Loading...
Logo TinLit
Read Story - Prakerin
MENU
About Us  

Hari penuh gunjingan itu sudah berakhir, aku sudah kembali ke tempat prakerinku. Tak terasa sudah lebih dari seminggu Windy mengabaikanku, bahkan sabtu kemarin dia memilih untuk duduk bersama Junia di banding denganku. Saat di kantor kami juga tidak pernah terlibah dalam perbincangan apapun, bahkan saat makan siang dia lebih memilih makan sendirian. Sedangkan aku makan bersama Erika, Meli dan Sofia, atau biasanya menemani Pak Galfin makan di luar.  

Istirahat kali ini Pak Galfin menghilang entah kemana, jadi aku memutuskan untuk pergi ke kantin menemui mereka —Erika, Meli dan Sofia— Tapi saat aku sampai di sana, aku melihat Windy bergabung bersama mereka. Saat aku menghampiri mereka, Meli mempersilakanku duduk di sebelahnya, saat aku duduk, Windy segera bangkit dan pergi. 

Ketiga orang lainnya yang tak mengerti dengan masalah kami hanya mengedikan bahu dan saling menatap satu sama lain. Setelahnya, aku diserang dengan banyak pertanyaan dari mereka. Seperti, 'Jay, lo lagi berantem ya, sama Windy?' 'Jangan-jangan gara-gara Annan?' 'Lo jadian sama Annan nggak, Jay?' Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan aneh mereka yang membuat kepalaku semakin pusing.

Tak disangka, berita tentang Annan yang menyatakan perasaan padaku sudah menyebar luas ke seluruh penjuru sekolah. Bahkan sabtu kemarin aku mendapatkan banyak pertanyaan dan gunjingan dari wanita-wanita ular yang mengejar Annan. Tapi aku tidak heran, karena Annan adalah salah satu pria terpopuler di sekolah. Semua berita tentangnya pasti akan sangat mudah tersebar dari mulut ke mulut para gadis yang mengincarnya.

Karena aku tak mau ambil pusing, aku memutuskan untuk membawa makananku ke pantry. Biarlah aku makan di sini saja walau sendiran, yang penting tidak diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan aneh dari ketiga kembar siam yang akan membuat ku sakit kepala itu.

Namun sejujurnya aku tidak biasa makan sendirian, di rumah aku selalu makan dengan ditemani oleh mama, papa dan Rehan, atau minimal mama jika papa dan Rehan sedang tidak di rumah. Di sekolah, tempar prakerin, atau dimanapun di luar rumah, aku selalu ditemani Windy. Namun sekarang Windy tidak ada, selera makanku jadi hilang, aku sama sekali tidak bernafsu. 

Sambil memikirkan Windy, aku mengaduk-aduk makananku malas, lalu sebuah nampan tiba-tiba mendarat di hadapanku.

"Lho, Bapak? Kok di sini?" Tanyaku, Pak Galfin tak menjawab, dia justru menarik kursi di depanku lalu duduk, sekarang posisi kami jadi berhadapan.

"Saya yang nanya duluan, kok kamu makan di sini?" Tanyanya. 

"Kapan Bapak nanya?"

"Kamu bahkan nggak denger saya manggilin kamu dari tadi"

Aku mengerjap, benarkah dari tadi dia memanggilku? Aku sama sekali tak menyadarinya. "Hehehe saya nggak denger, saya fokus makan" jawabku dengan cengiran bodoh andalanku.

Pak Galfin mencebik. "Fokus makan apaan, orang dari tadi kamu ngelamun terus" selorohnya.

Aku kembali memberi cengiran bodohku sebagai respon. Setelah itu kami diam, tak lagi membuka suara sampai makanan yang ada di piring Pak Galfin tandas. Cepat sekali dia makan.

Ku lirik piringku, bahkan aku belum menghabiskan setengahnya.

"Anja, saya liat akhir-akhir ini kamu sering ngelamun, kenapa, sih? Ada masalah?" Pak Galfin kembali duduk di hadapanku setelah selesai mecuci tangan. Aku mendengus, malas menanggapi omongannya yang hanya akan membuatku sedih karena mengingat Windy lagi.

"Kalo pun kamu lagi ada masalah, kamu jangan ngelamun terus, lakuin sesuatu, selesain masalahnya" Pak Galfin menarik piringku, menyodorkanku sesendok makanan.

