Bunyi notifikasi masuk ke dalam ponsel Elea begitu terdengar ramai berbunyi. Padahal hari ini rencananya Elea ingin beristirahat lebih lama karena tak ada jadwal apapun. Namun, bunyi notifikasi yang terus menerus masuk membuatnya tak bisa terus memejamkan mata
Elea melenguh, dia bangkit dengan malas, lalu meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Ada beberapa pemberitahuan di sosial medianya. Sepertinya ada gosip baru entah apa itu. Namun, yang membuat mata Elea melebar sempurna adalah notifikasi pesan masuk dari Naresh. Laki-laki itu mengirimkan runtutan pesan dari 20 menit yang lalu.
Naresh : El, jalan yuk berdua. Kebetulan gue lagi enggak ada jadwal kerjaan.
Elea memangku dagu dengan sebelah tangan. "Nih, anak tumben banget ngajak gue jalan berdua. Apa jangan-jangan dia udah putus lagi sama Ilonna?"
Terlihat tulisan di bawa kontaknya Naresh kini berubah menjadi online. Mungkin karena Elea tak kunjung menjawab Naresh pun mengiriminya pesan lagi.
Naresh : Yah, diread doang (emoticon sedih). Ini chat bukan koran El.
Naresh : Lo mau kan nganter gue hari ini?
Elea membalas pesan Naresh, sebelum anak itu kembali menghujaninya dengan chat yang lain.
Elea : Sorry, gue baru bangun. Otak gue masih loading.
Elea : Lo tuh sebenarnya ngajak pergi, atau minta dianterin sih?
Naresh : Haha, minta anterin sih sebenarnya. Gue mau nyari kado buat seseorang.
Seseorang?
Tak sengaja matanya melihat ke arah kalender yang berada tak jauh dari tempatnya. Sekitar seminggu lagi adalah hari ulang tahun Elea.
Apa Naresh mau beli kado buat gue?
Elea menggeleng. Ah, pasti bukan, gue enggak boleh kepedean. Dia pasti mau beli hadiah buat Ilonna, dan mau minta saran dari gue soal kado yang cocok buat Ilonna.
Elea : Ya udah gue mandi terus sarapan dulu. Ntar gue kabarin lagi.
Naresh : Ok beb
"Ih, manggil beb segala? Dasar playboy!" seru Elsa kesal tetapi pipinya sedikit memerah.
"Ahhhhhhhhhh...." Elea menghela nafas panjang, lalu merebahkan tubuhnya ke kasur kembali seraya memegangi dada yang sedari tadi mulai berpacu tak beraturan. Mungkin orang akan menganggap dirinya lebay, tetapi Elea tak bisa memungkiri bahwa ini yang tengah dia rasakan. Mendapat sebuah pesan singkat dari Naresh di pagi hari sudah membuat hatinya bergejolak, dan berbunga-bunga.
"Seandainya aja Resh, lo tuh jadi pacar gue. Gue pasti bakal bahagia banget."
"Gue capek sebenarnya mengagumi lo secara diam-diam, tetapi mau gimana lagi. Buat berhenti mikirin lo aja gue enggak bisa," ucap Elea bermonolog.
Mencintai seseorang yang sulit digapai itu sebenarnya sakit. Tetapi kita terlanjur jatuh dan enggak tahu cara untuk berhenti mencintai orang itu. Entah enggak tahu, atau mungkin kita memang hanya pura-pura enggak tahu karena ingin terus mencintai orang tersebut ~ Kim_Almahyra.
......
Setelah berjam-jam membersihkan diri, dan bersiap Elea pun gegas menghampiri kediaman Naresh yang berada persis di sebelah rumahnya. Namun, saat dia membuka pintu pagar rumahnya terlihat Kenzie sudah berdiri di depannya.
"Ken ...."
"Eh, pagi El ...."
"Pagi juga Ken."
Kenzie mengamati penampilan Elea dari atas hingga ke bawah. "Lo mau pergi? Bukannya sekarang lo enggak ada jadwal kerjaan."
"Iya gue libur, tetapi gue mau pergi sama Naresh. Lo mau ikut?"
