Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 13: Amarah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Angin berhembus pelan, menerbangkan dedaunan kering yang berjatuhan dari pohon kersen. Arahnya kini menuju sebuah kamar tipe master yang menghadap ke pegunungan. Damian membenarkan selimut Laras sebelum menatap dalam wajah itu. Lelaki itu mengelus pipi Laras yang lembut dan mengulas senyum. 

"Thanks udah hadir di dunia, Ra. Kamu alasan aku bisa menjalani hari dengan lebih baik."

Tatapannya kini beralih pada perut Laras yang membesar. Damian mengelusnya sambil membisikkan kata penuh cinta. Ada seseorang yang lelaki itu tunggu untuk menjadi bukti cintanya dengan Laras. 

Laras mengerang sebelum matanya membuka perlahan. Ia sudah terbiasa untuk tidak merenggangkan badan mengingat keadaannya. Ia meraba kain yang menjadi alas tidurnya. Seprai motif bunga tulip ini sangat tidak familiar. Ditambah jendela besar yang tirainya melambai, menampilkan lanskap keindahan alam dengan hijaunya pepohonan. Laras menoleh dan menemukan Damian yang berlutut di sebelahnya. Wanita itu berjengit sebelum duduk dengan susah payah. Tidak ia hiraukan Damian yang berusaha membantunya.

“Kenapa aku di sini? Ini bukan kamarku.”

Damian mengulas senyum dan merapikan rambut Laras yang mencuat ke wajahnya. “Aku membawamu ke villa, Ra. Aku nggak bisa lihat kamu sendirian menanggung sakitnya kehamilan itu.”

Laras membulatkan mata mendengarnya. Kantuk yang masih menyergapnya kini sepenuhnya hilang. Ia menatap Damian dengan tajam, menyalurkan segala kebencian yang memenuhi hatinya. Laras menggeleng sebelum beranjak dari tempatnya. 

“Kamu beneran udah gila, Damian! Kamu nggak pernah mikir panjang.”

Damian menatap wanita yang mengenakan gaun selutut itu. Wajahnya kuyu tapi lelaki itu tetap merasakan kehangatan.

“Aku bisa pastikan semua berjalan baik, Ra,” jawab Damian dengan tegas.

“Beraninya kamu bawa aku pergi. Kamu pikir kamu siapa, hah?” teriak Laras, mengabaikan tendangan dalam perutnya. Sepertinya ia mau memberi tanda agar wanita itu tenang.

Damian tahu wanita itu akan memarahinya. Tapi lelaki itu tidak peduli. Damian menatap manik cokelat Laras yang berkilat dan meraih tangannya. Laras bergidik dan menepisnya. 

“Jangan sentuh aku,” sentak Laras.

Damian bersikeras dan menggenggam erat kedua tangan Laras.

“Ra, semua karena keadaanmu. Aku nggak bisa dengar di telepon kamu kewalahan. Makannya aku bawa kamu kemari supaya lebih tenang. Berdua, kita bisa lewatin ini,” jawab Damian, menatap wajah wanita di hadapannya.

Laras menggeleng kuat sampai kepalanya sakit. Damian mengelus tangan Laras, menyalurkan kehangatan tapi wanita itu menariknya lagi. Semua yang menuntun Laras pada titik ini menciptakan lautan kesedihan yang dalam di hatinya. Bahunya berguncang, seiring air mata yang turun melewati pipinya.

“Please, Ra.” Damian mendekati Laras dan menghapus air mata itu. Lelaki itu kini bisa merasakan pedihnya hati Laras.

“Semua akan baik-baik aja. Percayalah.”

Laras mendorong lelaki itu dengan kuat dan berbalik. Ia berjalan ke pintu dan membukanya. Mendesah kesal karena terkunci, Laras kembali menghunus Damian dengan pandangan tajam.

“Aku mau pulang sendiri. Mana kuncinya?”

Damian menggeleng pelan sebelum mengambil gawai di nakas. “Aku harus ngabarin Mamamu. Setidaknya memastikan dia nggak khawatir mencarimu.”

Laras tak percaya kalau Damian mengambil jalan yang penuh resiko ini hanya untuk merawatnya. “Aku benci kamu, Dam. Kamu nggak berhak hidup tenang setelah ini."

Damian tidak menjawab dan menekan ikon panggilan di aplikasi itu. Di seberang, Nuri segera mengangkatnya. 

“Pagi, Tante. Aku mau infokan sesuatu.” 

Nuri memijat pelipisnya yang berdenyut. “Kamu yang ambil Laras, kan? Semua orang udah Tante tanyain tapi nggak ada yang tahu.”

Damian menghela napas panjang sebelum menjelaskan apa yang sudah ia lakukan. Nuri menggenggam gawai dengan erat hingga buku jarinya sakit. Detak jantungnya bertalu dua kali lebih cepat. Wanita paruh baya itu menyentuh dadanya dan memijatnya perlahan. 