Aku mencebik. 'Selesain masalahnya' gampang sekali dia ngomong. Kalau saja menyelesaikan masalah bisa semudah membalikkan telapak tangan, sudah aku selesaikan masalahku dari awal tanpa harus mendengar drama gunjingan gadis-gadis ular itu.

"Kalau perlu, kamu bisa cerita sama saya. Siapa tau saya bisa bantu" ucapnya.

Sekali lagi aku mencebik. "Saya nggak ngelamun, nggak lagi ada masalah juga, perasaan Bapak aja kali" sahutku sambil terus menguyah makanan yang baru saja Pak Galfin suapkan.

"Kamu pikir saya bodoh, semua orang yang ngeliat tingkah kamu juga tau kamu lagi ada masalah. Sebenernya kamu ada masalah apa, sih? Ayo cerita, siapa tau saya bisa bantu"

Aku diam, mengunyah makananku sambil memikirkan ucapanya. Cerita? Aku rasa tak ada untungnya aku menceritakan masalahku kepada Pak Galfin, yang ada nanti dia malah mentertawakanku, atau bahkan ikut menyalahkanku seperti Windy. 

"Tuh, kan. Kamu ngelamun lagi. Ayo cepet buka mulutnya, ini suapan terakhir" tegur Pak Galfin.

"Eh bentar! Kok bapak jadi nyuapin saya?" tanyaku yang baru saja sadar dengan apa yang Pak Galfin lakukan. 

"Kamu bahkan nggak sadar kalo dari tadi saya nyuapin kamu" Pak Galfin melenggang, membawa piring kotorku ke wastafel kemudian bersiap mencucinya.

Aku tertegun, kemudian segera berlari menghampiri Pak Galfin dan merebut piring itu dari tangannya. Aku pasti sangat kurang ajar jika membiarkan Pak Galfin —yang notabenya adalah pembimbing prakerinku sendiri— mencucikan piring kotorku. Jadi secepat kilat aku merebut piringku dan mencucinya.

"Aduh Pak, Bapak jangan buat saya kelitan kaya kurang ajar gitu dong, masa Bapak yang nyuciin piring kotor saya" omelku. 

Dahi Pak Galfin terlipat, dia menatapku dengan wajah bingungnya. "Siapa yang mau nyuciin piring kamu? Orang saya mau cuci tangan" ucapnya. "Lagian di sini ada OB yang biasa nyuciin piring, kenapa saya harus repot-repot nyuciin piring kamu?"

Aku berbalik menghadap Pak Galfin. "Jadi Bapak bukan mau nyuciin piring saya?" tanyaku. Pak Galfin tersenyum mengejek. Ekspresinya terlihat seperti mengatakan, 'Ngarep banget lo?' Aku rasanya ingin menggampar wajahnya yang mendadak terlihat menyebalkan itu.

"Maaf ya Anja, untuk kali ini saya nggak bisa menyangkal kalo kamu beneran bego" ucapnya yang langsung aku sambut dengan pelototan tajam. Pak Galfin hanya tersenyum mengejek menatapku.

"Ugh, kurang aja!" balasku. 

Segera ku percikan sisa-sisa busa yang tadi aku gunakan untuk mencuci piring pada Pak Galfin. Pak Galfin tak tinggal diam, dia membalas perbuatanku dengan cara yang sama. Dia bahkan mendorong tubuhku sampai menyender pada bar pantry untuk mencapai wastafel demi mengambil busa-busa itu. Tanpa kami sadari, posisi kami ternyata menjadi semakin dekat.

"Pak, Bapak mau ngapain?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku saat kedua tangan Pak Galfin memegang pundakku guna menenangkan aku yang terus saja menghalangin tubuhnya untuk mengambil busa. Aku sendiri juga tidak sadar kalau sedari tadi tanganku sudah memegang kedua lengan Pak Galfin.

Seakan tidak mengerti dengan apa yang aku ucapkan, Pak Galfin hanya menunjukan wajah bingungnya. Dahinya mengernyit tanda dia tak paham, matanya bergerak menelusuri posisi kami, kemudian mulutnya sedikit menganga saat menyadari tanganku memegang kedua lengannya. Sontak aku langsung menurunkan tanganku. 

Sedikit berdehem, Pak Galfin menurunkan tangannya dari pundakku. Suasana awkward mendadak datang menghampiri kami. Aku berinisiatif untuk segera mencairkan suasana dengan mengambil jarak dengannya. Namun saat aku hendak melangkah, entah dengan sengaja atau tidak, Pak Galfin menumpukan kedua tangannya pada dinding di sebelah kanan dan kiri kepalaku, membuatku refleks mundur lagi.