Wajah Kenzie sekita berubah tanpa senyum. "Oh, begitu. Enggak ah gue capek ... by the way hati-hati takutnya ada paparazi."
"Tenanglah semua orang juga tahu kok kalau gue sama Naresh tuh sahabatan dari kecil."
"Okelah, gue harap lo have fun jalan sama Naresh, dan gue mau ingatin satu hal sama lo." Kenzie menjeda ucapannya lalu meletakkan kedua tangannya di atas bahu Elea. Dia menatap Elea dengan serius seolah ingin mengatakan hal yang penting.
"Lo jangan baper sama Naresh. Gue enggak mau lihat lo kesiksa sama perasaan lo sendiri. Kalau mau lo terus terang biar semua jelas. Daripada lo mendem dan ga ada kepastian."
"Aish Kenzie." Elea geram mendengar ucapan "Stop nyuruh gue buat jujur!"
Tanpa sadar Elea menghempaskan tangan Kenzie dari atas bahunya dengan sedikit kasar. "Gue minta lo jangan sok tahu soal perasaan gue. Gue baik-baik aja kok walaupun harus mencintai dia dalam diam."
"Dia siapa?" tanya sebuah suara yang muncul dari arah lain.
Elea menoleh, ternyata tanpa disadari Naresh sudah muncul entah sejak kapan. Naresh! Dia dengar enggak ya semua obrolan gue sama Kenzie?
"Lo emang lagi suka sama siapa, El?" tanya Naresh, melangkah menghampiri Elea.
"A-aku suka cowok lah," jawab Elea gagap sekenanya.
"Haha iyalah suka cowok. Masa lo suka cewek. Maksud gue siapa cowok itu?"
"Jangan-jangan cowok itu gue?" ucap Naresh, dia mencondongkan wajahnya ke dekat Elea.
Elea menghindari tatapan Naresh. "Ih, kepedean bukan loh kok. Di-dia enggak lo kenal pokoknya."
Laki-laki bermata indah itu tetap menatap Elea dalam jarak dekat. "Oh, jadi mau main rahasia-rahasiaan nih sama gue."
"Ih, udahlah ini tuh rahasia pribadi gue Resh."
"Tapi tuh Kenzie lo kasih tahu. Lo mah gitu pilih kasih," sela Naresh.
Naresh mengedipkan matanya ke arah Kenzie. "Ken, kasih tahu dong. Siapa sih cowoknya?"
"Oh, itu Elea tuh suka sama Mang Agus." Kenzie menyebutkan nama salah satu kru di bagian konsumsi yang merupakan seorang perjaka tua.
Refleks Elea memukul bahu Kenzie. "Ih, masa Mang Agus. Udah jangan didengerin Resh! Pokoknya ini rahasia gue."
Kenzie terkekeh. "Udah ah, gue mau cabut. Gue mau healing di kasur."
"Lo enggak akan ikut nih?" tawar Naresh.
Kenzie yang sudah melangkah menjauh menggerakan tangannya sebagai isyarat. "Enggak, gue capek. Have fun kalian berdua."
Elea menatap Naresh. "Ya udah ayo kita pergi keburu makin siang dan jalanan macet."
"Ya udah ayo!" Naresh mengajak Elea ke pekarangan rumahnya untuk menaiki mobil Ferrari miliknya.
......
Tenyata sesampainya di Mall pusat kota Naresh mengajak Elea ke sebuah toko perhiasan. Sontak Elea menahan lengan Naresh. "Lo ngapain ngajak gue ke toko jewellery?"
"Iya beli perhiasan lah El, masa mau beli seblak Rafael," gurau Naresh.
"Iya tahu perhiasan, tapi lo mau beli buat siapa? Tante Jenie?" tebak Elea menyebutkan nama ibu Naresh.
"Rahasia, pokoknya ikut aja deh!"
Naresh menggandeng tangan Elea. Namun, karena tak ingin orang lain salah paham Elea buru-buru menarik tangannya dari gandengan Naresh. "Enggak usah digandeng gue bukan anak kecil."
