Sudah seminggu lebih Adira bersekolah di SMA Nusa Bangsa. Sekarang adalah waktu istirahat, seperti biasanya Dira akan duduk di depan kelas sambil melihat tim basket yang sedang latihan. Saat ia sedang asik mengobrol bersama teman-temannya. Tiba-tiba sebuah keranjang bola meluncur ke arah mereka. Melihatnya Adira menutup matanya seakan bersiap jika ada bola mengenainya. Namun dia menunggu lebih dari 5 menit tidak ada bola yang mengenainya. Suara seseorang membuat Adira perlahan membuka matanya.
"Maaf bolanya hampir kena lo." Seorang laki-laki berdiri tepat di depan Dira sambil memegang bola itu. Adira terdiam.
"Lo gapapa kan?." Laki-laki itu bertanya. Tapi Adira hanya menjawabnya dengan anggukan.
Kemudian laki-laki itu terlihat berpikir, “Air mineral lo belum dibuka ya?”. Ia bertanya ragu karena terlihat masih tersegel.
Adira mengangguk, “Iya, kenapa?.”
"Gue beli boleh? Gue gak sempet ke kantin karena latihan basket." Ujar laki-laki itu.
Adira menggeleng cepat, “Kalo kakak mau ambil aja, gak usah bayar.” Ia menyodorkan air mineral itu.
"Janganlah gak enak gue." Sahut laki-laki itu, "Gue bayar aja ya." Ia terlihat merogoh kantong celananya. Tapi kemudian dia menepuk dahinya. "Anjir, uang gue di kantong celana satunya."
"Udah ambil aja kak." Adira memberikan air mineral itu pada laki-laki di hadapannya.
"Nanti gue ganti." Ujarnya.
Adira menolak dengan cepat, "Gak usah, anggep aja tanda terima kasih. Lagian kamu temennya kak Daniel kan?"
Laki-laki itu berdeham, "Hm?."
Adira tersenyum, "Ya udah ambil aja."
"Oke, thank you ." Setelah mengatakan itu ia pergi dari sana dan kembali ke lapangan. Untuk kesekian kalinya Adira kembali terpaku pada sosok itu. Benar, dia adalah orang yang sama, yang ditemui Adira beberapa hari lalu di ruang osis. Dan asal kalian tau sejak saat itu Adira tidak pernah berhenti memikirkannya. Sosoknya seakan membuat Adira penasaran dan selalu ingin tau tentangnya.
***
Malam itu Adira duduk didalam kamar kakaknya. Entah apa tujuannya kesini dia pun sebenarnya ragu. Tapi Dira merasa jika tidak segera ia tuntaskan, mungkin bisa membuatnya mati penasaran, terdengar lebay memang, tapi kenyataannya memang begitu.
Adira hanya ingin menanyakan sebuah pertanyaan sederhana pada Daniel. Iya, tentang laki-laki yang selalu mengusik pikirannya beberapa hari terakhir ini. Dan Adira hanya ingin tau namanya, sesimple itu.
"Kasih tau aku siapa namanya." Pintanya pada Daniel.
"Siapa?." Tanya Daniel bingung.
Adira berdecak, "Laki-laki yang waktu diruang osis duduk di depanku."
Daniel terlihat sedang berpikir, "Oh itu."
Mata gadis itu berbinar, "Inget? Siapa namanya?"
Daniel mengernyit melihat reaksi adiknya, "Kenapa?."
"Apanya?." Adira balik bertanya.
"Kenapa kamu penasaran banget sama dia?." Daniel menyipitkan matanya, "Suka ya?." tebakannya. Tiba-tiba Daniel berteriak. "BANG REY, RARA SUKA COWO." Adira membelalak.
"Serius?." Sahut Rey yang entah sejak kapan berada di sini.
Dengan cepat Adira menyangkal, "NGGA KAK, BOHONG!."
"Bilang aja siapa orangnya?." Rey ikut bergabung dengan kedua adiknya.
"Engga tau." Jawab Dira.
"Namanya siapa?." Rey kembali bertanya.
"Engga tau kak." Jawab Dira lagi.
"Udah sih dek gak usah nyangkal lagi." Ujar Rey.
Adira menghela napas, "Gak ada yang nyangkal. Aku emang gak tau namanya siapa kak Rey, tanya aja sama kak Daniel."
"Maksudnya gimana?." Tanya Rey tidak mengerti.
"Ini aku lagi tanya namanya sama kak Daniel, tapi kak Daniel gak mau jawab." Adu Adira pada kakak tertuanya.
"Siapa emang?." Rey bertanya lagi.
