Kenzie mengetuk pintu di hadapannya. "El, ini gue Kenzie. Gue boleh masuk."
Setelah Kenzie mengantarkan Shaera ke tempatnya, dia langsung menuju ke kediaman Elea. Kenzie begitu mengkhawatirkan kondisi Elea dan jujur dia juga sangat merindukan Elea.
"Elea, gue bawa topokki kesukaan lo nih." Kenzie mencoba memanggil lagi dan mengetuk pintu kamar Elea sekali lagi.
Untunglah tak lama Elea menyahut dengan suara yang terdengar begitu lemah. "Masuk Ken, pintunya enggak dikunci."
Kenzie mendorong pelan pintu di hadapannya. Begitu terbuka terlihat Elea sedang duduk diatas ranjangnya dengan selimut yang menutupi setengah badannya. Wajah perempuan itu begitu sendu dan sembab. Rambutnya pun sedikit berantakan.
Kenzie menghampiri Elea, dia tak tega melihat kondisi Elea. Kenzie tahu yang sakit bukanlah raganya Elea, tapi hati Elea lah yang sakit dan terluka.
"El, lo sebenarnya sakit apa? Lo udah periksa ke dokter belum?"
Elea menggeleng, lalu menundukkan wajahnya. Tak lama isakan pelan pun terdengar keluar dari mulutnya. Dia terisak, kedua bahunya bergetar.
"El, sebenarnya lo kenapa?" Kenzie memegang kedua bahu Elea.
Kenzie mengarahkan tangannya lalu mengangkat dagu Elsa dengan perlahan. Hingga dengan jelas Kenzie bisa melihat air mata Elea yang sudah menggenang. "Lo sebenarnya kenapa? Apa Naresh nyakitin lo lagi?"
Elea menggeleng. "Enggak Ken ... Ini bukan karena Naresh."
"Terus karena apa?"
"Gue begini karena salah gue sendiri Ken ... salah gue yang udah terlalu berharap sama Naresh."
"Gue pengen lupain Naresh, Ken."
Kenzie mengangguk. "Ya lo harus lupain dia. Enggak ada gunanya lo terus suka sama dia."
"Tapi masalahnya gue enggak bisa lupa kalau gue terus ketemu dia." Elea menjeda ucapannya. "Gue kayaknya mau berhenti dari dunia entertainment."
Kenzie menggeleng, lalu digenggamnya kedua tangan Elea. Elea sempat terhenyak karena perilaku Kenzie yang tiba-tiba, tetapi Kenzie tak peduli. Dia tetap menggenggam tangan Elea. Dia takan membiarkan Elea menyerah dengan impiannya.
"Lo enggak boleh berhenti. Bukankah jadi artis besar itu udah jadi cita-cita lo sejak lama."
"Tapi perasaan gue tersiksa kalau harus ketemu Naresh terus. Apalagi sekarang Shaera udah balik. Gue juga udah dengar kok Shaera bakal gantiin gue."
"Lo dengar dari siapa?" tanya Kenzie.
Elea menarik tangannya dari genggaman Kenzie. "Shaera yang bilang ... dia kirim pesan, terus minta ijin buat gantiin gue di projek film yang sekarang."
"Terus lo ijinin? Lo lepas yang lo mau?"
Elea menghela nafas dengan kasar. "Udahlah Ken, lo tuh enggak usah ikut campur. Gue udah yakin mau berhenti, dan kayaknya gue juga mau pindah."
"Pindah? Pindah kemana?" Tanya Kenzie semakin tak habis pikir.
"Gue mau nerusin usaha nyokap, dan pindah ke luar negeri. Gue bener-bener mau menjauh dari Naresh."
Kenzie tertawa. Dia tertawa karena hatinya begitu sakit. Dia kecewa karena selama hidupnya Elea hanya memikirkan Naresh, dia sama sekali tak pernah memikirkan tentang Kenzie sedikit pun.
"Lo kenapa ketawa Ken? Lo pikir gue bercanda. Gue serius mau pindah."
"Gue ketawa begini, karena lucu aja sama lo. Lo cuma mikirin diri lo sendiri, Lo mau pergi karena mikirin hati lo sendiri. Lo enggak mikirin fans lo diluar. Lo enggak mikirin gue sebagai sahabat lo."
"Lo egois!"
"Apa di pikiran lo itu cuma ada Naresh. El? Apa selama ini gue cuma lo anggap bayang-bayang doang?" Kenzie tak sadar meninggikan suaranya. Itu semua karena dia tak ingin melihat Elea menghilang dari hidupnya.
"Kenzie, lo kenapa sih? Kenapa reaksi lo berlebihan kayak begini?"
"Gue begini karena gue peduli sama lo Elea. Melupakan bukan berarti lo harus menjauh! Lagipula lo itu belum pernah bilang soal perasaan lo ke Naresh."
Elea mengangkat sedikit tepi bibirnya. Air matanya kembali pecah. "Memang kalau gue bilang dia bakal terima gue. Dia pasti nolak gue Ken ... dan gue enggak siap dengan penolakan itu Ken."
Kenzie tak bisa berpikir lagi untuk membujuk Elea. Dia bangkit dari ranjang Elea. "Ya udah terserah lo aja El. Kalau lo memang mau berhenti, gue enggak akan ngehalangin lo lagi. Kalau lo menghilang silahkan, tetapi enggak usah balik lagi."
"Ken ...."
Kenzie berjalan ke arah pintu, lalu menoleh menatap Elea sebelum dia benar-benar pergi. Haruskah gue bilang kalau gue sayang sama lo? Haruskah gue bilang kalau masih ada gue yang selalu peduli sama lo?
Kenzie menarik nafas. Dia menggeleng dan memutuskan memendamnya seorang diri. Sama halnya dengan Elea. Kenzie juga sebenarnya takut akan penolakan. Hingga dia tak berani menyatakan perasaannya yang sebenarnya. Bahwa sebenarnya Kenzie juga sudah lama menyukai Elea.
"Gue balik dulu El. Silahkan lo lakuin yang lo mau."
Kenzie berlari meninggalkan Elea, dia berusaha tak peduli saat Elea memanggilnya berulang kali. Kenzie juga sudah lelah. Dia lelah mencintai orang yang tak mencintainya.