Kami berhenti di sebuah jajaran ruko tepat sebelum pintu masuk kompleks yang dijaga satpam tua berumur lima puluhan, namanya Pak Budi. Aku bisa saja langsung pulang karena rumahku hanya berjarak dua blok dari sini, Bani nggak harus mengantarku sampai pintu gerbang semacam pacar yang kasmaran. Namun, Bani memintaku untuk menunggunya membeli kue titipan ibunya itu. Yah, wajahnya kenapa jadi seganteng ini di bawah matahari sore, ya?
“Gue tunggu luar aja, Ban.”
“Ayo masuk,” katanya sambil menggandeng tanganku. Dengar, aku tekankan. Menggandeng tanganku. Apa dewi cupid sedang berada di sini? Di komplek rumahku dan menembakkan panah asmara? Oh please deh, Sera. Kamu tahu kan itu semua cuma mitos. Bani benar-benar meraih tanganku menuju toko kue. Aku diam saja.
“Eh, sorry. Gue nggak bermaksud lancang kok.”
“Oh, hah? Iya, santai aja, Ban. Ayo.”
Sebenarnya aku tidak pernah merasakan seperti apa kupu-kupu di dalam perut yang ditulis di novel-novel anak SMA yang sering Karis baca. Apa rasanya seperti sakit perut sehabis makan sambel terasi ibuk? Atau mirip seperti perasaan gugup kalau presentasi sejarah sama guru killer? Keduanya sama-sama bikin nggak nyaman, tapi yang ini ternyata berbeda. Jadi ini jenis kupu-kupu orang jatuh cinta ya? Kupu-kupunya warna-warni, kecil dan jumlahnya banyak. Entah reaksi kimia yang mana yang menyetrum wajah kumel ini menjadi semerah tomat, jangan sampai Bani melihatku, aku jelek banget pasti.
Ketika tangan Bani melepaskan pegangannya, setruman itu juga ikut hilang, tapi tidak ada yang memberitahuku sebelumnya kalau efeknya berjangka panjang begini. Jantungku seperti manusia habis lari marathon keliling bundaran Hotel Indonesia. Perasaan itu buru-buru teralihkan pada aroma kue panggang fresh from the oven, tahu kan wangi vanila ini benar-benar sopan sekali menyapa hidungku. Nggak cuma Vanila, sih, ada coklat, wangi buah, dan ada keju juga. “Wah, wangi keju.”
“Gue beli juga, deh.”
Nggak perlu pikir dua kali buat beli keju, disodorkan dengan banyak pilihan kue atau roti di display pun aku akan tetap pilih keju. Keju harga mati. Pandanganku langsung tertuju pada mile creeps yang diatasnya dihias dengan potongan buah jeruk dan kiwi. Meski uang ini sengaja aku simpan untuk top up diamond di gim, aku nggak masalah, selagi itu bisa masuk ke dalam perut. Hehe.
Sebelum aku berjalan menuju kasir dengan kue pilihanku, Bani sudah menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan ke kasir, tersenyum padaku seperti pangeran kuda putih yang keluar dari dongeng. Sumpah demi kerang ajaib aku ingin menenggelamkan diriku sendiri karena malu dan canggung. Ada apa dengan dunia hari ini? Besok belum akan kiamat kan?
Tiba-tiba handphone-ku berbunyi.
Siapa yang berani-beraninya menginterupsi kisah cintaku ini, huh? Kalau bukan soalan yang penting, aku akan mencubit siapa saja yang berani mengirim pesan ketika Bani sedang menatapku dengan keju ditangannya.
“Lynx!!!!! Lo jadian ama anak imperial?”
Jack si penggangu ini, kalau saja aku tahu di mana dia berada sekarang, sudah kucabik-cabik jarinya agar tidak mengetik apapun. Kuputuskan untuk tidak menggubrisnya, siapa suruh mengganggu, Bani lebih menarik untuk dilihat daripada chat dari Jack.
Belum lagi aku memikirkan pesan yang pertama, Leo merundungku dengan spam pesan berisikan, “CIE, PUNYA PACAR JUGA AKHIRNYAAAA, PJ!!”
