Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
MENU
About Us  

"Ke kantin, yuk?" Ajak Tika teman sebangku Farah.

Farah mengangguk. "Tapi temenin aku dulu ke ruang guru, mau ngumpul tugas, nih." Gadis itu menunjukkan beberapa buku ditangannya.

Tika mengiyakan. Mereka keluar kelas beriringan menuju ruang guru. Pandangan mereka langsung menangkap kerumunan didepan kelas XII IPA 1, kelas Bang Fatih dan Bang Fathur yang akan mereka lewati untuk tiba di ruang guru.

"Kayaknya ada yang berantem tuh, Rah." Mata Tika sibuk mencari sumber kerumunan tersebut.

Langkah mereka semakin dekat pada kerumunan tersebut, beberapa guru dan murid lainnya banyak yang berlari agar tak ketinggalan info keributan hari ini.

"Sudah, Nak!" Tampak Bu Ila seorang Guru Bahasa Arab sedang melerai pertengkaran kedua abangan kelas itu.

Keadaan semakin ricuh, heboh, dan tak terkendali. Pasalnya yang bertengkar adalah Bang Fathur dan satu abangan kelas lainnya yang tak dikenal oleh Farah.

"Udah ga heran kalau Bang Fathur berkelahi." 

Farah dan Tika tampak terkejut saat Bang Fathur menarik kerah baju lawannya itu ke tengah lapangan dan melemparnya disana. Mata mereka membulat sempurna, langkah mereka terhenti menatap kerumunan yang mengikuti langkah Bang Fathur ke lapangan.

"Ayo kita kumpul tugas dulu, itu bukan urusan kita!" Tegas Farah yang menarik tangan Tika ke ruang guru.

Namun mereka tak melihat guru yang dimaksud untuk mengumpul tugas itu, akhirnya Farah hanya meletakkan buku tugasnya diatas meja guru itu.

"Astaghfirullah. Kok ga siap-siap sih itu mereka berantemnya?" Farah menggelengkan kepalanya.

Sepertinya Bang Fathur memang sulit untuk dikendalikan, buktinya hampir seluruh guru turut serta memisahkan mereka namun Bang Fathur tetap tak bisa dipisahkan jika bukan dari keinginannya sendiri.

"Kak!" Tika memanggil kakakan kelas yang baru keluar dari kelas XII IPA 1.

"Iya, Dek?"

"Itu Bang Fathur berantem karena apa, ya?" tanya Tika penasaran.

"Kurang tau, Dek. Masalah pribadi kayaknya, soalnya dari dulu mereka memang ga akrab gitu kayak ada masalah dari awal. Asal mereka jumpa dan ada masalah sepele ya gitu, langsung berantem." Jelas Kakak itu.

Mereka mengangguk, mengucapkan terima kasih kemudian berlalu menuju kantin.

Sorot mata Farah masih memperhatikan kedua pria yang berkelahi di tengah lapangan itu. Namun tak sengaja tatapannya bertemu langsung dengan Bang Fathur, mereka saling tatap dengan jarak yang tak terlalu jauh.

Bang Fathur tampak seolah terhipnotis dengan tatapan Farah, pria itu terdiam. Beberapa kali lawannya memberinya pukulan yang sangat kuat, namun pria itu masih terdiam dengan kedua matanya yang menatap Farah lekat.

"Tika," lirih Farah yang membuat langkah kedua gadis itu terhenti.

Tika menoleh pada gadis disebelahnya. "Ada apa?"

"Bang Fathur," lirih gadis itu.

Tika mengalihkan pandangannya pada Bang Fathur yang mulai tampak reda amarahnya. Perkelahian itu berhasil dihentikan oleh beberapa guru laki-laki yang ada disana. Namun anehnya Bang Fathur masih menatap Farah, seolah tatapan itu memiliki maksud tertentu.

***

"Dek,"

Farah menoleh pada pria yang kini telah berada disebelahnya menyusuri koridor sekolah untuk menuju gerbang sekolah.

"Kenapa, Bang?" tanya gadis itu tak mengerti kenapa tiba-tiba Bang Fathur menghampirinya.

"Mau pulang bareng?" Pria itu menawarkan.

