Adira terlihat meringkuk diatas kasurnya. Pandangan matanya tidak pernah lepas dari benda pipih yang berada di depannya. Ia berharap ada sebuah notifikasi disana. Apa lagi sudah hampir dua jam ia mengirim pesan itu, tapi tidak ada tanda-tanda jawaban dari sang empu. Untuk kesekian kalinya ia kembali membuka room chat itu, terlihat beberapa pesan telah terkirim dari beberapa jam yang lalu. Namun sepertinya orang diseberang sana tidak berniat untuk membalasnya. Jangankan dibalas bahkan dibacapun tidak.
Hari ini dengan susah payah ia membujuk Naufal supaya memberikan nomornya. Meskipun pada akhirnya Naufal tetap tidak mau memberikannya. Tapi untung saja ia punya Daniel, hanya dengan mengiming-imingi traktiran di kantin. Adira bisa mendapatkan nomor Naufal dengan sangat mudah.
Sebuah notifikasi membuyarkan lamunan Adira. Dengan segera gadis itu membuka handphone-nya. Namun ketika melihat notifikasi yang muncul dilayar, senyumnya seketika pudar
xx6
Ayo beli paket jomblo jablay satu minggu hanya 50rb.
Adira menghela napas, "Bahkan operator tau kalo aku jomblo." Gumamnya dengan mata masih tertuju pada layar handphone-nya "Kamu jangan bunyi kalo pesannya bukan dari kak Naufal." Ancamnya
Tiba-tiba seorang laki-laki masuk kedalam kamar Adira, "Gue kira lo udah tidur." Ucap Daniel.
Adira menggeleng lesu, "Belum."
"Kenapa? Nunggu chat dari Naufal?." Tebak Daniel. Adira hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Lo suka Naufal ya?." Tebak Daniel lagi.
Adira diam sejenak, "Engga tau." Jawabnya.
"Gue gak akan ngelarang lo suka sama cowo, tapi–." Daniel menggantungkan ucapannya
"Tapi?"
"Tidur, udah malem. Besok lo harus sekolah." Perintah Daniel, setelah mengatakan itu ia keluar dari dalam kamar Dira.
Adira menatap kepergian kakaknya dalam diam. Sebenarnya Ia sendiri masih bingung dengan apa yang sedang ia rasakan. Karena terkadang otak dan hatinya berjalan tidak searah, itu yang membuatnya bingung.
Naufal Aditya Saputra, nama itu terus terngiang dikepalanya. Entah apa keistimewahannya tapi yang pasti Adira tidak bisa melupakannya.
Gadis itu menghela napas untuk kesekian kalinya, ia terlihat mengetik sesuatu sebelum kemudian memilih tidur.
Adira
Selamat malam kak Naufal.
Semoga mimpi indah.
Gapapa hari ini pesannya ngga dibalas.
Tapi besok tolong dibalas ya.
Sampai ketemu di sekolah.
***
Hari ini Adira datang ke sekolah sedikit terlambat dari biasanya. Kalian pasti sudah tau apa penyebabnya, benar sekali Daniel adalah penyebab utamanya. Entah apa yang laki-laki itu lakukan dikamar mandi selama setengah jam, sehingga mereka lagi-lagi terlambat ke sekolah. Seandainya saja Adira diperbolehkan menaiki motor sendiri mungkin ia bisa berangkat ke sekolah lebih dahulu.
Dengan tergesa-gesa Adira berjalan di koridor. Untung saja hari ini bukan hari senin sehingga tidak ada upacara. Terlebih lagi guru yang mengajar dikelasnya akan datang sedikit terlambat, jadi Adira tidak terlalu khawatir. Tapi entah kebetulan atau apa Naufal datang dari arah berlawanan.
Dengan segera Adira berdiri dihadapan Naufal, "Selamat pagi kak Naufal." Sapanya.
"Pagi." Jawab Naufal singkat.
"Kak Naufal lagi sibuk ya?." Tanya Adira.
"Menurut lo?." Terlihat raut kesal dari wajah Naufal.
Adira tersenyum, "Oke, aku gak akan lama-lama kok."
Naufal menghela napas, "Lo mau apa?."
"Tolong balas pesanku ya kak." Pinta Adira.
"Penting?." Tanya Naufal.
"Penting." Jawab Adira cepat.
"Tapi yang gue lihat lo cuma basa basi aja, nyampah." Ujar Naufal.
"Setidaknya balas huruf y aja gitu gak bisa kak?." Tanya Adira yang lebih terdengar seperti permohonan.
"Gue sibuk." Naufal hendak pergi, tapi tangannya ditahan Adira.
"Kak Naufal." Panggil Adira.
"Hm?."
"Aku suka kak Naufal." Aku Dira pada Naufal.
"Oke." Jawab Naufal enteng.
Adira mengernyit, "Oke?."
"Hm?."
"Cuma oke?."