“Siapa? Pacar?” Kata Bani mendelik ke arah ponselku. Aku jelas sekali melihat ekor matanya mencoba mencari tahu nama yang tertera di layar.
Bani mengira aku ini punya pacar? Padahal aku sudah jomblo selama lima pemilu dan sudah dilebihkan Tuhan dua tahun untuk punya umur ilegal bisa punya pacar, tapi memang dasarnya aku ini nggak menarik perhatian laki-laki mana pun. Entah di dunia nyata atau di gim sekalipun. Kehidupanku hanya berjarak antara sekolah, tidur, makan, main gim, sekolah, tidur, makan lagi, dan gim lagi. Siapa juga yang mau menjadi pacar Serayu jika begitu.
“Hahahaha, pacar? Ini temen onlineku, temen main gim.”
Kusebut begitu, alis Bani justru lebih bertaut dari sebelumnya, “temen online?” Tanyanya tidak mengerti.
“Temen main game, Ban. Biasalah,” jawabku enteng. Aku tidak menyebut soal Leo, dia tidak penting. Setelahnya Bani mengangguk, “bukan cowok yang jemput lo di sekolah kemaren?”
Aku melotot, dari mana Bani tahu? Dia tidak menguntit kan? Walaupun Leo memang bukan spesies yang harus aku sembunyikan, tetapi aku tidak bermaksud membuat orang lain salah paham, terutama Bani.
“Bukan, Ban. Dia cuma temen, kok.” Setelah itu, Bani tidak bertanya lagi, syukur deh, aku kan jadi tidak harus menjelaskan panjang lebar padanya. “Yaudah, yuk, pulang.”
Aku meraih crepe keju dari tangannya, memasukkannya ke dalam paper bag yang disediakan toko, aku juga bilang terima kasih sama Bani untuk kebaikannya hari ini, sudah mau mengantar pulang, membelikan kue keju, dan menggandeng tanganku. Meski yang terakhir itu tidak bisa kusebutkan juga, sih.
Bani mengantar sampai pintu gerbang, persis ketika Pak Jaja keluar dengan wajah setengah mengantuk padahal hari sudah kelewat sore, sudah mau maghrib. “Non, maaf ya, bapak ketiduran baru bangun.” Aku terus menepuk pelan tangan pak Jaja lalu bilang, “nggak apa-apa, Pak. Serayu diantar temen, kok.”
Mata tua Pak Jaja kemudian beralih ke Bani, “terima kasih ya, Mas. Sudah mengantar Serayu.”
Pak Jaja sudah mirip seperti seorang bapak yang mendapati anaknya diantar pulang seseorang. Bani cuma bisa mengangguk dan tersenyum, dan nggak lama pamit undur diri karena kue titipan ibunya sudah ditunggu. Apa aku masih bisa berharap hal seperti ini terjadi lagi besok?
***
Setelah makan malam ibuk mengantar susu coklat peninggi badan yang aku request bulan lalu, siapa yang sangka masuk tim e-sport nanti dilihat dari tinggi badan, aku kan tidak mau mati konyol hanya karena kurang dua senti.
“Serius?” suara Jack terdengar dari sambungan discord, kami sedang berada di lobi gim, aku baru log in lagi setelah siang tadi memutuskan menerima Lmntrx, dan sekarang Jack sedang sama tidak percayanya denganku.
“Setau gue anak Imperial udah punya couple semua, deh,” lanjutnya karena aku tidak menjawab pertanyaan Jack, aku sedang minum susu.
“Gue belom pernah denger nick name-nya, apa mungkin anak baru?”
“Nah, bisa jadi sih Lynx. Lo udah tanya ke dia?”
Benar juga, harusnya Lmntrx sudah menerima notifikasi bahwa aku sudah menyetuhui tawarannya, kan? Tapi kenapa masih belum ada tanda-tanda dia akan mengirimi pesan ke akunku? Dia ini benar-benar serius nggak, sih?
“Belom, sih. Masa gue chat duluan? Ogah ah, kan dia yang ngajakin duluan.”
Baru selesai bibirku bicara, pesan masuk dalam layar komputer itu menunjukan nama Lmntrx. Isinya cuma dua huruf.