Farah menghentikan langkahnya, langkah Bang Fathur ikut terhenti. Ia menatap abangan kelasnya itu tak percaya.

"Ini aku ga salah denger? Satu-satunya abangan kelas terkiller ngajakin aku pulang bareng?" Farah tertawa kecil.

Bang Fathur tersenyum tipis. "Yaa sekali-sekalikan gapapa, Dek."

"Tapi kenapa aku, Bang?"

"Abang pengennya kamu, gimana?"

Farah menggelengkan kepalanya, senyumannya kali ini benar-benar membuat orang tak dapat mengalihkan pandangan dari wajahnya.

"Farah!" Seorang pria menghampiri dari arah belakang.

"Yuk, jadikan?" Kini Akbar telah berada disamping kiri gadis itu, sementara Bang Fathur berada disampig kanannya.

"Udah janjian rupanya. Abang duluan, ya." Bang Fathur berjalan lenggang meninggalkan mereka.

Farah tak bisa berkata apa-apa lagi, gadis itu mengikuti langkah Akbar yang berjalan didepannya. Hingga tiba di parkiran sekolah, Akbar mengeluarkan motornya.

"Boncengan? Ngga maulah." 

"Lah, jadi kamu mau naik apa? Udah bareng aja biar cepet." Akbar menyalakan mesin motornya yang terdengar seperti anak-anak geng motor jalanan itu.

Farah tampak berfikir sebelum ia naik keatas motor itu. "Awas loh ya, jangan deket-deket!" Tegasnya. Tentu saja Farah tak ingin bersentuhan dengan lawan jenisnya.

Akbar mengernyit, "Palingan juga kamu yang merosot duduknya." 

Tak sampai sepuluh menit, kini mereka telah memasuki pekarangan rumah Akbar yang cukup luas dengan bangunan tingkat didalam pagar berwarna putih itu.

Akbar menghentikan motornya tepat didepan garasi mobil. "Turun," titahnya.

"Udah sampai?" Farah memonitor sekelilingnya yang penuh dengan tanaman hijau.

"Belum."

"Terus kenapa aku disuruh turun?"

"Emang kamu mau tidur di motor ini? Ya turunlah, udah sampai!" Akbar sedikit terkekeh.

Farah mengikuti perintah pria itu, matanya masih menatap bangunan megah dihadapannya.

"Ini rumah kamu?" tanya gadis itu.

"Bukan."

"Terus ini rumah siapa?"

"Rumah orang tuaku!"

Farah menatap Akbar datar.

"Kamu sih banyak tanya. Ayo masuk." Akbar membuka pintu depan rumahnya yang tak terkunci.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka bersamaan.

"Wa'alaikumussalam." Seorang wanita yang baru keluar dari kamar menjawab salam.

Akbar tersenyum padanya, wanita itu balas tersenyum. "Ini Farah?" Wanita itu menghampiri Farah.

"Iya, Bu." Gadis itu mencium punggung tangan wanita yang diduga adalah ibunya Akbar.

"Cantik sekali kamu." Puji wanita itu yang tak lepas senyum diwajahnya saat menatap Farah.

Farah diminta duduk di ruang tamu, ditemani oleh kedua Adik Akbar yang masing-masing memegang handphone ditangannya. Bundanya Akbar sepertinya ke dapur, sementara Akbar sendiri telah berada dilantai atas, mungkin kamarnya disana dan dia sedang mengganti pakaian.

Gadis itu memonitor seisi ruangan, hingga matanya menangkap dua anak lelaki dihadapannya.

"Kalian namanya siapa, Dek?" tanya gadis itu ramah.

"Aku Mumtaz, kalau adikku itu Zidan, Kak," jawab Mumtaz. Matanya masih memperhatikan layar handphone-nya miring, sepertinya dia sedang bermain game.

"Mumtaz kelas berapa sekolahnya?"

"Kelas 2 SMPN 1, Kak."

"Oh, ya? Kenal sama Nafsah ga, Dek? Dia adik Kakak, kelas 2 juga di SMPN 1." Farah tersenyum memperhatikan kedua lelaki itu.

"Sekelas, Kak." Sorot mata Mumtaz masih tak lepas dari layar handphone-nya.

