Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 19: Tersadar (2)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Dhisti dan rekan kerjanya duduk melingkari meja, menghadap sebuah layar yang menampilkan slide-slide  tentang A Latte. Damian berdiri di tengah menjadi pusat perhatian para karyawannya. Slide itu awalnya menggambarkan A Latte dengan ciri khasnya. 

"Panik karena ada saingan baru itu wajar. Tapi kita harus ingat A Latte punya identitasnya sendiri. Ada yang ingat itu apa?"

"Tentu, Pak. Kita bukan sekedar menghadirkan kopi dengan kualitas terbaik. Kita juga lakukan pendekatan emosional. Sapa mereka dari hati dan memberi ruang buat kenyamanan juga," jawab Fino dengan mantap.

Damian mengulas senyum pada lelaki itu sebelum melanjutkan ke slide berikutnya. 

"Kualitas kopi dan snack. Apa yang kita tawarkan juga menjadi poin penting. Tapi semua itu harus diimbangi dengan pelayanan yang maksimal. Benar begitu kan, Dhis?"

Dhisti yang asyik menggores sesuatu di notebooknya seketika terhenyak. Wajahnya menegang seiring tangannya yang menggenggam pensil begitu erat. 

"Hm, iya,Pak. Saya selalu tekankan anggota saya untuk mengikuti prosedur pelayanan," jawab Dhisti.

Damian memandang wanita itu dalam hingga ia menunduk. "Kamu kayak jawab pertanyaan dosen killer.  Tegang banget. Padahal Fino biasa aja."

Dhisti menelan ludahnya melirik Fino yang melambaikan tangan padanya sambil tersenyum. 

"Makannya fokus, Dhisti. Kamu harusnya bersyukur nggak saya keluarin dari meeting."

Dhisti memajukan bibir pada cibiran Damian di tengah rapat. Namun, wanita itu hanya bisa menghela napas menahan rasa kesalnya. Rania mengulum bibir, menahan tawa melihat sahabatnya.

"Ada pertanyaan dulu atau usul?" tanya Damian.

Mereka menggeleng memberikan kesempatan bagi Damian untuk kembali memaparkan ide. 

“Oke. Sampai di sini dulu. Kalian bisa kasih opini atau mau menambahkan,” ujar Damian, meraih kursi di dekatnya. 

"Intinya, kita nggak perlu nyamain mereka. Dengan menekankan layanan dan menu, kita pasti bisa meningkatkan penjualan atau paling nggak mempertahankan pelanggan," lanjut Damian, menatap para karyawannya. 

Mereka berdiskusi dengan teman di sebelahnya sebelum Dhisti mengangkat tangan. Damian mengangguk, memberi kesempatan bagi wanita itu berbicara. Beruntung lelaki itu tidak lagi menyinggung Dhisti.

"Pak, blog yang kita punya juga bisa jadi alat yang ampuh menarik pelanggan. Kita bisa lakukan blog visiting dan menjalin hubungan baik."

Damian berpikir sejenak. "Hm, bisa juga. Tapi itu akan memakan waktu lama. Lebih baik kamu menomorsatukan kualitas tulisan dan content lain, kayak video. Nanti saya jelaskan lebih lanjut."

Dhisti mengangguk dan kembali memusatkan perhatian pada layar di hadapannya. Damian menatap mereka saat Fino memberi usul.

"Kita bisa juga kasih potongan harga untuk beberapa kopi seperti cappucino di hari tertentu, Pak. Tambahan makanan pembuka gratis kayak biskuit juga oke," ujar Fino.

Damian menggerakkan tetikus, mencari data tentang pengeluaran dan pemasukan kafe. Ia memindai data dan mengiakan pendapat Fino. "Bisa. Nanti kamu atur dengan bagian administrasi,” ujar Damian, sebelum memandang Tina yang duduk dekat Bella. 

"Sekalian kamu juga harus kirim pesan buat para pelanggan, Tin. Nanti Dhisti yang buat template kalimatnya. Kita bisa lakukan promosi langsung sama mereka."

Tina mengiakan. "Siap, Pak. Mbak Dhisti, buat yang cakep ya, hehe."

Wanita bermata almond itu mengangkat ibu jarinya dan menulis tugasnya di buku catatan. 

"Oh ya, untuk hari ini, kalian tinggal lanjutkan tugas sampai jam kerja selesai. Besok, kita mulai dengan semangat baru," lanjut Damian lagi.