Naufal menghela napas, "Gini ya dek. Pertama gue gak mau pacaran. Dan kedua gue gak suka sama lo." Jelasnya.
"Kalo aku buat kak Naufal suka balik gimana?." Tanya Adira percaya diri.
"Terserah." Setelah mengatakan itu Naufal pergi dari sana.
***
Saat ini Adira sedang berada diperpustakaan. Kali ini ia datang bukan untuk membaca novel. Melainkan mencari bahan untuk menambah materinya lantaran setelah jam istirahat ini akan ada ulangan matematika. Sedangkan matematika adalah pelajaran yang paling Adira takuti. Bukan apa-apa, menurutnya matematika itu sangat rumit. Apa lagi dengan rumus-rumus yang terkadang malah mambuatnya semakin bingung.
Adira terlihat membolak balik buku yang sedang ia pegang, tapi tidak terlihat membacanya. "Ini maksudnya gimana?."
"Angka ini dari mana?." Adira bergumam sendiri. "Astaga." Gadis itu mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Oke fine." Adira menutup bukunya, "Emang bener kata Nasya, nyontek is not bad." Ucapnya dengan pelafalan inggris yang asal-asalan.
"Gak boleh gitu." Tiba-tiba seorang duduk disebelah Adira, "Gak baik nyontek, itu namanya lo gak jujur."
Adira menatap orang itu, "kak Rion?."
Arion tersenyum, "Gue liatin lo dari tadi." Adira tersenyum canggung, "Lo lucu." Lanjut Arion.
Gadis itu terkejut, "Eh?."
Arion terkekeh, "Sorry ya, gue izin rapiin rambut lo." Kemudian ia merapikan rambut Dira yang sedikit berantakan karena ulahnya sendiri. Gadis itu terdiam. Matanya terpaku pada wajah Arion yang terlihat lebih tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini. Tidak heran banyak anak perempuan yang kagum padanya.
"Udah." Katanya.
Adira tersenyun kaku, "Makasih kak."
Arion membalas tersenyum, "Lo lagi baca apa? Gue lihat kayaknya serius banget."
"Matematika." Adira menunjukkan buku yang ia pegang.
"Tumben banget ada orang yang mau baca buku pelajaran." Puji Arion.
"Terpaksa." Sahut Adira cepat. "Setelah ini ada ulangan matematika." Lanjutnya.
Arion terkekeh, "Kelihatan sih dari wajahmu kayak tertekan."
"Emang iya?." Adira menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Tapi gapapa, aku masih ada jalan ninja."
Laki-laki itu mengernyit, "Jalan ninja?."
"Nyontek." Jawab Adira tanpa dosa.
Arion terkekeh, "Kan tadi gue udah bilang, gak baik nyontek."
Adira memajukan bibir bawahnya, "Terpaksa" Ia menatap Arion dengan ekspresi wajah melas, "Pusing kak."
Rasanya Arion ingin sekali mencubit pipi gadis itu, tapi ia mengurungkan niatnya. "Gue bantu sini, mana yang susah." Ujarnya menawarkan diri.
Mata Adira berbinar, "Serius?." Arion mengangguk. Dengan cepat Adira menunjukkan dimana letak kesulitannya. "Ini kak."
"Oh, ini trigonometri." Adira mengangguk cepat, "Lo hafal fungsi trigonometri?" Arion bertanya.
Adira terlihat ragu, "Eum.. kadang-kadang."
Arion mengernyit, "Kok kadang-kadang?."
"Karena lebih sering lupanya." Jawab Adira jujur.
Arion terkekeh, "Astaga." Gadis itu menunjukkan deretan giginya. "Mulai sekarang coba hafalin rumus pelan-pelan. Kunci dari matematika itu tau rumus-rumusnya." Jelas Arion.
"Tapi biasanya walaupun udah dimasukin rumusnya tetep aja hasilnya beda." Ujar Adira.
"Berarti ada kesalahan diperhitunganmu." Jawab Arion.
"Tapi biasanya–" Belum sempat Adira menyelesaikan kalimatnya terdengar suara bell masuk.
"Udah bell tuh." Ujar laki-laki itu.
Adira menunjukkan raut wajah sedih, "Cepet banget masuknya."
Arion terkekeh, "Semangat." Katanya.
"Emang kak Arion gak masuk kelas?." Ia bertanya.
"Engga, setelah ini gue ada rapat osis." Jawab Arion.
"Aku boleh ikut gak sih kak?." Tanya Adira yang lebih terdengar seperti permohonan
"Boleh, tapi harus jadi anggota osis dulu." Sahut Arion.
Adira menghela napas pasrah, "Bye kak Arion." Setelah itu Adira keluar dari dalam perpustakaan.
Arion diam-diam tersenyum menatap punggung Adira yang mulai menjauh. Ia bisa melihat gadis itu berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya. "Lucu." Gumamnya.