"Tidak perlu berpura-pura menjadi suami yang selalu setia kepada istri, jika diluar rumah saja kau masih sering menatap lembut kepada wanita lain.”
Batin Adelar setiap kali mengingat Ayahnya.
Banyak kesakitan yang ia rasakan di balik kamarnya. Tidak bisa tidur hingga begadang, mengintip jika sudah reda pertengkaran Ayah dan mendiang Ibunya, Menahan nangis ketika mata mendiang Ibunya lebam, biru tanda dipukul habis habisan.
Apakah ini tujuan menikah?
Dada serasa sesak, mata berkunang kunang, tenggorokkan kering, kepala sakit serta ingin muntah.
Ayahnya sosok yang sangat keras, disiplin terkadang otoriter.
Tangannya sangat ringan memukul apapun yang tidak ia suka.Bahkan memukul pembantu lama pun ia pernah.
Adelar juga bulan bulanan Ayahnya, itu kerap sekali terjadi sebelum mendiang Ibunya meninggal.
Di hina,dibilang gagu padahal speech delay, sampai besar dibilang kalau makan rakus, bikin malu keluarga besar, jorok, gak rapi,bodoh dan berbagai umpatan lainnya.
Capek? tentu saja.
Hingga pada saat Ibundanya meninggal, Adelar berubah drastis. Lebih ke arah prefeksionis.
Makan dengan takaran yang bisa dibilang cukup sedikit agar tidak dibilang rakus
Cuci tangan hingga berulang kari agar tidak dibilang jorok
Mengejar semua nilai di bangku SMA hingga bangku kuliah dengan nyaris rata rata A ,tujuannya agar tidak dibilang bodoh
Rambut tertata rapi, bersih, dan juga terawat.
Hampir sering ia memakai skincare agar terlihat putih bersih, karena dulunya ia memiliki kulit sawo matang mirip Mendiang Ibundanya.
Semua yang ia lakukan agar tervalidasi oleh Ayahnya bahwa ia layak di perlakukan dengan baik.
Agar ia layak diberikan kesempatan meneruskan usaha Ayahnya.
Tapi itu sia sia, Ayahnya hanya fokus dengan kehedonannya berpesta dan berbagai wanita simpanannya.
*****