Mereka mengangguk dengan mantap seiring senyum yang terkembang. Memang belum ada hasil yang terlihat. Namun, dengan ketulusan, para pelanggan setia mereka pasti kembali berdatangan. Mengetahui semua hal sudah tersampaikan, Damian menutup rapat, membiarkan para karyawannya pergi. Saat hanya tersisa Dhisti, Damian teringat Satria. 

"Oh ya, Dhis jangan lupa tugasmu yang lain."

Dhisti menaikkan alis, menatap lelaki di hadapannya. Damian menghembuskan napas. "Satria. Selesai saya jelasin blog, kamu langsung ke rumah Mama. Nanti saya nyusul."

Dhisti mengiakan sebelum pamit, menemui Fino yang berdiri di balik pintu. Wanita bermata almond itu berjengit, hingga lelaki itu tertawa.

"Ih, nguping aja lo. Bukannya balik kerja. Ada apa, sih?"

Fino terkekeh geli dan menatap Dhisti. "Kalau gue curi dengar, romannya Pak Bos udah mulai suka sama lo. Good luck ya, buat kalian."

"Fino, apaan deh," ujar Dhisti mencubit lengan kekar lelaki di dekatnya. Fino mengaduh sambil mengusap lengannya.

"Pak Bos cuma ingatkan soal blog. Nggak ada yang lain."

Fino memicingkan mata. "Yakin? Tapi apa hubungannya sama rumah Mama?"

Dhisti terperanjat mendengarnya. Wanita itu tidak mungkin memberitahu soal Satria.

"Well, lupain Dhis. Gue cuma mau bilang, mengakui perasaan cinta itu nggak salah. Kalau Pak Bos biasa aja sama perasaannya dan nggak membalas, nggak papa. Yang penting jangan sampai lo yang ngejar dia. Tunjukkan kalau lo bisa menarik hatinya."

Dhisti menatap Fino dalam, mencerna perkataan lelaki itu. Dhisti tidak mengerti ke mana hatinya membawa ia melangkah. 

"Gue ngerti. Yang jelas, habis ini kita harus kerja lebih serius. Gue yakin A Latte bisa kembali berjaya."

Fino mengulas senyum lebar sebelum mengepalkan tangan ke udara.

"Yes, jaya, jaya," ujar Fino penuh semangat. Dhisti spontan mengikuti perkataan dan gerakan Fino, membuat suasana jadi lebih ramai. 

Damian yang mendengar keributan itu membuka pintu menemui dua karyawannya, menari tidak jelas di dekat kantornya. Ia berdeham hingga kedua orang itu menoleh.

"Tadi saya suruh kalian ngapain?"

Fino menurunkan tangannya sebelum melirik Dhisti. "Eh, maaf, Pak. Kami lagi pemanasan dulu Pak, hehe."

Dhisti mengiakan sambil menyenggol lengan Fino. Damian menggeleng tak mengerti dengan tingkah dua karyawannya.

"Kalau gitu kami permisi, Pak," ujar Fino merangkul pundak Dhisti. Wanita itu mengangguk dan mengikuti langkah Fino. Damian tertegun melihat Fino yang begitu akrab terkesan melindungi wanita itu. Tangan Fino yang melingkar di pundak Dhisti seperti menjadi tanda kalau mereka bersahabat baik.

Damian menutup matanya seiring jantungnya yang bertalu dua kali lebih cepat. Lelaki itu tidak mengerti pada hatinya yang menuntunnya pada sebuah relung penuh tanya.

**

Dhisti menatap layar komputer di hadapannya yang menampilkan sebuah website dengan warna peach. Di jendela yang lain wanita itu sedang mengedit sebuah video singkat tentang para karyawan A Latte dan job desk nya. Dhisti mengulas senyum melihatnya dan segera ia larut dalam pekerjaannya mengabaikan Damian yang menghampirinya.

"Ada masalah, nggak?"

Dhisti menggeleng sambil menatap wajah Damian. Lelaki itu sepertinya baru mencuci wajah tercium dari aroma sabun yang masculine. Hati Dhisti seketika menghangat hingga muncul senyuman kecil. 

Damian memeriksa gawainya tidak menyadari tatapan Dhisti yang kini makin dalam memindai wajah lelaki itu. Semakin dilihat Dhisti terjatuh dalam relung yang membawanya dalam ketenangan.

"Ngelamun bisa buat kerjaanmu selesai ya, Dhis?"

Wanita itu terperanjat dan mengalihkan pandang pada layar komputer. 