Farah mengangguk, sekarang ia tau bahwa Mumtaz adiknya Akbar itu sekelas dengan adiknya, Nafsah.

"Kalau Dek Zidan kelas berapa sekolahnya?" tanyanya pada lelaki disamping Mumtaz. Mereka tampak sebaya, mungkin selisih usia mereka tak jauh.

"1 SMP, Kak. Sama di tempat Bang Mumtaz juga sekolahnya." Zidan mematikan handphone-nya, menatap Farah, tersenyum.

Benar dugaan gadis itu, Mumtaz dan Zidan hanya berbeda setahun. Sedangkan Mumtaz dan Akbar selisih dua tahun. Farah dan adik-adiknya masing-masing selisih dua tahun.

"Bunda tadi ke dapur, Dek?"

"Iya, Kak," jawab Zidan.

Farah mengangguk, ia tau dimana letak dapur, karena ia melihat bunda berjalan kearah sana. Ia beranjak dari sofa empuk berwarna hijau itu, kemudian berjalan menuju dapur.

Matanya menangkap wanita yang mungkin sebaya umminya, gadis itu tersenyum tipis dan berjalan menghampirinya.

"Bunda mau masak apa?" tanya gadis itu saat melihat wanita disampingnya sedang mengaduk sup didalam panci berukuran sedang.

"Eh, Farah," Bunda tersenyum, "Udah siap kok ini masakannya semua."

Sorot mata gadis itu menatap banyak sekali makanan diatas meja makan yang cukup lebar itu, "Kenapa banyak kali Bunda masak?" tanyanya.

Wanita itu tersenyum. "Kamu, tau? Bunda perhatikan sejak Akbar kenal sama kamu, dia berubah jadi lebih disiplin, sholat tepat waktu, pokoknya yang baik-baiklah. Bunda bilang, dihari ulang tahunnya nanti dia harus mengajak orang yang udah buat dia berubah ke rumah. Dia membuktikannya, hari ini dia ajak kamu ke rumah." Bunda menoleh pada Farah, tersenyum.

"Hari ini Akbar ulang tahun, Bun?" Farah membulatkan matanya, sungguh dia tidak tau jika Akbar berulang tahun hari ini.

"Iya. Dia ga bilang?"

Farah menggeleng, "Boleh Farah ucapin sama Akbar sekarang, Bun?"

"Tentu saja, kamar Akbar ada diatas. Ajak Zidan bersamamu kesana." Bunda menatap Farah sekilas dengan senyuman tipis diwajahnya.

Gadis itu antusias, ia memanggil Zidan dan memintanya untuk menemaninya ke tempat dimana Akbar berada.

Tepat dilantai atas, Zidan membuka pintu kamar Akbar. Tampak pria itu sedang menyisir rambutnya didepan cermin.

"Bang! Kak Farah, nih."

Farah berdiri diambang pintu, matanya memonitor kamar yang cukup lebar itu, sayangnya hanya berantakan saja.

"Kenapa?" Akbar berjalan ke arah pintu.

"Kamar kamu berantakan, ya." Farah menggelengkan kepalanya.

Akbar menunjukkan deretan giginya. "Namanya juga laki-laki."

"Laki-laki ga harus gini juga, diberesin nanti kamarnya jangan berantakan gini!"

"Iya-iyaa siap, Buk!"

"Kata Bunda kamu ulang tahun hari ini?"

"Iyaa, makasih."

Farah mengernyit, "Kok makasih?"

"Aku tau kamu mau ngucapin selamat ulang tahunkan? Yaudah makasih."

"Perasaan!"

Akbar terkekeh melihat ekspresi Farah. Mereka berjalan menuruni anak tangga bersama Zidan dibelakang, membahas beberapa hal.

"Eh itu Akbar udah turun." Suara Bunda membuat mereka menoleh ke ruang tamu.

"Hai, Akbar. Selamat ulang tahun, ya!" Gadis itu memberikan paperbag berwarna hitam pada Akbar, entah apa isi didalamnya.

"Makasih, Vir." Akbar menerimanya dengan senyuman.

Farah menatap lekat wajah gadis itu, sepertinya ia mengenalnya. Gadis itu menatap Farah sinis.