Pak Galfin menatapku intens dengan senyum manis yang tercetak di wajahnya. Seolah ingin membalas dendam, sekarang Pak Galfin yang membuatku bingung dengan sikap anehnya.

"Pak, Bapak mau ngapain?" aku mengulang pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya.

Bukannya menjawab, Pak Galfin malah semakin mengembangkan senyumnya, kepalanya bergerak maju mendekatiku, bahkan sekarang aku bisa merasakan embusan napasnya yang tak beraturan. Aku memejamkan mata, kemudian ku rasakan sebuah elusan lembut membelai rambutku. 

Aku kembali membuka mata, menatap bingung Pak Galfin yang kini berlalu meninggalkan banyak pertanyaan di pikiranku.

Apa dia sehat?

*****

 

Pulang, adalah kata yang paling indah sepanjang aku sekolah, tak disangka, kata itu tetap mejadi kata yang indah saat aku prakerin. Biasanya, aku yang tadinya mengantuk mendadak jadi segar-bugar jika mendengar satu kata itu. 

Tapi beberapa hari terakhir ini berbeda. Kata pulang tidak lagi menjadi indah karena aku tidak punya tebengan. Sejak Windy marah padaku, dia tidak lagi memberi aku tebengan. Jadi setiap pulang prakerin, aku harus merelakan waktu berhargaku terbuang sia-sia guna menunggu Rehan menjemputku. 

Sudah hampir satu jam berlalu, Rehan tak juga datang menjemput.

Ku alihkan padangan ke sekitar, sepi. Sepertinya Erika, Sofia dan Meli juga sudah pulang, maka berakhirlah aku duduk sendirian di depan pos satpam sambil kembali mengingat Windy.

Aku akui, siang tadi aku memang sempat melupakan masalahku dengan Windy karena aksi Pak Galfin. Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dia perbuat, kemudian pusing sendiri memikirkannya. Tapi setidaknya aku harus berterima kasih, karena ulah Pak Galfin, aku bisa melupakan sedikit masalahku dengan Windy. 

Aku memegang puncak kepalaku yang tadi Pak Galfin elus. Rasanya aneh, jantungku mendadak berdetak kencang di dalam sana. Padahal saat Annan mengelus kepalaku, aku tidak merasakan apapun. Saat pertama kali Pak Galfin mengelus kepalaku di toko boneka waktu itu, aku juga biasa-biasa saja. Tapi kenapa sekarang rasanya berbeda? Seperti ada sesuatu di dalam tubuhku yang ingin meledak. Apa maksud dari semua ini?

Tanpa sadar, aku tersenyum. Dan tanpa sadar juga, sudah satu jam lebih aku menunggu Rehan. Aku sudah mencoba untuk menghubingi Rehan, namun nomornya tidak aktif. Sial, Padahal perutku sudah sangat lapar, dan uangku sudah habis. Aku ingin cepat-cepat pulang dan makan. Rehan benar-benar membuatku bersumpah-serapah.

“Anja?” sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di hadapanku. Aku mengenal mobil ini. Dia —yang memanggil namaku tadi— pasti Pak Galfin. Jantungku yang sudah mulai normal mendadak kembali berdetak cepat.

“Kamu belum pulang?" tanya Pak Galfin seraya turun dari mobilnya dengan ekspresi yang tidak bisa aku jelaskan. Antara bingung, cemas, dan senang tergambar dengan random di wajahnya.

"Eh, Bapak. Belum Pak" jawabku menyunggingakan senyum simpul. Dalam hati aku merutuk, karena selain membuat jantung berolah raga, dia juga mengganggu acara sumpah-serapahku terhadap Rehan.

"Kok sendirian? Temen-temen kamu mana?" tanyanya, terselip nada khawatir dari suaranya.

"Mereka udah pulang duluan” aku sedikit bergeser ke kanan karena Pak Galfin mengambil tempat disebelah kiriku.

"Terus, kamu ngapain sendirian disini?"

"Nungguin kakak saya"

"Coba telpon kakak kamu, masa udah mau malem kaya gini belum dijemput juga"

"Nggak punya pulsa" jawabku yang langsung disambut istigfar tiga kali olehnya, aku terkekeh, mudah sekali membuatnya kesal. “Hehehe, nomornya nggak aktif, Pak” ralatku, Pak Galfin mencebikan bibirnya kentara.

