Beberapa hari kemudian
Elea dan Naresh melakukan pengambilan gambar untuk promosi film yang mereka bintangi. Karena dibawah naungan managemen artis yang sama. Baik Elea, Naresh, dan Kenzie banyak terlibat dalam project yang sama. Bahkan Ilonna yang katanya pacar baru Naresh pun ikut serta di project film kali ini.
Jujur Elea kurang menyukai Ilonna. Bukan karena Ilonna lebih cantik darinya. Ya, Elea mengakui perempuan itu memiliki visual yang lebih menarik dari dirinya. Rambut Ilonna panjang bergelombang warna coklat, kulit seputih porselen, bola mata keabuan, hidung mancung paripurna, wajah yang tirus, dan bibir yang selalu di hias lipstik ombre setiap hari terlihat membuat daya tariknya seperti para bintang dari negeri ginseng. Apalagi tubuh rampingnya yang gemar memakai pakaian terbuka sangat menggoda kaum Adam, berbeda dengan Elea yang lebih suka berpenampilan tertutup jika tak ada acara yang mengharuskan dirinya mengenakan gaun.
Namun, bukan karena fisik yang disebutkan tadi. Elea tak menyukai Ilonna karena sifat perempuan itu yang sombong, jutek, dan jarang tersenyum. Bahkan ketika menjalankan prosesi syuting pun Ilonna jarang menyapa atau berbicara dengan Elea disela waktu break shooting. Ilonna menunjukan sekali batasannya kepada Elea. Dia lebih gemar berbicara dan menarik perhatian Naresh. Perempuan itu sangat menunjukan ketertarikannya kepada Naresh, dan sepertinya sekarang keinginan Ilonna untuk menjadi kekasih Naresh terwujud.
"Hei, kenapa ngelamun?" Suara Naresh yang baru saja masuk ke ruang ganti mengagetkan Elea.
Elea buru-buru menutup layar ponselnya. Sebelum Naresh tegur sebenarnya dia sedang melihat berita Naresh dan Ilonna yang sedang rame dan bergentayangan di penjuru sosial media. Laki-laki itu kini terkenal bukan karena prestasinya tapi karena sensasinya yang sering bergonta-ganti pasangan.
"Gue enggak ngelamun," jawab Elea acuh, menghindari tatapan mata Naresh.
"Ehmmm, lo masih marah sama gue ya, El?" tanya Naresh, lalu duduk di samping Elea.
"Karena kejadian tempo hari di rooftop cafe." Lanjut Naresh lalu menjeda ucapannya. "Gue sadar waktu itu gue udah keterlaluan marahin lo. Cuma gue tuh pengen lo ngerti kalau gue bukan anak kecil lagi . Gue enggak suka lo awasin terus."
Elea menatap Naresh dengan malas. "Enggak usah minta maaf, lain kali gue enggak akan ikut campur lagi soal hubungan asmara lo. Gue enggak akan peduli mau lo pacaran sama 1000 perempuan dalam setahun sekalipun. Kedepannya gue bakal diam aja."
Naresh tertawa. "1000 setahun, jangankan seribu, 1001 perempuan yang beda bisa gue dapetin dalam sehari."
"Ah, terserahlah gue enggak peduli."
Tiba-tiba tanpa diduga Naresh menggenggam tangan Elea. Sebenarnya Elea biasa melakukan kontak fisik dengan Naresh, tetapi gerakan Naresh yang tiba-tiba kali ini membuat jantung Elea seperti meloncat untuk sesaat.
"Apaan sih pegang-pegang segala."
Naresh tak membiarkan Elea lepas dari genggamannya. Dia malah semakin berlaku aneh di hadapan Elea. Naresh turun dari sofa yang dia duduki lalu berjongkok di hadapan Elea.
"Resh, apa-apaan sih? Lo mau orang lain salah paham juga sama kita."
Naresh menyunggingkan senyumnya membuat ritme jantung Elea kini tak beraturan. "Gue beneran minta maaf El, soal kemarin, dan gue mau lo senyum lagi seperti biasa. Sehari tanpa senyuman lo tuh rasanya ada yang kurang Elea."
Naresh ....
Elea hampir terhanyut dengan kata-kata tersebut hingga dia sadar kalau Naresh ini memang seseorang yang pandai merayu.
Elea mencoba bersikap biasa, dan tak terayu ucapan Naresh "Ya udah gue maafin, tetapi please lepasin tangan gue."
Naresh mengangguk, tetapi dia tetap tak melepaskan tangan Elea. Membuat Elea menggeram kecil.
"Naresh lepas, kan udah gue maafin barusan."
Naresh malah tertawa kecil. Laki-laki bergigi kelinci itu malah terus menggoda menjahili Elea. "Senyum dulu dong, gue kan bilang pengen lihat senyum lo."
Dengan terpaksa Elea menyunggingkan senyumnya selebar mungkin dalam hitungan beberapa detik saja. "Udah, gue udah senyum. Jadi lepasin tangan gue."
Disaat bersamaan Kenzie melangkah masuk ke ruang ganti yang ditempati oleh Elea dan Naresh. Laki-laki itu datang belakangan dari Elea dan Naresh, karena sesi awal dilakukan oleh Elea dan Naresh yang berperan sebagai pemeran utama. Sementara Kenzie, Ilonna dan Max mendapatkan sesi pemotretan di akhir.
Langkah Kenzie terhenti ketika melihat Naresh sedang berjongkok seraya memegang tangan Elea yang tengah duduk di atas sofa berwarna merah.