"Farah, kenalin ini Vira kawan sekelasku. Kebetulan rumahnya dekat sini." Akbar mengenalkan Farah pada gadis dihadapan mereka.

Farah tersenyum dan menjabat tangan gadis itu, ia menerimanya dengan senyuman tipis diwajahnya. Sepertinya gadis itu tak suka jika Farah akrab dengan Akbar, mungkin Vira menyukai Akbar.

"Udah kenalannya, ayo kita makan Ayah udah lapar, nih." Ayahnya Akbar mengelus perutnya yang sedikit buncit.

"Iya ayo kita makan Bunda udah masak banyak, Vira ikut makan bareng kita, ya?" Bunda menawarkan.

Vira mengangguk. Mereka semua melangkah menuju meja makan, Farah yang lebih banyak bercerita dengan Akbar, membuat gadis dibelakang mereka tampak cemburu.

"Bang Akbar! Pilih yang disebelah apa yang dibelakang?" goda Zidan.

"Yang disebelah, dong!" Akbar menatap Farah.

"Kenapa?" Kali ini Mumtaz yang bersuara.

"Karena yang disamping selalu membersamai dalam suka dan duka tanpa pernah berfikir untuk meninggalkan!" Akbar tertawa.

"Siapa yang ngajarin gitu?" tanya Bunda sambil menggelengkan kepalanya, senyuman juga tak lepas dari wajahnya.

"Ayah!"

Semua sorot mata menatap ayahnya Akbar yang sudah siap-siap hendak makan. "Apa?" tanya Ayah dengan raut wajah bingung yang membuat mereka semua tertawa. 

♡♡♡

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dia & Cokelat
588      416     3     
Short Story
Masa-masa masuk kuliah akan menjadi hal yang menyenangkan bagi gue. Gue akan terbebas dari segala peraturan semasa SMA dulu dan cerita gue dimulai dengan masa-masa awal gue di MOS, lalu berbagai pertemuan aneh gue dengan seorang pria berkulit cokelat itu sampai insiden jari kelingking gue yang selalu membutuhkan cokelat. Memang aneh!
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Bilang Pada Lou, Aku Ingin Dia Mati
1029      565     4     
Horror
Lou harus mati. Pokoknya Lou harus mati. Kalo bisa secepatnya!! Aku benci Lou Gara-gara Lou, aku dikucilkan Gara-gara Lou, aku dianggap sampah Gara-gara Lou, aku gagal Gara-gara Lou, aku depression Gara-gara Lou, aku nyaris bunuh diri Semua gara-gara Lou. Dan... Doaku cuma satu: Aku Ingin Lou mati dengan cara mengenaskan; kelindas truk, dibacok orang, terkena peluru nyasar, ketimp...
Call Kinna
7118      2286     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Mysterious Call
502      334     2     
Short Story
Ratusan pangilan asing terus masuk ke ponsel Alexa. Kecurigaannya berlabuh pada keisengan Vivian cewek populer yang jadi sahabatnya. Dia tidak sadar yang dihadapinya jauh lebih gelap. Penjahat yang telah membunuh teman dekat di masa lalunya kini kembali mengincar nyawanya.
Bait of love
2284      1085     2     
Romance
Lelaki itu berandalan. Perempuan itu umpan. Kata siapa?. \"Jangan ngacoh Kamu, semabuknya saya kemaren, mana mungkin saya perkosa Kamu.\" \"Ya terserah Bapak! Percaya atau nggak. Saya cuma bilang. Toh Saya sudah tahu sifat asli Bapak. Bos kok nggak ada tanggung jawabnya sama sekali.\"
Ghea
480      317     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
6194      1245     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
Back To Mantan
613      404     0     
Romance
"kenapa lagi.."tanya seorang wanita berambut pendek ikal yang dari tadi sedang sibuk dengan gadgetnya. "kasih saran.."ujar wanita disebelahnya lalu kemudian duduk disamping wanita tadi. lalu wanita sebelahnya mengoleh kesebelah wanita yang duduk tadi dan mematikan gadgetnya. "mantan loe itu hanya masa lalu loe. jangan diingat ingat lagi.loe harus lupain. ngerti?&...
Trust Me
71      64     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...