Bab 1: Awal Tak Terduga
Bayangan seorang gadis ber-hoodie yang semakin dekat dengan seorang lelaki berkulit hitam yang memakai baju berkaos merah.
"Abang, lu udah packing? " tegas gadis bernama Zanuta Voska Rasantang, gadis berambut panjang sesiku yang sering ia kuncir kuda itu kini duduk di bangku SMA kelas dua. Dia mempunyai hobi memasak. Ia mempunyai kulit kuning langsat serta senyum yang manis.
"Udah, nih, tinggal buku-buku aja," jawab lelki berkulit hitam manis itu. Ia bernama Johnel Alanz Yudakara, abang dari Voska itu mempunyai rambut tebal terurai dan mempunyai keahlian bela diri. Tingginya 1,75 cm, beda dengan Voska yang tingginya hanya sebahu Alanz.
"Jam berapa kita berangkat?" Voska bertanya kembali.
"Habis ini, jam 8.45.
"Nanti berangkat jangan lupa bawa hoodie dan gitar Abang yang di ruang tamu itu, ya."
"Ternyata lu galak-galak gini bisa perhatian, ya."
"Ih, dasar Abang gak tahu untung." Voska memukul bahu Alanz.
"Santai, dong. Siap-siap sana, lu." Alanz berdiri dengan membawa kardus.
"Gue juga ogah terus-teruan di sini sama lu."
"Yaudah, sono."
Voska pun keluar dan meninggalkn Alanz sendiri di kamarnya. Setelah itu, mereka bergegas membawa barang yang telah di-packing untuk dibawa menuju kota rantauan yang akan mereka tempati, yaitu Malang.
Waktu terus berganti. Voska dan Alanz yag sudah menunggu lama. Bus yang ingin ditumpangi merek pun akhirnya sampai di halte tempat mereka menunggu.
Mereka pun menaiki bus itu dan mencari tempat duduk untuk dua orang.
"Eits, gue yang di dekat jendela. Lu sebagai abang harus ngalah, ya." Wajah mengejek Voska muncul.
Alanz bergumam sekaligus pasrah.
Seketika itu, Voska terdiam sejenak. Kemudian memutarkan matanya dan medekatkan wajahnya kepada Alanz.
"Lu masih galau, ya?" Alis Voska terangkat satu.
Alanz menggeleng dan berkata. "Kepo, lu, jadi orang."
"Cih, gue kira bakal sad ending."
"Sorry, ya. Gue anaknya kagak lemah kayak lu."
"Kata siapa gue lemah? Gue bisa bela diri."
"Idih, modal jadi murid abangnya, apa hasilnya?"
"Kampret, lu." Voska memalingkan wajah.
Rasanya mereka tak pernah mendapat ujian hidup. Namun, kinni mereka harus melewati rintangan kehidupan hanya berdua. Sebab, orang tua mereka telah tiada meninggalkan mereka untuk selamanya.
"Ngantuk apa, Cil? Sini, lho." Alanz memberikan bahunya.
"Ogah." Voska menolak.
Selang beberapa menit, Voska tertidur. Kepalanya yang tidak kuat menahan rasa lelah pun bersandar di bahu Alanz tanpa ia sadari.
Melihat itu, Alanz merasa mengantuk dan menempelkan kepalanya di atas kepala Voska. Serta, menggenggam erat tangan Voska.
Akhirnya mereka sudah sampai di kota Malang. Dan, kini mereka menunggu sampai di terminal. Rem bus mengempas kuat secara tiba-tiba. Alanz melepas genggaman tangan mereka. Tangannya spontan menahan kepala Voska yang hampir menabrak kursi di depannya.
Voska mengajak abangnya untuk mencari tahu kejadian yang dialami itu. Ia mengampiri pak sopir. Dengan membawa tas ranselnya, Alanz membuka mulut nda bertanya, "Kapan mlakune, Mas?"
"Sek suwi, Dek. Lungguh o dhisik."
"Gak usah, Mas. Kita turun di sini aja. Lagian udah dekat," tolak Voska.
"Piro, Mas?" Alanz bertanya.
"Separuhne ae. Dadi, 20.000."
"Matur suwun, Mas."
