Iqbal menggenggam erat tangan kekasihnya dan menunjukkan sebuah cincin berlian yang sangat indah.
"Sayang, kamu kenapa diem?"
"Gak Iqbal, tapi aku--aku belum siap sama ini semua. Kenapa kamu--"
"Deva Sayang, aku cuma sampein apa yang aku rasain sekarang. Aku pikir ini emang saat yang tepat Sayang. Apa yang buat kamu ragu?"
"Bukan gitu, tapi aku emang gak mau secepet ini. Ini masih terlalu dini buat aku. Iqbal maafin aku."
"Oke Sayang, gimanapun juga aku gak bisa paksain keinginan aku ke kamu. Mungkin aku emang harus nunggu kamu lagi Deva. Gak masalah, kok. Aku ngerti. Tapi, kamu harus tetep terima ini, yaa. Anggep aja ini hadiah anniversary dari aku. Oke?"
Iqbal mencoba mengerti dengan keputusan Deva. Iqbal pun mengantar Deva pulang.
===
Esok harinya Deva pergi ke kampus. Seperti biasa, ia sibuk dengan mata kuliahnya, juga dengan urusannya dalam mempersiapkan event kampus.
"Vava, hai. Kamu kok masih di sini?"
"Ehm. Aku nunggu taksi, Kak."
"Dia gak bisa jemput kamu sekarang?"
"Iya. Iqbal lagi sibuk banget di rumah sakit."
"Pulang sama kak Nathan aja, yuk!"
"Gak deh, Kak. Aku gak mau Kakak ribut lagi sama kak Reza."
"Hemm, yaa. Oke. Ini lagi hujan deres, Va, mungkin taksinya gak berani terobos hujan ini."
"Ya kalo gitu gak apa-apa aku tunggu di sini aja sampe hujannya reda."
"Oke, Va, aku temenin kamu sampe taksi kamu dateng."
Di tengah derasnya hujan, Nathan mencoba bicara dengan Deva dari hati ke hati.
"Vana, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu gak?"
"Ngomong aja, Kak. Kenapa?"
"Aku masih bener-bener gak ngerti sama takdir kita. Jalan Tuhan buat kita itu serasa rumit banget kan? Dulu kita dipertemukan, terus kita dipisahkan gitu aja. Lalu sekian lama semuanya berubah, akhirnya Tuhan pertemukan kita lagi sekarang. Itu buat apa coba?"
"Mungkin Tuhan pengin tunjukkin ke Kakak kalo aku sekarang udah bahagia sama hidup aku yang baru dan Kak Nathan harusnya juga berhak bahagia dengan hidup baru Kakak."
"Kalo emang itu maunya Tuhan, kenapa Dia gak ambil perasaan cinta aku buat kamu sampe sekarang? Kalo memang aku harus move on. Tuhan harusnya bantu aku kan?"
"Kak, intinya Kak Nathan harus berusaha. Lupain aku, jauhin aku. Lupain semua tentang masa lalu kita."
"Aku gak bisa, Va!!"
Nathan tak bisa menahan perasaannya. Ia justru semakin mendekat pada Deva, menyentuhnya, memeluknya, bahkan berusaha mencium bibirnya.
"Lepasin aku, Kak!"
"Vava maafin aku, aku bener-bener masih cinta sama kamu Sayang!"
"Kenapa Kak Nathan kayak gitu? Aku benci sama Kakak. Aku tau, Kakak suruh aku gabung ke panitia event cuma biar Kakak bisa deket sama aku lagi kan? Event itu cuma alesan Kak Nathan aja. Ternyata Kakak masih begitu berharap kita balik lagi kayak dulu, aku--ahh, aku gak pengin liat Kakak lagi. Kak Nathan, suka gak suka, mulai detik ini aku keluar dari panitia event!"
"Vava, tunggu, Va, kamu gak boleh kayak gitu. Maafin aku, Va."
Deva pergi meninggalkan Nathan, sementara Nathan merasa menyesal telah membuat Deva sedih dan membencinya.
===
Beberapa hari setelah kejadian itu, semua benar-benar kacau. Persiapan event kampus jadi berantakan. Nathan pun makin kalut dan tak bisa berpikir jernih. Namun, Deva tetap tidak mau lagi berurusan dengan Nathan.
