Dua pemuda tengah mengayuh sepeda bersama melalui trotoar jalan raya. Mereka bersepeda sepulang sekolah. Dengan memakai kaos hitam polos dan celana panjang disertai helm gabus di kepala, Falko tampak percaya diri kala bersepeda mengikuti Kio. Ia akan menepati janji untuk mengikuti Kio.
Selang 20 menit, Falko mengikuti Kio yang memarkirkan sepeda di depan pencucian motor. "Lah, kenapa ke sini?" tanya Falko menatap spanduk yang bertulisan 'Cuci motor with Mas Agra'.
"Emang tiap hari gue ke sini!" jawab Kio.
"Ngapain?"
"Kerja."
"Apakah ini alasan duit lo banyak sampai bisa traktir Drena?" tanya Falko.
"Iya."
"Astaga.... Rela banget lo kayak gini cuma buat seneng ayank!" Falko tak menyangka temannya yang satu ini rela bekerja demi mendapatkan uang banyak untuk membahagiakan sang kekasih. Sesayang itukah Kio dengan Drena?
"Rela-lah. Siapa sih yang nggak seneng punya ayank gemesin kayak ayank gue!" jawab Kio mengingat wajah Drena yang juga diingat Falko. Falko hendak mual mendengar itu. Namun, ditahan sebagai rasa toleransinya pada Kio.
"Mmm.. Iya deh!"
"Lo tungguin gue di sini sampai gue slesai kerja!" pinta Kio.
"Apa? Lo nggak salah? Lo pasti bakalan lama kan? Kenapa lo minta gue buat tungguin lo?" tanya Falko bertubi-tubi. Awalnya, ia berharap bisa pergi sebentar dengan Kio. Namun, harapannya pupus karena permintaan Kio tersebut. Falko menyiapkan mental untuk menerima berbagai pertanyaan dari keluarganya saat di rumah nanti.
"Iya, nggak papalah. Sekali-kali lo temenin gue kerja!" jawab Kio. Meski malas, Falko tetap menyetujuinya. Ia duduk di pojokan sembari melihat Kio bekerja. Pemuda gemuk itu tampak sabar melayani para pelanggan. Tangannya pun tampak lihai menyemprotkan air dan busa pada seluruh badan motor hingga bersih. Hal itu ia lakukan berulang kali setiap ada orang yang mencucikan motornya.
****
Tepat pukul, 17.00, tempat pencucian motor itu ditutup. Para pekerja pun berkumpul guna menerima upah sehari. Kio mengantre diposisi terakhir dan mendapatkan amplop putih diurutan terakhir. Falko masih setia menunggu temannya itu di dekat antrean para pekerja. "Gue ngebon boleh nggak nih?" tanya Kio pada seorang pria berbadan gagah dan tinggi di hadapannya.
"Elah.... Banyak gaya lo mau ngebon. Orang dari kemarin aja minta terus!" jawab pria itu.
"Gapapalah. Sama adik sendiri juga!" desak Kio. Adik? Falko tidak salah dengar. Apakah pria di depan Kio itu adalah Kakaknya? Hal itu membuatnya penasaran. Teringin ia bertanya pada Kio sekarang. Namun, tak bisa sebab pemuda itu masih berbincang dengan sang pria.
"Hishhh.. Terserah lo deh!"
"Hehehe.. Enggak kok Kak, gue cuma bercanda!" Kio tertawa malu. "Gue pamit dulu ya!"
"Iya hati-hati. Semoga selamat sampai rumah. Jagain Ibu sama Bapak yang bener! Kalau nggak bener gue potong gaji lo ye!" tuturnya dengan ancaman.
"Hem.. Iya.. Iya!" Kio mengenakan helm sepeda gunungnya lalu pergi bersama Falko.
"Itu Kakak kandung lo?" tanya Falko mengayuh santai sepedanya di samping Kio.
"Iya! Itu tempat cucian juga punya Kakakku. Dia udah nikah dan punya anak, udah nggak serumah sama aku, Ibu dan Bapakku!" jawab Kio juga bersepeda di samping Falko.
"Owh. Sekarang gue tau alasan lo bisa punya duit banyak. Lo bantuin Kakak lo di tempat cucian momotornya terus lo dapat gaji, tiap kali gaji lo habis duluan, lo minta uang ke dia. Iya kan?" tanya Falko.