Dua orang itu pun melangkah keluar dari bus dan pergi menuju kos-kosan tempat mereka tinggali seraya Voska bertanya, "Bang, di mana kos-kosannya?"
"Gak jauh, cuma sepuluh menit lagi."
"Duduk dulu, yuk, Bang."
Mereka pun duduk di pinggir jalan. Kedua pasang mata itu memandangi jembatan berwarna putih yang dipenuhi tanaman gantung dekat kos-kosan itu.
Tak lama, segerombolan lelaki berjaket hitam disertai motor yang memekakkan telinga melaju dengan kencang di depan Voska dan Alanz. Serta, memutari mereka berdua.
Mengetahui itu, membuat mereka berjiwa waspada dan berlari kencang ke jembatan yang satu-satunya jalan menuju kos-kosan.
Sayangnya, usaha mereka gagal. Mereka terkepung di tengah-tengah jembatan. Satu orang dari segerombolan itu mengangkat tangan tanda untuk menghentikan motor-motor mereka. Kemudian, ia turun dari motornya dan mendekat ke Voska dan Alanz. Lalu, memulai dramanya.
"Wong ndi, kon? Kok, wani temen mlebu rene?"
"Yo wani ae, Mas. Barekan iki dalane wong akeh," jawab alnz dengan berani.
"Sing mlebu kene kudu bayar nang aku," bentak preman berjaket itu.
Alanz yang dari tadi menanggapi omongan preman itu pun mengulurkan tangan yang menggenggam dan mendekat ke preman itu.
Setelah mereka saling berdekatan, Voska dengan si abang menyebarkan pasir yang ada pada tangan mereka ke setiap mata preman-preman itu.
"Abang, dia ngelakuin apa sama Abang?"
"Aman." Satu jempol diberikan kepada Voska.
Pasir-pasir itu ternyata tak bertahan lama untuk si para preman. Seseorang merengkuhkan tangan kanannya di leher Voska. Dan ternyata, itu adalah salah satu preman yang terlihat paling muda dan seumuran dengan Voska.
Melihat abangnya yang bertarung melwan para preman itu, Voska tanpa berpikir lama segera menyelamatkan dirinya sendiri. Tangannya menyiku, bergerak kencang ke belakang dan memukul perut si preman muda hingga terjatuh kesakitan.
"Ouch, sakit banget. Lu orang atau batu, sih?"
"Kamu nanyea? Kenapa, mau lagi?"
Belum selesai mereka berdebat, suara sirine terdengar. Para preman itu panik dan menaiki motor masing-masing untuk kabur. Voska yang mengetahuinya, menghalangi mereka dengan memukul tiga preman bersamaan.
Ide Voska berhasil menghentikan niat mereka untuk kabur. Selama beberapa menit dan ter. Tiga mobil polisi dan satu mobil hitam X-Pander itu datang dari arah berlawanan. Sepuluh polisi keluar dari mobil dan menangkap semua preman brengsek itu.
Bersamaan dengan itu, seorang berkema biru dengan jas hitam di luarnya keluar dari mobil X-Pander dan berlari ke Voska dan Alanz.
"Kalian semua gak apa-apa, kan?"
"Gak apa-apa, kok, Om. Makasih, ya, udah bantu kita." Voska berterima kasih.
"Dengan senang hati. Lagian tadi Om gak sengaja lihat kalian dalam keadaan bahaya."
Belum selesai mereka berbicara, salah satu preman berhasil lepas dari tangan polisi. Dengan memegang pisau kecil, ia marah dan ingin membunuh si pria berjas itu.
Voska yang berada di depan pria itu maju menggantikan posisi sang pria. Syukurnya, polisi berhasil mengejar dan menangkap preman berpisau itu. Namun sayangnya, i berhasil melukai Voska dengan pisaunya.
"Ciiil!" teriak Alanz dengan berlari menuju polisi dan si preman. Ia berniat membalas perbuatan preman kepada adiknya.
Kemudian, Voska menghalangi abangnya yang dipenuhi amarah. Voska menenangkan Alanz dan membuatnya kembali dari mode marahnya menuju mode sabarnya.
"Udah kali, gak usah dikejar."
"Oy! Lu buta apa? Pipi lu berdarah kayak gitu nyuruh gue diem? Lu udah gak nganggep gue abang lu, hah?"
