Kisah cinta yang indah atau yang buruk, tentu akan dikenang sepanjang masa oleh pemiliknya. Tentunya, kisah yang telah terpilih buruk tidak akan menceritakan hal-hal indah di dalamnya. Sementara itu, kisah yang telah terpilih sebagai cerita terbaik, hanya akan meninggalkan kenangan dan kerinduan bagi sang pemilik ceritanya. Cerita yang menyenangkan, mengesankan, mengharukan, bahkan kisah romantis dari romansa manapun akan kalah. Mengapa tidak? Karena pemilik kisah mengetahui cerita yang sebenarnya, meskipun ia akan berbohong kepada publik mengenai kisahnya. Jika indah bagikanlah, jika buruk cukup simpan dan lupakan. Jika kau bisa memilih? Cerita mana yang akan kau kenang selalu? Cerita yang indah bukan? Bahkan kisahmu akan melebihi kisah cinta Rahwana kepada Sinta.
Rahwana memang benar, menculik Sinta. Rahwana benar-benar raksasa yang tertembus dengan wajah buruk, kepala sepuluh, dan bertubuh menyeramkan. Meskipun ia adalah seorang raja di Alengka dan memiliki kesaktian, namun apakah ada Wanita yang tulus? Apakah Sinta tidak takut padanya? “Tuhan, jika cintaku terhadap Sinta terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku,” kata Rahwana.
Rahwana memiliki muka yang jelek dan memenggal kepalanya setiap lima ribu tahun. Ia memenggal kepalanya, hingga kepalanya yang kesepuluh dan selesai hidupnya. Ia ingin bunuh diri, mengakhiri hidupnya. Namun dilarang oleh Dewa dan mengtakan bahwa sesungguhnya di dunia ini ada baik dan buruk, ada siang ada malam. Dewa mengabulkan dua permintaan Rahwana, agar ia tidak bunuh diri. Pertama, ia menginginkan kesaktian yang tiada tara dan kedua, ia menginginkan titisan Dewi Widowati. Dewa mengabulkan. Perlu diketahui dan digaris bawahi, Dewi Widowati menitis kepada Sinta. Secara tidak langsung, alam dan semesta mengatakan bahwa Sinta memang diundang untuk bersama Rahwana.
Konon, di taman Argasoka Sinta ingin menghunus keris sewaktu-waktu jika Rahwana menyentuhnya. Namun yang sebenarnya terjadi, Rahwana tidak pernah sedikitpun menyentuh Sinta. Ia hanya akan menyentuh Sinta, jika dan hanya jika Sinta telah jatuh cinta padanya. “Sinta, tak usah kau menghunus keris dari balihan burung Jatayu. Karena aku hanya mau menyentuhmu jika kau telah mencintaiku,” ucap Rahwana. Ia tidak pernah menyentuh Sinta, bahkan sampai akhir hayatnya, sampai ia mati karena perkelahian melawan Rama (suami Sinta). Tidak ada yang salah dengan cinta, siapapun bisa mencintai siapa. Termasuk Rahwana yang mencintai Sinta. Hanya saja, ia salah karena telah kabur dari Sinta dan ia ingin meminta maaf kepada Rama. Sebagai ksatria, cara meminta maaf adalah dengan cara eksekusi.
Begitu agung cinta Rahwana kepada Sinta. Meskipun ia kalah dalam jangka waktu yang cukup lama, Rahwana tidak pernah sedikitpun menyentuh Sinta. Meskipun cinta Rahwana begitu agung, ia tidak dapat menikahi Sinta. Kisah Rahwana kepada Sinta ini, mengingatkanku akan kutipan dari Sudjewo Tedjo yang mengatakan bahwa menikah itu takdir, mencintai itu takdir. Kau bisa berencan dengan siapa. Tapi tak bisa, kau rencanakan cintamu untuk siapa.
Kisah Ramayana memang cerita romansa, dimana banyak pembaca yang mengagumi Rama yang menyelamatkan Sinta. Namun, jika kita melihat lebih detail. Rama atau Hanoman yang dihukum dan mengalahkan Rahwana? Apakah tidak mungkin Rama tidak akan menang melawan Rahwana tanpa bantuan Hanoman? Kemudian setelah berhasil menyelamatkan Sinta, mengapa Rama ragu akan kesucian Sinta, meski ia telah berulangkali mengatakan bahwa ia masih suci dan tidak tersentuh sedikitpun oleh Rahwana. Hingga akhirnya Sinta melakukan sumpah obong. Ia bakar untuk membuktikan kesuciannya. Mengapa Rama, suami Sinta, meragukan istrinya sendiri?
Sepenggal cerita diatas, apakah kalian melihat cinta mana yang lebih tulus? Cinta Rahwana atau cinta Rama. Rahwana memang memiliki wajah yang baik dan tak setampan Rama. Namun soal cinta dan menghargai perempuan, tentu saja aku sangat mengagumi Rahwana. Tidak ada alasan, tanpa syaembara, dan bukan nafsu semata Rahwana menculik Sinta. Ia hanya ingin sinta hidup seperti ratu sebagaimana mestinya. Ia layak mendapatkan kemewahan dan kasih sayang yang tulus. Bukan menjadi hadiah syaembara.
Mendengar kisah Rahwana yang mencintai Sinta, aku merasakan sebuah kisah cinta, cinta sepasang kekasih. Keduanya memiliki kisah yang hampir mirip dengan cerita ini. Namun, disini aku sangat yakin, bahwasanya kisah romansa ini memiliki cerita yang lebih dari cinta Rahwana kepada Sinta. Dua sejoli yang saling menjaga dan melindungi. Keduanya memiliki rasa cinta yang agung, bak cinta Rahwana. Perjalanan ini, tentu sangat mengenang dalam kehidupan dua insan terebut. Sebut saja Kiran untuk perempuan dan juga Varen untuk pria. Dua sejoli ini memberiku inspirasi atas kisahnya. Bukan Romeo and Juliet, bukan Beauty and the Beast, tetapi keduanya memiliki cinta Rahwana.
Keduanya bertemu ketika duduk di bangku kuliah, awalnya mereka hanya saling membatin, hingga akhirnya Bersatu. Sayangnya saat di awal semester atau lebih tepatnya saat ospek, mereka tidak saling melirik satu sama lain. Alasan pasangannya adalah, keduanya masih memiliki masing-masing dan mereka menghargai pasangannya sebagai manusia pada umumnya seorang kekasih. Cerita cinta keduanya diawali dengan cerita masa lalu dimana masa putih abu-abu yang menjadi awal dari penjajakan cinta mereka.
Pada cerita ini, saya ingin berbagi dengan kalian semua melalui dua sudut pandang. Baik dari sisi Kiran maupun dari sisi Varen. Sebagai penulis, aku tidak akan memaksa kalian untuk mengikuti alur pikiranku. Aku hanya mengikuti alur pikiran dua insan tersebut. Tentunya, cerita ini adalah cerita yang sangat mengenang dan saya pun haru ketika mendengarkan cerita mereka. Sebagai seorang konsultan pernikahan, sebisa mungkin aku bersikap netral dalam berbagi cerita. Terlebih cerita dari dua klien yang merasa patut diacungi jempol.
Inilah kisah Rahwana dan Sinta dalam ranah modern.