“Hi.”
“Jack, dia chat gue!” kataku pada Jack. “Nah, pas banget, kan, tuh. Lo bisa langsung tanya-tanya, sekalian prepare event, sebulan lagi Lynx!”
“Oke, gue pindah room dulu ya,” sambungku ke Jack dan dia mengiyakan tidak kalah cepat antusiasnya dari aku. Mari kita lihat, seperti apa partnerku di event kali ini, semoga apa yang Karis katakan benar semua, dia bukan laki-laki aneh yang main gim dengan segala bentuk kecurigaan yang ada di kepala kami.
“Halo.” Aku mengetik di kolom komentar kamar, char dengan rambut cokelat gelap bermata biru dengan kostum event Hari putih adalah sebuah terusan dengan aksen gold dan hijau tosca, di samping nick-nya terdapat angka dua yang merupakan simbol member VIP Idol Party. Sudah ada di ranking Raja, dengan level akun 98.
Dibandingkan aku yang lebih sering menggunakan baju yang dibeli dari mall server, sebuah jeans lusuh yang nilai pesonanya tidak lebih dari tiga ratus, dengan atasan crop dan rambut panjang blonde dengan kaca mata hitam, kami persis langit dan bumi. Aku punya, kok, baju-baju bagus hasil berburu event, tapi memang jarang kupakai kalau tidak ingin, kenapa? Ya karena nggak ingin aja.
Lalu, kenapa juga dia mau memilihku menjadi partner, apa karena tidak sengaja? Karena tidak ada perempuan jomblo di gim? Itu lebih tidak mungkin.
Karena tidak lagi ada balasan, aku berinisiatif mengetik kalimat lain terlebih dulu. “Ini lo nggak kepencet kan milih gue?”
“No,” balasnya singkat.
“Kenapa nggak pilih dari grup lain yang lebih keren, secara lo anak Imperial?”
“Emang kenapa sama Imperial? Nggak boleh sama anak Paradise?”
“Bukan, tapi biasanya anak Imperial couplenya kan dari anak-anak Autism, Fabulous, Breakout, ya grup di rank lima teratas deh.”
Aku berusaha menyebutkan grup idol lain yang lebih terkenal daripada Paradise, berusaha meyakinkan si Lmntrx ini agar dia tidak kecewa dan menyesal sudah berpartner denganku.
“Ya, nggak papa. Skillnya kan nggak dilihat dari grupnya.”
“Emang lo tau skill gue?”
“Gue sering liat streaming lo di facebook.”
Demi kerang ajaib. Dia followersku? Aku sendiri mengatupkan tanganku ke wajah supaya tidak berteriak, bisa-bisa dipergoki ibuk. Tapi aku sangat ingin berteriak saking senangnya. Akhirnya ada anak Idol Party lain yang menonton streaming-ku selain Jack dan Sean.
“Lo selalu pake speed 4 kan?”
Aku mendelik, dari mana dia tahu. Dalam gim ini, setiap ritme musik menghadirkan empat kecepatan berbeda yang bisa diatur oleh para Idol. Biasanya, lagu-lagu dengan bpm atau tempo yang cepat, mereka sering menggunakan speed 2 atau 3. Jarang sekali yang menggunakan speed 4 untuk lagu-lagu tertentu yang terbilang sulit. Kalau aku, memang lebih sering menggunakan speed 4. Hanya jika sedang bermain rank saja, aku menurunkannya menjadi speed 3.
“Are you there?”
“Ah iya, sorry. Gimana-gimana?”
“Event ini mengharuskan semua idol menggunakan speed 4.”
Membacanya aku mengangguk berkali-kali, Jack mungkin belum mendapatkan bocoran untuk sistem event tahun ini. Aku akan memberitahunya nanti. Gosip-gosip begini sering banget di upload di grup official, jadi nggak heran para Idol bisa berasumsi soal event-event mendatang.
“So?”
“Hah?”
“Kapan kita nikah? Couple harus nikah.”
Nikah? Aku melupakan prosesi yang satu ini. Aku harus menikah. Menikah di dalam game.