***
Hari itu kegalauan Nathan membuatnya melakukan hal yang tak semestinya. Itu pertama kalinya Nathan menyentuh minuman keras. Ia pun mabuk dan dalam keadaan itu ia menelepon Deva. Dalam posisi panik akhirnya Deva mau menemui Nathan di hotel tempatnya berada sekarang.
"Kak Nathan. Kenapa Kakak kayak gini?"
"Vava kamu dateng? Aku seneng banget ternyata kamu masih peduli sama aku, Sayang."
"Kak, Kakak mabuk? Kenapa Kakak harus minum itu, sih?"
"Ini gara-gara kamu Sayang. Kamu udah bikin hidup aku berantakan!"
"Kak, aku minta maaf. Aku--"
"Kamu jahat, Va! Event kita jadi kacau, kamu gak boleh keluar gitu aja!"
"Kak, kalo ini karena masalah event itu, oke aku akan balik ke panitia, aku akan terusin tanggung jawab aku, Kak. Aku bakal perbaikin semuanya. Aku janji. Sekarang aku telepon tante aja biar jemput Kakak di sini."
"Buat apa, Va? Aku mau di sini aja. Biarin aku di sini Sayang!"
Deva menelepon mamanya Nathan agar beliau datang menjemput Nathan di hotel. Setelah mama Nathan sampai, Deva dan mama Nathan sama-sama mengantar Nathan pulang. Nathan tak juga melepaskan genggamannya dari tangan Deva. Karena itu, Deva terpaksa menemani Nathan di kamarnya hingga Nathan terlelap. Di saat itu, Nathan mengigau meluapkan isi hatinya.
"Kenapa semudah itu kamu lupain aku Sayang? Aku butuh kamu. Kak Nathan masih sayang banget sama kamu. Apa kamu gak bisa cinta sama aku lagi kayak dulu, Va?? Vava jangan pergi. Aku gak bisa hidup tanpa kamu."
Deva tak menghiraukan Nathan, ia pun memilih pulang ke rumah.
---------
Event kampus akhirnya terlaksana dengan baik karena Deva kembali ke dalam keanggotaan panitia. Sementara perasaan Nathan masih sama, hanya saja kali ini ia memilih untuk lebih berhati-hati dalam bersikap pada Deva karena ia tak mau Deva makin membencinya.
Iqbal pun sempat merasa geram karena melihat kedekatan Deva dengan Nathan. Ia cemburu. Ia tak ingin kekasih hatinya kembali jatuh ke pelukan sang mantan dan terjebak masa lalunya.
"Sayang, kan event kampus kamu dah kelar, jadi kamu udah gak ada urusan sama si Nathan itu kan?"
"Iqbal. Kamu kenapa, sih? Aku kan gak ada hubungan apa-apa sama kak Nathan."
"Ya aku gak suka aja kalo kamu terus deket sama dia. Gimanapun juga dulu kalian bersama kan? Aku gak mau aja kamu CLBK ntar."
"Gak mungkin lah, Bal. Kamu tuh ada-ada aja. Aku gak akan balikan sama dia, kok. Jadi kamu gak perlu cemburu gitu. Oke?"
"Iya Sayang. Tapi kamu janji ya, Dev!"
***
Saat itu hari Kamis. Di kampus, Deva mendadak pingsan. Kebetulan di sana ada Nathan yang menolongnya. Setelah Deva dibawa ke klinik, akhirnya Deva tersadar. Mendengar percakapan Deva dengan dokter, akhirnya Nathan tahu soal penyakit Deva yang hanya dapat disembuhkan dengan transplantasi hati.
"Va, kenapa kamu gak mau kasih tau aku? Kamu bener-bener anggep aku orang lain?"
"Kak, apa? Maksudnya apa?"
"Kamu sakit kan?"
"Aku baik-baik aja kok, Kak."
"Kamu gak perlu bohong lagi, Va. Aku udah denger semua tadi."
"Ehm. Jadi—maaf, Kak. Tapi aku udah gak apa-apa kok sekarang."
"Aku khawatir sama kamu Vava. Aku gak bisa liat kamu kayak gini."
Nathan begitu cemas mengetahui kondisi Deva sekarang. Ia benar-benar ingin melihat Deva sembuh. Namun, ia bingung bagaimana caranya membantu Deva.
Sekarang Nathan lebih menjaga Deva saat di kampus. Nathan selalu memberikan perhatiannya dan tak lupa mengingatkan Deva untuk minum obat serta istirahat.
===