Naresh mengangguk mengerti, lalu gegas masuk ke toko jewellery diikuti oleh langkah Elea di belakangnya.
Mereka berdua langsung disambut ramah oleh semua petugas yang berpakaian rapi nan anggun. Mereka berdua dibawa ke sebuah ruangan VIP untuk melihat perhiasan keluaran terbaru ditemani seorang pramuniaga perempuan yang mengenakan blazer berwarna hitam.
"Kalau boleh tahu apa yang Kak Naresh cari? Atau kakak mau lihat koleksi terbaru kami?" tawar perempuan itu begitu ramah.
"Hmm, saya mau lihat koleksi cincin. Cincin untuk pertunangan juga kalung terbaik yang kalian punya."
Wajah pramuniaga itu terlihat terkejut mendengar permintaan Naresh. Namun, dia begitu sopan dan tak banyak berkomentar. Dia segera pergi untuk mengambil perhiasan yang Naresh inginkan.
Tak sadar Elea menghela nafas dengan panjang, hingga membuat Naresh menoleh ke arahnya. "Kenapa El, lo capek atau laper?"
"Enggak, cuma enggak nyangka aja lo beli cincin tunangan ngajak gue. Kenapa lo enggak ngajak Ilonna?"
"Kalau gue ngajak Illona enggak surprise dong. Lagipula gue pengen tahu selera lo. Gue yakin selera lo sama Ilonna sama."
"Entahlah gue enggak tahu selera Ilonna kayak gimana," jawab Elea malas.
Tak lama pramuniaga perempuan itu kembali seraya membawa beberapa kotak di tangannya. Dengan menggunakan sarung tangan hitam dia memperlihatkan perhiasan-perhiasan yang bertahtakan berlian itu ke hadapan keduanya.
Elea dan Naresh juga mengenakan sarung tangan hitam terlebih dahulu. Sebelum memegang perhiasan tersebut.
"Lo suka cincin sama kalung yang mana?" tanya Naresh pada Elea setelah sekian waktu melihat satu persatu perhiasan yang ada di hadapan mereka.
"Gue sih suka yang ini, sama ini." Elea menunjuk sebuah cincin yang berhiaskan 5 berlian berukuran besar di atas sisinya, dan sebuah kalung yang memliki sedikit hiasan berbentuk love yang terbuat dari rosegold, dan dibawahnya berhiaskan 15 berlian yang membentuk persegi.
"Lo suka yang itu?" tanya Naresh seolah tak yakin dengan selera Elea.
"Iya itu selera gue, enggak tahu kalau Ilonna kayak gimana sukanya."
Naresh melihat ke arah Pramuniaga yang berdiri di hadapannya. "Kak, apa Ilonna pernah kesini?"
"Iya Kak Naresh, kak Ilonna sempat kemari kemarin. Dia terlihat tertarik dengan salah satu perhiasan kami, Namun dia memutuskan membeli yang lain."
"Dia waktu itu terlihat suka yang mana?"
"Yang ini, dan kalau enggak salah kalungnya yang ini. Ini barang terbagus di toko kami, dan price tertinggi di sini."
Perempuan itu menunjukan cincin yang berhiaskan satu berlian berukuran besar ditengahnya, dan disisinya berhiaskan berlian-berlian kecil sebanyak 16 berlian. Sedangkan kalungnya begitu terlihat memancarkan cahaya karena dihiasi 100 berlian berbagai macam ukuran.
"Ya udah saya ambil yang dua ini, saya bayar cash," ucap Naresh, lalu mengeluarkan sebuah blackcard dari kartunya. Saat memberikan blackcard-nya Naresh, meminta pramuniaga itu mendekat, lalu membisikkan sesuatu yang tak bisa Elea dengar.
Pada akhirnya Naresh memilih perhiasan sesuai dengan selera Ilonna. Perhiasan mahal nan mewah yang harganya menembus nominal 100juta rupiah.
Kalau memang dia udah tahu Ilonna pernah kesini, dia ngapain ngajak gue coba? Ujung-ujungnya yang dipilih selera Ilonna bukan selera gue! Bikin bete! Tau begini mending gue istirahat di kasur aja seharian!
.....