"Iya... Heheheheh!" jawab Kio. Seusai itu, mereka fokus mengayuh sepeda hingga tiba di rumah masing-masing. Rumah Kio dan Falko berjarak cukup jauh. Dari rumah Falko menuju tempat cucian motor Kakak Kio berjarak sekitar 1,5 km. Jarak itu membuat Falko tiba di rumah menjelang malam.
"Aku pulang," ucap Falko mengetuk pintu
Cklek...
Pintu terbuka menampilkan wajah gadis cantik yang tak lain adalah Claudia. Ia berkacak pinggang sembari menatap tajam sang Kakak. "Kakak dari mana aja, jam segini baru pulang? Padahal Kakak pergi sejak sepulang sekolah, loh!" Claudia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 17.56.
"Kamu nanya?" Falko bertanya balik sembari berjalan melalui Claudia yang melempar tatapan horor padanya.
"Ishhh.. Kak Falko ngeselin!" Claudia menutup kembali pintu rumahnya. Beberapa jam ini, perasaan cemas menyelimutinya lantaran Falko pergi tanpa sepengetahuannya dan pulang menjelang malam. Pikiran negatif pun tertanam di benaknya. Ia takut jika terjadi apa-apa dengan Kakak kesayangannya itu. Beruntung, pikiran negatifnya tak jadi kenyataan.
"Kak Falko sudah pulang?" tanya Ciandra.
"Sudah Ma," jawab Claudia yang berjalan mendekati kedua orang tuanya.
"Dari mana dia?" tanya Reyno.
"Aku nggak tahu Pa. Coba Papa tanya, nanti!" jawab Claudia.
"Selamat malam, Mama, Papa, dan adik bawelku!" ucap Falko bergabung dengan mereka di ruang keluarga. Pemuda itu baru saja selesai mandi. Rambutnya yang tak disisir tampak berantakan. Namun, hal itu tak mengurangi ketampanan sang pemuda.
"Malam!" jawab Ciandra dan Reyno hampir bersamaan.
"Malam juga, hem!" Claudia menjawab dengan malas.
"Darimana aja kamu? Baru pulang menjelang malam?" tanya Reyno.
"Aku habis nemenin temanku kerja tadi, sambil bersepeda!" jawab Falko menuai rasa penasaran sang adik.
"Nggak perlu pulang malam juga kali!" omel Ciandra.
"Maaf Ma. Soalnya tempat kerja temanku agak jauh, jadi perjalanannya lama, lagipula kerjanya sampai sore!" jawab Falko.
"Ha? Teman? Teman yang mana, siapa?" tanya Claudia penasaran.
"Si Kio. Jadi tuh selama ini dia bisa punya duit banyak karena kerja di tempat pencucian motor Kakaknya jadi tukang pencuci motor dan dapat gaji, kalau duit gajiannya udah habis, dia minta lagi meskipun belum saatnya gajian. Makanya bisa kencan sama Drena!" jawab Falko. Claudia tertawa lepas. Percintaan sepasang insan gemuk itu ternyata penuh perjuangan dari Kio.
"Ahahahahahahaha.. Ternyata Kio sesayang itu sama Drena. Lucu juga ya kelakuan Kio untuk menunjukkan rasa sayangnya ke Drena... Dia sampai rela jadi tukang pencuci motor. Hahahahahah!" tawa Claudia.
"Apa yang kalian bicarakan itu teman kalian yang kemarin kencan di pasar raya itu?" tanya Ciandra.
"Iya Ma... Wkwkwkwkwkwk aku tidak nyangka Kio bisa seperti itu... Ahahahahahaha!" jawab Claudia. Ciandra pun turut tertawa lepas.
"Dia kerja terus digaji sama Kakaknya, kalau gajinya habis duluan, dia minta demi bisa senengin pacarnya. Lucu kan? Hahahahaha," Kini Falko yang berbicara.
"Ahahahahaha... Lucu juga percintaannya!" respon Ciandra. Reyno masih setia menonton tv yang menayangkan sinetron kesukaannya tanpa mengalihkan atensi pada siapapun.
"Itulah lucunya temanku!"
"Ha.. Patut dicontoh dia. Rela bekerja demi membahagiakan pacar
. Humm bagus kan?" Claudia mengeluarkan ibu jari sembari tersenyum menampakkan gigi ratanya.
"Hahahahahahaha."
"Kerja keras banget, anak itu!" puji Ciandra.
"Iya, kerja keras demi pacar.. Wkwkwkwk!" jawab Falko.