"Gak. Gue gak mau lu kenapa-kenapa, Bang. lagian ini cuma goresan, bukan luka dalam." Terdengar suara terbata-bata menahan tangis.
Mendengar jawaban adiknya, Alanz menundukkan kepala dan meminta maaf. Sebab, ia merasa perkataannya menyakiti hati sang adik.
"Makasih, ya, udah peduli sama gue. Maafin kalau kata-kata Abang buat hati lu sakit."
"Sama-sama, abangku tercinta." Air mata Voska yang tiba-tiba menetes, melihat pemandangan adik-kakak yang saling meminta maaf, sang pria terharu dan mendekat untuk berterima kasih.
"Dik, makasih, ya, kamu udah menyelamatkan nyawa saya. Saya sangat berutang nyawa padamu."
Voska menjawab dengan anggukan tanpa kata pada sang pria. Kemudian, ia pamit dengan si abang untuk melanjutkan perjalanan menuju kos-kosan.
"Ini kartu identitas saya. Kalau kalian butuh, hubungi saja. Ngomong-nogmong adi kalian bilng kalau cari kos-kosan, ya? Gimana kalau tinggal sama saya aja? Kebetulan saya punya kamar kosong."
"Terima kasih sebelumnya, tapi kita pengin hidup sendiri dan fokus buat belajar bersama. Takutnya kalau kita sama Om, bakalan ngerepotin dan jadi gak fokus." Voska menolak.
Sang pria berjas itu pun berpamitan dan meninggalkan merekaberdua dengan mobil X-Pander-nya.
***
"Ini, ya, kuncinya. Ibu belikan dua kalau hilang minta lagi aja, ya, ke saya."
"Iya, Bu, makasih banyak, ya, Bu." Voska menerima kunci kosan.
"Oh, iya. Kenalin, saya Bu Ina. Jangan sungkan kalau minta apa-apa, ya. Saya welcome, kok."
Perkenalan singkat pun berlalu dengan ibu pemilik kos-kosan yang sudah berumur 50 tahun. Ia memiliki rambut berwarna cokelat yang sudah terpenuhi dengan rambut putih. Dan, perhiasan emas yanbanyak di tangannya.
"Ayo, Bang, masuk."
"Baca doa dulu, Bocil. Biar kita tenang di sini."
"Iya, ya, Ustaz Alanz."
"Dih."
Mereka memulai doanya dan memasuki kos-kosan barunya itu. Mengeluarkan barang demi barang, dan menata bersama, mereka mulai melakukannya.
Sembari menata barang bersama Abang tercinta, Voska mencoba melakukan survey sekolah barunya melalui ponsel. Akhirnya, Voska mendapatkan akun IG sekolah. Pada postingan PPDB sekolah, terlihat harga pendaftaran untuk masuk sekolah.
"What? Mahal banget. Ini Abang yakin daftarin gue di sini?" Ponsel yang menyala tersodor di depan wajah Alanz.
"Ya, iya, lah. Pokoknya lu harus sekolah di situ. Pendidikannya di situ bagus. Fasilitasnya juga. Soal uang, bisa diatur sama Abang."
"Lha, terus Abang gak mau lanjut kuliah? Atau, pendidikan militer gitu?"
"Sudah, lah, lulusin dulu itu sekolah lu. Lagian, Abang, kan, udah lulus sekolah, SMK pula, jadi gue bisa langusng kerja. Tapi luk gak boleh gak kuliah, ya. Kan, akatanya mau jadi dokter."
Voska mengiyakan perkataan abangnya dengan mengangguk dan memandang kembali ponselnya. "Aduh, baik banget, sih, orang ini," kata hati Voska yang tiba-tiba muncul dengan pipi kemerahan.
"Mau dibikinin makanan gak?" tawar Voska.
"Emang ada apa di dapur? Kan, kita gak punya apa-apa," jawab Alanzyang masin=g merapikan barang,
"Udah gak apa-ap nanti aja mkannya. Beres-beres dulu baru ikut gue nanti," lanjutnya.
"Mau ke mana?
"Di hatimu."
"Iu-iu-iu ... jorok, Bang."
"Ha-ha-ha." Mereka tertawa bersama.
"Yaudah, sini adik cantik ingin membantu."
"Hem, kalau diajak keluar aja mau."