"Kak Rey tau temennya kak Daniel yang tinggi? bukan kak Rion ya. Kemaren aku ketemu dia diruang osis sama di lapangan basket" Ujar Adira.
Tiba-tiba Rey menoyor kepala adiknya, "Kamu kira kakak cenayang?." Ia tak habis pikir.
Adira terkekeh, "Makanya bantu bujuk kak Daniel biar kasih tau aku."
"Laki-laki, gak ada pertengkarannya." Sahut Daniel.
"Ngga baik selalu berharap ke pertengkaran." Adira mengingatkan.
"Ya kalo gak mau ya udah."
"Aku traktir makan dikantin selama tiga hari." Sahut Dira.
Daniel berpikir sejenak, "Dua minggu."
"Empat hari?."
"Tiga belas hari."
"Lima hari?."
"Sepuluh hari."
"Seminggu?."
"Oke, seminggu."
Kedua kakak beradik itu saling berjabat tangan. "Deal" Ujarnya bersamaan.
***
Siang itu Adira memilih menghabiskan jam istirahatnya di perpustakaan. Ia sedang mencari novel-novel menarik yang mungkin bisa saya pinjam. Adira menemukan buku itu, tapi buku itu malah berada di rak paling atas sehingga Dira tidak bisa mengambilnya. Bahkan sudah ia coba berkali-kali.
"Ini siapa yang gabut naruh buku di rak paling atas." Gerutunya. Tiba-tiba seseorang berdiri di belakang Adira. Tangannya terulur untuk mengambil buku yang Adira maksud.
Gadis itu tersenyum lebar ketika orang itu memberi buku yang Adira inginkan, "Makasih kak Naufal."
"Sama-sama." Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja. Adira terus mengekorinya dari belakang, hingga laki-laki itu duduk dan Dira duduk di sampingnya.
"Apa?" Tanya Naufal heran karena gadis ini terus mengikutinya.
"Cuman mau duduk gak boleh?." Adira balik bertanya.
Naufal kembali memfokuskan netranya pada buku, "Terserah."
"Kak Naufal sering ke sini?." Adira mencoba membuka topik.
"Hm."
"Kak Naufal suka buku apa?." Tanya Dira lagi.
"Komik." Jawabnya singkat.
Adira ber oh-ria, "Kak Naufal biasa makan apa?" Dia bertanya secara random .
"Cicak." Jawab Naufal asal.
Adira mengerutkan kening, "Cicak?."
"Hm."
"Masak apa?" Adira bertanya.
"Semur." Naufal menjawab asal.
Mata Dira berbinar, "Serius? Bisa tinggi?."
Naufal hanya mengangguk, "Hm."
"Nanti aku mau coba, biar bisa tinggi kayak kak Naufal." Sahut Adira.
Naufal mengernyit, "Lo percaya?."
"Percaya." Ucapkan Adira polos.
"Lo polos banget sih." Naufal tersenyum sangat tipis, lalu melanjutkan aktivitasnya.
Mendengar itu pipi Adira bersemu merah, ia menutup wajahnya dengan novel buku yang sedang ia baca. Padahal hanya pujian sederhana. Tapi mampu membuat hati Adira tidak karuan.
Mata Adira terus menatap laki-laki di sebelahnya, hingga akhirnya ia memberanikan diri membuka suara. "Kak Naufal." Panggil Adira.
"Hm?."
" WhatsApp kak Naufal sepi gak?." Adira bertanya tiba-tiba.
Naufal menaikkan satu alisnya, "Hm?."
"Mau aku bantu ramein?." Adira bertanya lagi.
"Maksudnya?." Tanya Naufal tidak mengerti.
"Minta nomer kak Naufal." Ucap Adira to the point.
Naufal mengernyit, "Buat?."
"Buat deketin kakak." Jawab Adira cepat.
"Hah?."
"Maksudnya kakak kan temennya kak Daniel." Jawab Adira asal.
"Hubungannya sama nomer apa?."
"Biar kita saling kenal." Adira menatap Naufal "Aku janji gak akan aneh-aneh atau nyebarin ke siapa-siapa."
"Nanti." Kemudian Naufal berdiri.
Adira berjalan mengikutinya, "Kapan?."
"Pulang sekolah." Sahut Naufal.
Mata Adira berbinar, "Bener? Tapi jangan bohong nanti hidungnya panjang." Ancamnya.
"Iya, kalo gak lupa." Setelah mengatakan itu Naufal keluar dari perpustakaan.
"Gapapa kalo lupa, nanti aku ingetin." Gumam Adira. Kemudian ia ikut keluar dari perpustakaan menyusul Naufal.