“Kamu ngapain Laras? Ngerti nggak, kalau dia lagi hamil dan dia membencimu? Atau kamu mau anak itu lahir prematur?” tanya Nuri penuh emosi. 

Damian tersentak mendengarnya tapi ia menghalau pikiran negatif Nuri. “Maafin aku, Tan. Tapi aku nggak bisa menahan diri lagi. Aku harus jagain Laras sebagai bukti tanggung jawabku.”

Nuri menghela napas sebelum membuangnya ke udara. Ia tidak pernah menduga kalau Damian nekad melakukan ini. “Kamu udah buat kesalahan besar, Damian. Dengan cara apapun kamu berusaha memperbaikinya, nggak akan mengubah segalanya. Yang ada, kamu buat keadaan Laras memburuk.”

Damian menatap Laras yang mengelus perutnya sambil duduk di tepi tempat tidur. Lelaki itu mencerna perkataan Nuri sebelum wanita itu melanjutkan.

“Pulangkan Laras sekarang, Dam. Atau saya melaporkanmu ke pihak berwajib.”

Damian berjalan mendekati Laras agar wanita itu bisa mendengarnya. “Tante, Laras pasti baik-baik aja. Izinkan aku merawatnya sampai anak itu lahir.”

Nuri berdecak, menyadari tekad Damian yang kuat. “Hak asuhnya jatuh secara mutlak padamu, Dam. Saya dan Laras nggak akan mengganggumu lagi. Sekarang pilihannya ada di kamu. Kembalikan Laras atau kamu kehilangan anakmu.”

Laras menatap lelaki itu dengan tajam. “Aku setuju dengan perjanjian itu tapi aku juga harus pastikan Laras dalam jangkauan. Aku nggak bisa lagi mendengar dia kesakitan, Tan.”

Nuri terdiam lama mendengar perkataan lelaki itu. Ia tahu melawan hati yang keras tidaklah mudah. “Tante mau bicara sama Laras. Mana dia?”

Damian mengiakan dan memberikan gawai pada Laras. 

“Ra, kamu nggak papa, kan? Sabar ya, Ra. Ibu akan cari cara supaya kamu kembali ke rumah," ujar Nuri dengan lembut.

Laras mengangguk. “Aku percaya sama Ibu.” 

Damian mengulas senyum walau hatinya entah mengapa diliputi ketidaknyamanan. Setidaknya, Laras bisa menyadari keteguhan hatinya.

**

Roti isi sayuran itu tertata rapi di piring saji sementara satu teko teh chamomile menjadi pelengkap. Dhisti memotong roti menjadi dua bagian agar lebih mudah dimakan sebelum menyerahkannya pada saudaranya.

"Ayo, Mbak. Kita sarapan," ujar Dhisti ramah.

Laras menatap manik hitam saudaranya dengan tajam. "Kamu sama aja sama Damian. Kalian udah kerjasama buat menghancurkan hidupku, kan?"

Dhisti mendesah pelan. "Mbak, aku sama sekali nggak tahu rencana Damian. Aku-"

Laras mengibaskan tangannya. "Udah, lah. Aku nggak mau dengar alasanmu. Aku pinjam hapemu. Aku mau pesan taksi."

Dhisti terkesiap. "Mbak, jangan gegabah. Kita tunggu sampai bude atau Damian yang antar lagi ke Jakarta. Mbak lagi hamil dan penuh resiko kalau di jalan ada sesuatu yang buruk," jawab Dhisti lugas. Biar bagaimanapun bentuk hati Dhisti sekarang, ia tidak tega juga kalau saudaranya menanggung beban yang lebih berat. 

Laras memicingkan matanya. "Kok kamu jadi mendukung Damian? Dhis, dia itu lelaki yang kurang ajar. Siapa pun yang suka sama dia pasti cewek bodoh."

Wanita bermata almond itu terhenyak. Perkataan Laras sangat menohoknya. Bagaimana kalau Laras tahu perasaan Dhisti pada Damian? 

"Bukan gitu, Mbak. Ah, lupain Mbak. Sekarang Mbak makan dulu biar ada tenaga."

Laras menurut dan mengunyah rotinya. Di kejauhan Damian mengulas senyum melihat Laras yang makan dengan lahap. Kandungannya pasti sehat. Lelaki itu perlahan menghampiri Laras dan mengelus pundak wanita itu.

"Aku pasti bawa kamu pulang, Ra. Tapi setelah aku pastikan keadaanmu stabil. Sebentar lagi ada dokter kandungan yang mau datang."

Laras menoleh menemukan pancaran mata yang penuh ketulusan. Hal yang juga disadari Dhisti. Wanita itu menatap roti isinya seiring hatinya yang kembali patah 

Kamu benar, Ra. Aku cewek bodoh itu.

**

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
592      388     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Dramatisasi Kata Kembali
648      324     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
In Your Own Sweet Way
387      270     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
SOLITUDE
1424      543     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
My Doctor My Soulmate
61      55     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Seberang Cakrawala
87      82     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
ZAHIRSYAH
5485      1659     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1801      730     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403      1482     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...