"Cepet kerjakan. Jam 8 kamu harus ke rumah Mama," ujar Damian sebelum berjalan ke pantry. Ia harus memastikan Fino dan rekannya bisa mempersiapkan bahan untuk besok.

Dhisti menggerakkan tetikus dan melanjutkan pekerjaannya. Sesekali ia memainkan pulpen dan memandang ke langit-langit. Biasanya ada ide yang muncul kalau ia sejenak mengalihkan pandangan pada hal lain. Seiring waktu berjalan wanita itu tenggelam dalam tugasnya.

Setelah selesai membuat draft untuk blog dan mengedit video, Dhisti merenggangkan badan. Ia menggosok matanya yang berair dan seketika menguap. Masih ada setengah jam lagi dan Dhisti pikir cukup untuk memejamkan mata.

Damian yang baru kembali dari pantry tertegun saat manik matanya tertuju pada Dhisti. Wanita itu membaringkan setengah tubuhnya di atas meja sementara satu tangannya menjadi bantal. Damian berdecak menghampiri wanita itu. Tangannya bergerak untuk menyentuh pundak Dhisti tapi menariknya lagi. Ia mendesah kesal dan menjawil lengan wanita itu berkali-kali.

Namun, wanita itu bergeming. Napasnya teratur hingga Damian tidak tega memintanya bangun. Lelaki itu memasukkan kedua tangan ke saku memperhatikan wajah Dhisti. Sebagian rambutnya terurai ke kening tapi Damian mengabaikannya.  Tidak ada hal istimewa dari Dhisti yang membuat lelaki itu melambung ke angkasa seperti yang ia temukan pada Laras. Namun, selalu ada desiran hangat yang mengalir di hatinya tiap kali berdekatan dengan wanita itu. Desiran yang menciptakan ketenangan. Damian seperti berdiri di hadapan cermin dan ia siap merangkulnya. Refleks tangan Damian terulur ke arah Dhisti mengelus punggung wanita itu. Segera ketenangan melingkupi hatinya. Namun secepat rasa itu datang, lelaki itu menghalaunya.

"Ah, sial. Kenapa aku jadi mellow begini? Dia karyawanmu, Damian."

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sacred Sins
1061      645     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
My Brother Falling in Love
33186      3218     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Bisakah Kita Bersatu?
565      314     5     
Short Story
Siapa bilang perjodohan selalu menguntungkan pihak orangtua? Kali ini, tidak hanya pihak orangtua tetapi termasuk sang calon pengantin pria juga sangat merasa diuntungkan dengan rencana pernikahan ini. Terlebih, sang calon pengantin wanita juga menyetujui pernikahan ini dan berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani pernikahannya kelak. Seiring berjalannya waktu, tak terasa hari ...
Annyeong Jimin
27036      3408     27     
Fan Fiction
Aku menyukaimu Jimin, bukan Jungkook... Bisakah kita bersama... Bisakah kau tinggal lebih lama... Bagaimana nanti jika kau pergi? Jimin...Pikirkan aku. cerita tentang rahasia cinta dan rahasia kehidupan seorang Jimin Annyeong Jimin and Good Bye Jimin
I am Home
501      343     5     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
Vampire Chain
1808      727     4     
Fantasy
Duniaku, Arianne Vryl Berthold adalah suatu berkah yang penuhi cahaya. Namun, takdir berkata lain kepadaku. Cahaya yang kulihat berubah menjadi gelap tanpa akhir. Tragedi yang tanpa ampun itu menelan semua orang-orang yang kusayangi lima belas tahun yang lalu. Tragedi dalam kerajaan tempat keluargaku mengabdi ini telah mengubah kehidupanku menjadi mimpi buruk tanpa akhir. Setelah lima bel...
Percikan Semangat
851      456     1     
Short Story
Kisah cinta tak perlu dramatis. Tapi mau bagaimana lagi ini drama yang terjadi dalam masa remajaku. Cinta yang mengajarkan aku tentang kebaikan. Terima kasih karena dia yang selalu memberikan percikan semangat untuk merubahku menjadi lebih baik :)
Adelia's Memory
471      298     1     
Short Story
mengingat sesuatu tentunya ada yang buruk dan ada yang indah, sama, keduanya sulit untuk dilupakan tentunya mudah untuk diingat, jangankan diingat, terkadang ingatan-ingatan itu datang sendiri, bermain di kepala, di sela-sela pikirian. itulah yang Adel rasakan... apa yang ada di ingatan Adel?
Last Hour of Spring
1435      744     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Unending Love (End)
15161      2088     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...