Selesai sudah mereka membereskan kos-kosan mereka berdua, mulai dari dapur yang bersampingan dengan kamar mandi, area utama yang dijadikan kamar dan ruang tamau, yang nantinya akan dibuat tidur oleh Voska dan Alanz.
"Aku mau tidur di situ. Enak dekat jendela."
"Gak, gak. Ada-ada aja, masuk angin nanti. Udah, di sini aja, lu," tegas Alanz.
"Nanti Abang juga masuk angin, dong!" bantah Voska. "Lagian, kan, ada sofanya, jadi tenang," lanjutnya.
"Beda, kali! Gue laki-laki. Pokoknya gak, tetap gak," paksa Alanz.
Gadis bernama Voska itu pasrah dan melanjutkan melihat ponsel. "Oiya, emang Abang ma ajak aku ke mana, ya?" kata hati Voska yang kebingungan.
Tak lama kemudian, terdengar suara tetesan air yang mengenai atap kosan mereka. Dan, tak lama setelahnya, suara keras dari guntur turut ikut menemani.
"Oups! Maaf, Bocil, kita tak jadi keluar."
"Emang kalau kita jadi keluar, lu mau pakai apa?"
"Pakai motornya Bu Ina."
"Kalau kayak gitu gak usah, Bang. Lagian, kan, belum tentu kalau Bu Ina nge-iya-in."
"Ya ..., seaslinya, sih, gue cuma boongin lu doang , sih."
"Dah, gue tebak, Bang, bang."
Malam pun datang. Yang tadinya matahari yang cerah menyinari dunia, kini telah terganti oleh sang rembulan. Dan, di situlah saatnya mereka bersiap-siap untuk membersihkan diri. Lalu, beristirahat.
Seorang yang melihat jendela dengan mengeringkan rambut panjangnya tiba-tiba menangis. Diiringi dengan hujan yang tak turur reda. Iya! Itu adalah Voska yang rindu dengan orang tuanya yang baru meninggal.
"Bocil, ambilin handuk gue!" teriak laki-laki bernama Alanz yang sedang mandi. "Cepetan, gak pakai lama," Lanjutnya dengan teriakan suara besarnya.
"Haduh! Iya, bawel. Bentar, jalan juga butuh proses, kali," kesal adik kecil yang beranjak dengan mengusap air mata yang membasahi pipi lembutnya.
Kemudian Voska mengambil handuk Alanz yang berwarna biru muda itu dan berjalan ke kamar mandi untuk memberikan handuk itu.
"Astaga! Abang, kenapa keluar kamar mandi. Gak pakai baju, pakai celana pendek doang lagi. Cepetan masuk kamar mandi," pinta Voska dengan menutup mata ketika melihat Alanz dengan sekujur tubuh dan rambutnya yang basah dan wangi
"Emang kenapa, dah! Lagian, sih, lu lama," balas Alanz sambil menarik handuk d tangan Voska. Lalu, menggunakannya untuk mengeringkan rambut basahnya.
Voska yang dari tadi marah dengan menutup mata menggunakan tangannya pun menginggalkan Alanz karena Alanz tak kunjung masuk kembali.
Rembulan
1234
696
2
Romance
Orang-orang acap kali berkata,
"orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan."
Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta.
Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
To the Bone
207
188
1
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace
Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya
“Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai
Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu
Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku
Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku.
Walaupun tida...
Highschool Romance
2743
1171
8
Romance
“Bagaikan ISO kamera, hari-hariku yang terasa biasa sekarang mulai dipenuhi cahaya sejak aku menaruh hati padamu.”
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
127
100
0
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua.
Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna.
Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
6104
1975
1
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me
Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
Marry
1569
765
0
Fantasy
Orang-orang terdekat menghilang, mimpi yang sama datang berulang-ulang, Marry sempat dibuat berlalu lalang mencari kebenaran.
Max yang dikenal sebagai badut gratis sekaligus menambatkan hatinya hanya pada Orwell memberi tahu bahwa sudah saatnya Marry mengetahui sesuatu.
Sesuatu tentang dirinya sendiri dan Henry.
Fallin; At The Same Time
3295
1465
0
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene.
Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
The Alpha
2116
949
0
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...
The Skylarked Fate
7199
2125
0
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3413
1720
0
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana?
Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...