari aku ya. It’s okay.”

Indira dan Ovi memilih untuk menunda petualangan mereka karena Alsa sedang berduka, meski Ovi harus tertahan sebentar untuk menemukan Kiki. Sahabat memang seperti keluarga, tetapi keluarga harus lebih diutamakan daripada sahabat. Sehari harus dilalui tanpa petualangan dengan kotak ajaib dan portal waktu. Mereka beristirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk menghadapi petualangan misteri selanjutnya sambil memanjatkan doa untuk almarhumah neneknya Alsa.

“Kok kalian masuk sekolah?” Yanu bertanya kepada Indira dan Ovi saat berada di kelas. “Alsa kemana? Trus hari gimana?” Pertanyaan Yanu menguap tanpa jawaban.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MAMPU
5170      2037     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
4349      1583     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
My World
535      353     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
7806      2247     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...
Seharap
5318      2195     0     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
1232      790     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Adiksi
5715      1964     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
The Maiden from Doomsday
10081      2191     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Premium
Antara Aku Pelangi & Hujan
3299      1213     0     
Romance
Zayn bertemu dengan seorang gadis yang sedang menangis di tengah derasnya hujan dan tanpa sadar Zayn tertarik dengan gadis tersebut Ternyata gadis tersebut membawa Zayn pada sebuah rahasia masa lalu yang di lupakan Zayn Membawanya pada sesuatu yang tidak terduga
Cinta Sebelum Akad Itu Palsu
105      77     1     
Inspirational
Hayy dear...menurut kalian apa sih CINTA itu?? Pasti kalian berfikir bahwasanya cinta itu indah, menyenangkan dan lainnya. Namun, tahukah kalian cinta yang terjadi sebelum adanya kata SAH itu palsu alias bohong. Jangan mudah tergiur dan baper dengan kata cinta khususnya untuk kaum hawa niii. Jangan mudah menjatuhkan perasaan kepada seseorang yang belum tentu menjadi milikmu karena hal itu akan ...