"Ya terus ngapain kamu nungguin dia, orang nomornya aja nggak aktif. Ayo, kamu pulang sama saya aja" ajaknya menarik tanganku. Aku ingin menolak, tapi cacing-cacing diperutku sudah membakar ban, tak menutup kemungkinan sebentar lagi mereka akan tawuran jika aku tidak segera memberi mereka asupan.

"Tapi kalo nanti kakak saya jemput gimana?" ini juga salah satu masalahnya, jika aku ikut Pak Galfin pulang, bagaimana dengan Rehan? Aku sudah memintanya untuk mejemputku pagi tadi. Walaupun sampai sekarang tidak ada tanda-tanda yang menunjukan kalau dia akan datang, tatap saja aku khawatir dia akan menjemput dan menungguku yang ternyata sudah pulang duluan. Dia pasti akan mengomel sepanjang hari.

"Suruh pulang aja, salah sendiri jemputnya lama” jawab Pak Galfin sekenanya. 

"Kalo nanti saya di omelin gimana?" tanyaku meminta pertimbangan.

"Pukul aja palanya" jawab Pak Galfin singkat.

"Sadis juga bapak-bapak yang satu ini" ucapanku yang ternyata sukses membuat Pak Galfin melotot. 

"Bapak-bapak? Kamu nggak liat muka saya yang karismatik ini?" tunjuknya. Tatapannya menggambarkan seolah aku telah menghancurkan dunianya. "Jahat banget kamu Anja" ucapnya, kemudian menggelengkan kepalanya dramatis. 

Aku yang sama sekali tidak punya ide atas sikap dramatisnya itu hanya bisa tertawa untuk menanggapinya.

"Ayo, mau pulang nggak?" selanya diantara suara tawaku yang masih belum mereda.

"Iya sih pengen pulang, tapi kalo kakak saya jemput terus saya udah pulang duluan, nanti saya diomelin. Gimana dong pak?"

“Dari pada kamu nunggu sendirian terus digodain bencong, mau?"

*****

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love Arrow
446      297     2     
Short Story
Kanya pikir dia menemukan sahabat, tapi ternyata Zuan adalah dia yang berusaha mendekat karena terpanah hatinya oleh Kanya.
Ludere Pluvia
1209      677     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...
Premium
Antara Aku Pelangi & Hujan
16463      1585     0     
Romance
Zayn bertemu dengan seorang gadis yang sedang menangis di tengah derasnya hujan dan tanpa sadar Zayn tertarik dengan gadis tersebut Ternyata gadis tersebut membawa Zayn pada sebuah rahasia masa lalu yang di lupakan Zayn Membawanya pada sesuatu yang tidak terduga
One-Week Lover
1835      929     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
Run Away
7923      1782     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Teacher's Love Story
3200      1091     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Moira
25462      2581     5     
Romance
Diana adalah seorang ratu yang tidak dicintai rajanya sendiri, Lucas Jours Houston, raja ketiga belas Kerajaan Xavier. Ia dijodohkan karena pengaruh keluarganya dalam bidang pertanian dan batu bara terhadap perekonomian Kerajaan Xavier. Sayangnya, Lucas sudah memiliki dambaan hati, Cecilia Barton, teman masa kecilnya sekaligus salah satu keluarga Barton yang terkenal loyal terhadap Kerajaan Xavie...
Lebih Dalam
181      156     2     
Mystery
Di sebuah kota kecil yang terpencil, terdapat sebuah desa yang tersembunyi di balik hutan belantara yang misterius. Desa itu memiliki reputasi buruk karena cerita-cerita tentang hilangnya penduduknya secara misterius. Tidak ada yang berani mendekati desa tersebut karena anggapan bahwa desa itu terkutuk.
Alumni Hati
106      57     0     
Romance
📘 SINOPSIS – Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku...
Teman Berbagi
3568      1319     0     
Romance
Sebingung apapun Indri dalam menghadapi sifatnya sendiri, tetap saja ia tidak bisa pergi dari keramaian ataupun manjauh dari orang-orang. Sesekali walau ia tidak ingin, Indri juga perlu bantuan orang lain karena memang hakikat ia diciptakan sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Lalu, jika sebelumnya orang-orang hanya ingin mengenalnya sekilas, justru pria yang bernama Delta in...