Pagi ini, Nara telah menyelesaikan tugasnya untuk mengantar form kepada Bu Intan dan menjelaskan alasannya. Kini, gadis itu berjalan menuju gazebo dekat lapangan, tempat favoritnya. Kali ini, Nara tidak lupa membawa laptopnya. Dengan senang, gadis itu menyalakan dan mulai mengetik. Aktivitas ini selalu membuat Nara bahagia. Mungkin, salah satu healing terbaik baginya.
Sesekali, Nara mengecek ponselnya. Ia menekan aplikasi berwarna orange yaitu Wattpad. Ia mengecek apakah tulisannya sudah mendapat banyak respon positif dari pembaca. Senyum Nara tidak berhenti mengembang. Tulisan satu bab yang baru dipostingnya kemarin mendapat banyak komentar positif.
“Cerita dari Bukit Senja selalu ditunggu. Selalu bagus dalam mengemas ceritanya. Suka banget pokoknya!”
“Cerita ini beda banget dari empat novel sebelumnya. Ini terasa nyata banget. Bukit Senja terbaik!!”
“Selalu suka sama novel yang ditulis Bukit Senja. Ditunggu bab selanjutnya!”
Itu adalah beberapa komentar yang dibaca oleh Nara. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Pipinya merah merona. Akhirnya, cerita yang lama tersimpan dibenaknya berhasil ia tulis juga.
“Semoga bab kedua ini dapat lebih banyak respon positif,” gumamnya.
Gadis itu kembali fokus ke layar laptopnya, sambil sesekali memandang ke arah lapangan. Sudah dua jam lebih Nara berada disini, hingga perlahan sekolah mulai sepi. Ia melihat jam di laptopnya, ternyata sudah menujukkan pukul lima sore. Nara menepuk kepalanya, ia selalu lupa waktu. Dengan cepat, ia bergegas menuju gerbang sekolah untuk mencari taxi. Sialnya, tidak kunjung bertemu.
Suara mesin sepeda motor menggema di telinga gadis itu. Nara menoleh ke belakang, ternyata ada motor yang akan melewati dirinya. Dengan sigap, ia segera menepi.
“Mau bareng?”
Mendengar suara itu, Nara membeku. Suara yang sangat tidak asing di telinganya. Suara yang membuat Nara bahagia.
Gadis itu menggeleng dengan tersenyum.
“Beneran? Jalanan disini udah sepi.”
Nara mengangguk pasti. “Nggak perlu. Gue bisa sendiri.”
Sedetik kemudian, cowok itu pergi. Akhirnya, Nara bisa bernafas lega. Kejadian sore ini membuat hatinya degdegan dan juga bahagia.
Sesampainya di rumah, Nara meletakkan tasnya dan segera membersihkan dirinya. Malam ini, Nara kembali menulis lagi. Gadis itu fokus kepada buku biru dan juga laptopnya. Dengan mudah, ia menghasilkan beberapa kalimat yang bertambah. Sesekali ia berhenti sejenak, memandangi langit kamarnya, menyalakan musik, dan juga membayangkan hal yang akan ditulisnya.
Tepat pukul sebelas malam, tulisan Nara rampung juga. Gadis itu menulis tiga bab sekaligus. Kemudian, ia beralih menuju aplikasi Wattpad dan menngunggahnya disana. Novel yang ditulis Nara berjudul “You (B).” Cerita ini adalah cerita paling spesial yang pernah ia tulis. Seminggu telah berlalu sejak cerita ini diunggah, Nara sudah mendapatkan dua puluh ribu pembaca. Tentunya, ini menjadi semangat tersendiri untuknya.
“Semoga banyak yang baca! You did great, Ra!” pujinya pada diri sendiri.
***
Nara kembali ke tempat favoritnya, gazebo dekat lapangan. Kali ini, ia membawa buku sketsa berukuran sedang dan juga buku birunya. Gadis itu mulai menatap sosok yang selalu menghiasi kepalanya. Sosok yang selalu Nara impikan. Ia merekam gerak-geriknya dengan fokus, kemudian menuangkan pada buku sketsanya.
Seseorang yang tertangkap sedang berjalan
Berjalan kesana-kemari dengan bahagianya
Sekaligus … berjalan memenuhi kepalaku
Halo?
Pasti … kamu tidak akan mengenaliku
Tak apa, aku lebih suka seperti ini
Kesannya seperti pemuja rahasia
Hm … terima kasih, ya?
Mungkin, kamu bingung dengan tulisan ini
Aku hanya ingin berterima kasih karena kamu hidup
Terus hidup dengan baik, ya!
Nara menutup buku birunya diiringi dengan senyum. Ia lega karena berhasil menuliskan tentang sosok itu. Sosok indah yang selalu ada dalam tulisannya.
“Cara mencintai paling rahasia adalah menulismu disetiap untaian kata ini,” ucapnya tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan gazebo.
***
Satu bulan telah berlalu. Hari ini, Nara sedang berada diatas kasurnya dengan buku biru kesayangannya. Akhir pekan adalah waktu yang sangat ditunggunya karena ia bisa menulis seharian penuh tanpa jeda.
Kini, gadis itu beralih memainkan ponselnya. Matanya terbelalak seketika. Tangannya bergetar.
“Bundaa!” ucapnya.
Dari arah pintu kamarnya, Bunda Nara berjalan dengan terburu-buru. Dengan cepat, wanita paruh baya itu mendekat ke arah Nara dan menunjukkan ekspresi cemas.
“Ada apa?”
Nara menunjukkan ponselnya ke arah bunda.
“Wah, lima juta pembaca?”
Gadis itu mengangguk. “Nara nggak nyangka, Bun. Ini novel pertama yang dapat banyak pembaca.”
Bunda mengusap kepala Nara dengan lembut. “Itu tandanya, tulisan kamu diterima banyak orang, Ra. Mereka senang baca tulisan kamu. Bunda bangga sama kamu, sayang.”
Nara masih membeku, berusaha mencerna semua yang terjadi hari ini. Novel yang baru satu bulan diunggahnya itu mendapat lima juta pembaca. Selama ini, Nara hanya sesekali mengecek pembacanya dan tidak terlalu fokus kepada pembaca. Ia lebih fokus kepada isi dari novel yang ditulisnya. Mendapat banyak respon positif adalah hal yang sangat diinginkan Nara. Setelah ini, ia berjanji akan lebih rajin mengunggah bab baru.
“Sampai jumpa besok, kamu!” ucapnya sambil membayangkan wajah sosok itu.