Seketika hati Kenzie memanas melihat keduanya. Naresh lagi, kenapa Naresh selalu selangkah lebih maju dari gue. Dia lebih berani menggenggam tangan Elea seperti itu.
Namun, Kenzie sadar sepertinya Elea tengah jengkel terhadap Naresh. Perempuan itu berulang kali meminta Naresh melepaskan tangannya.
"Lepas ih Resh, takut ada yang datang dan salah paham," ucap Elea yang belum menyadari kedatangan Kenzie.
Naresh menggeleng, dia terus memancing Elea untuk berteriak memarahinya. Tak ingin kru lain melihat Kenzie buru-buru menghampiri keduanya, lalu langsung menegur Naresh.
"Resh, lepas kasihan Elea. Jangan sampai Elea keseret kelakuan playboy lo dan masuk lambe turah."
Naresh melirik Kenzie, sekejap senyumnya memudar. Dia melepaskan tangan Elea, dan memilih duduk di sofa yang lain.
"Hidup kalian berdua tuh terlalu serius, enggak bisa diajak bercanda sedikit aja," ucap Naresh terdengar kesal.
Kenzie mendudukkan tubuhnya yang semampai di samping Elea, dan tak menyahuti ucapan Naresh. Kenzie mengeluarkan sekotak makanan dari dalam tasnya, lalu menyodorkan ke arah Elea. "Nih, toppoki kesukaan lo, El. Tadi gue lihat di jalan terus keinget lo."
Elea menatap kotak topokki di tangan Kenzie dengan mata berbinar. "Ah, makasih Ken, lo tahu aja gue lagi lapar."
"Sama-sama," sahut Kenzie merasa senang dan puas saat melihat Elea tersenyum dengan indah.
Kini Kenzie mengarahkan tatapan tajamnya ke arah Naresh. "Sudahi kelakuan lo Resh, lo bukan lagi anak remaja 17 tahun. Umur lo udah 25 tahun dan lo seorang publik figur. Gue harap setelah Ilonna enggak ada lagi perempuan lain yang lo permainkan."
Naresh mengangguk pelan, walaupun terkadang membantah, dia tak bisa berkutik jika Kenzie sudah memberinya tatapan tajam. Naresh menunduk menghormati Kenzie sebagai senior di dunia keartisan. Walaupun tak bisa dipungkiri pamor Naresh lebih melejit dari Kenzie. Apalagi setelah sensasinya sebagai seorang playboy belakangan ini.
"Tenang saja Ken, kali ini gue serius sama Ilonna. Malah kayaknya gue bakal segera tunangan sama dia."
"Apa?" ucap Elea hingga tak sadar menjatuhkan sendok di tangannya ke dalam kotak makan kembali.
Kenzie menoleh ke arah Elea. Raut wajah Elea berubah semakin sendu. Apalagi ketika Naresh mengulang kalimatnya dan meyakinkan Elea soal pertunangan dengan Ilonna. Kenzie tahu perasaan Elea terhadap Naresh seperti apa. Andai Kenzie bisa, dia ingin menggantikan posisi Naresh di hati Elea.
"Baguslah," ucap Elea pelan. "Baguslah, gue enggak perlu mencemaskan lo lagi ke depannya."
"Lo yakin mau tunangan sama Ilonna, Resh?" Kenzie kembali bertanya. "Tunangan itu bukan hal main-main Resh."
"Tenanglah Ken, Ilonna itu perempuan baik. Dia juga cantik dan idaman para laki-laki di luar sana. Gue udah yakin bakal jadiin Ilonna pelabuhan terakhir di hati gue."
Elea meremas sofa yang didudukinya. Hatinya nyeri dan sesak mendengar semua ucapan Naresh. Begitu nyeri seperti tertusuk sesuatu. Hingga membuat kedua mata Elea mulai memanas. Namun, sebisa mungkin Elea menahannya. Dia tak mungkin menjatuhkan air matanya di hadapan Naresh.
"Baguslah selamat," ucap Elea lagi, lalu memilih kembali memakan topokki yang ada di pangkuannya dengan asal.
Untunglah beberapa detik kemudian seorang kru pemotretan muncul dan memanggil Naresh. Naresh pergi meninggalkan Elea berdua dengan Kenzie. Seketika air mata Elea yang sedari tadi tertahan pecah begitu saja membasahi pipinya yang putih
"Kenapa menangis, El?" tanya Kenzie.
"Ini Toppoki yang lo beliin pedas banget tahu enggak sih. Jadi gue sampai nangis kayak begini."
Kenzie menghembuskan nafasnya. Dia mengelus pucuk kepala Elea, lalu menyeka air mata Elea dengan kedua ibu jarinya. "Gue tahu kok lo nangisin Naresh. Udah ngaku aja."
Elea terdiam tak menjawab, lalu Kenzie menepuk bahu Elea secara pelan. "Lo tenang aja El, gue yakin Naresh enggak mungkin beneran tunangan sama Ilonna."
"Lo masih punya kesempatan kok El." Tambah Kenzie lalu menatap lurus ke depan.
"Maksud lo apa Ken?"
"Gue yakin lo masih punya kesempatan buat dapetin Naresh. Gue yakin kalau lo jujur soal semua perasaan lo itu, dia pasti nerima lo."
Elea menggeleng lalu tertawa. "Ngaco ah, gue ini perempuan Ken ... lagipula gue enggak mau hubungan gue sama Naresh berubah. Lebih baik Naresh enggak usah pernah tahu soal perasaan ini. Gue enggak mau Naresh menjauh dari kehidupan gue."