I'm calling, no answer
Would you text me when you feel like?
—Lauv & LANY, Mean It
• • •
PUKUL sepuluh malam.
Alfred duduk di tepi ranjang sembari mengeringkan rambut dengan handuk kecil yang tersampir di leher. Setelah selesai dengan aktivitasnya itu, Alfred menggapai ponsel yang berada di atas nakas. Meski yakin seribu miliar persen tidak ada pesan dari Zoe karena belum terdengar notifikasi khusus pesan atau panggilan dari Zoe, lelaki itu tetap mengeceknya.
Alfred tetap menunggu. Satu-satunya hal yang bisa Alfred andalkan ketika lelaki itu merindukan Zoe, Alfred pasti menggulir chat antara dia dan Zoe. Bodoh memang, cara sepele seperti itu saja mampu membuatnya senang.
Zoe
08.05
Al, makan siang belum? Jgn sampe telat ya, sesibuk apa pun itu ^^
Ini penting bgt, jga kesehatan menjelang festival musik
Alfred
13.05
Siap ibu negara, laksanakan! Hahaha
Lama-lama kamu kayak Bunda, suka ngomel
Zoeee
Tau nggaaak
Zoe
08.08
Apaaa
Alfred
13.08
Aku punya pantun
Nnti kamu bilang cakep ya
Ikan hiu ikan kerapu
Zoe
08.09
Cakepp
Alfred
13.09
Iya, kamuu
Zoe
08.09
HAHAHA 😭👍
Dasar kamu wkwkwk
Alfred
13.10
Nggk gtu sebenernya
Jdi gni
Ikan hiu ikan kerapu
I miss u but i'm too afraid to tell u 🥰
Zoe, jgn lupa sarapan
Alfred
16.20
Nnti malam aku telepon ya?
Alfred
17.00
Sayang?
Alfred
22.05
Zoe, aku telepon ya?
Telepon aku klo kesibukan kamu selesai
Kedua sudut bibir Alfred terangkat.
Lelaki itu tersenyum dalam sepi.
Hujan mengguyur Jakarta. Alfred menyimpan ponsel ke atas nakas, lalu lelaki itu berjalan kecil menuju jendela kamar. Suara gemericik hujan terdengar semakin keras saat jatuh mengenai atap. Hujan deras kali ini berhasil membuat pikiran Alfred berkelana memikirkan sedang apa Zoe di sana? Apa Zoe baik-baik saja? Apa ada masalah pada Zoe sampai perempuan itu sampai sekarang belum menghubungi pacarnya? Apa karena Adit?
Ya Tuhan.
Semenjak Alfred mendengar nama kakak Sephia itu, rasanya tingkat kekhawatiran Alfred terhadap Zoe semakin meningkat. Bahkan seminggu ini, sedikit-sedikit Alfred akan merajuk pada Zoe ketika perempuan itu tidak segera membalas pesannya. Melihat tingkah kekanak-kanakan Alfred, tentu saja membuat Zoe sedikit kesal. Meski Zoe tahu Alfred mengkhawatirkan dirinya, tapi apakah Alfred tahu di sana juga Zoe merasakan hal yang sama?
Dingdong!
Lamunan Alfred langsung menguap di udara, suara bel rumah refleks membawa langkah Alfred menuju pintu depan. Ada beberapa kerutan di dahi Alfred, siapa yang datang malam-malam begini? Hujan deras pula.
Figur mungil tampak di seberang pagar. Kedua tangannya merengkuh tubuhnya sendiri, menunduk dan menggigil. Perempuan itu hujan-hujanan secara sadar, membiarkan kemeja yang digunakan basah kuyup. Alfred menghela napas panjang, ada saja hal bodoh yang dilakukan Letta.
"Lo punya rumah 'kan? Balik ke rumah lo sendiri."
Letta tahu dan paham, ucapan Alfred barusan bukan hanya sekadar ucapan, tapi sebuah pengusiran. Letta mendongak, membiarkan rintik hujan berjatuhan mengenai wajahnya. "Kunci rumah Letta kebawa Jeremy. Hape Letta lowbat, jadi nggak bisa hubungi Jeremy."
"For your information, di pengkolan depan kompleks ada tukang ojek yang biasa mangkal sampe jam dua belas malam."
Pupil mata Letta membesar, perempuan itu membulatkan mulut. "Letta baru tau."
"Ya udah ke sana, naik ojek ke rumah Jeremy, minta kunci rumah lo balik."
"Kalau Jeremy ternyata nggak di rumah?"
"Ya masalah lo, gue nggak peduli."
"Letta numpang bentar, mau isi daya hape."
Alfred tahu, perkataan Letta barusan merupakan cara yang paling efisien. Tapi Alfred tidak mau, karena Alfred malas berurusan dengan Letta. Apalagi kisah percintaan rumit yang dimiliki oleh perempuan itu, mau bagaimanapun Alfred tidak ingin ikut campur.
Jika dipikir-pikir, kemunculan Letta ini bisa Alfred terka. Menilik dari pola-pola kejadian sebelumnya, Letta akan muncul ketika suasana hati Alfred sedang tidak baik. Apakah itu sebabnya Alfred sering berkata ketus dan tidak peduli pada perempuan itu? Padahal sebetulnya Letta hanya butuh pertolongan, tapi Alfred susah untuk memberikan. Ini sebuah masalah sederhana, Alfred perlu membantu. Apa selama ini, di setiap pertemuannya dengan Letta, tanpa sadar Alfred menyalurkan emosi dan rasa tidak karuannya pada Letta yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan masalah rumit yang Alfred hadapi.
Apa Alfred terlalu kejam?
"Bentar, gue ambil kunci pagar dulu," putus Alfred.
Letta menyunggingkan senyum ketika Alfred muncul dengan payung, bersiap untuk membukakan pintu pagar untuknya. Letta menyambut tangan Alfred, lelaki itu terpaksa mengulurkan tangan untuk memastikan agar Letta tidak terpeleset.
"Lo buta ya, Ta?"
"Hah?" Letta mendongak, jakun Alfred merupakan pemandangan pertama yang Letta saksikan.
"Kalau dia jahat, ya tinggal putusin. Jangan sampai lo terjebak sama hubungan toksik."
"Susah, Alfred."
"Kenapa?"
Tanpa aba-aba, kaki kanan Letta tergelincir. Sontak perempuan itu mencengkram leher belakang Alfred. Masih dengan keterkejutan, Alfred mencondongkan tubuh ke arah posisi Letta yang hendak terjatuh.
"Karena Jeremy selalu ada untuk Letta, karena Jeremy membantu Letta bangkit dari rasa kehilangan, karena Jeremy selalu di samping Letta, dan masih banyak karena lainnya yang nggak akan bisa ditemui di lelaki lain."
Jika kalian berpikir kalau adegan tersebut akan seperti di film-film romansa ketika mereka akan terjatuh bersama, maka kalian salah besar! Ini biasa saja, tidak berlebihan karena Alfred mampu menopang tubuhnya. Tidak butuh waktu lama Alfred sudah berdiri sempurna.
"Gue punya Zoe, jangan sering-sering ngerepotin gue."
Alfred butuh batasan.