Loading...
Logo TinLit
Read Story - Prakerin
MENU
About Us  

Windy tidak mau bicara padaku, bahkan tadi pagi, aku sampai meminta Rehan mengantarku karena Windy tidak juga menjemput. Dan sekarang, dia tetap menunjukan wajah datarnya walau aku sudah berusaha keras untuk menarik perhatiannya. Dia masih marah.

"Ngapain kamu di sini? Sana, balik ke meja kamu!" Pak Hasan tanpa basi-basi menyuruhku pergi, setelah menatap Windy sebentar, aku segera hengkang dari meja si botak itu.

Saat kembali ke mejaku, Pak Galfin menyambutku dengan senyum ramahnya. Aku balas tersenyum, namun terkesan seperti dipaksa karena pada dasarnya aku sedang tidak bisa tersenyum. Moodku hancur, jangankan untuk menebar senyum, untuk sekedar mengambil napas pun rasanya sangat sulit. Pikiranku benar-benar terbebani oleh Windy, aku tidak bisa berhenti memikirkannya.

Sejak kejadian di taman sabtu lalu, Windy tidak mau bicara padaku, dia tidak membalas pesan apalagi mengangkat telponku, dia mengabaikanku. Bahkan ketika kami berpapasan, dia membuang muka dan bersikap seolah tidak mengenalku. Aku cukup paham dengan apa yang dia rasakan, pasti sangat sulit menerima kenyataan bahwa seseorang yang dicintainya menyukai sahabatnya sendiri. Tapi tolong jangan melampiaskan semuanya dengan cara seperti ini. Ini membuatku tidak nyaman.

Sepanjang malam aku mencari cara untuk membuka jalan keluar dari kesalah pahaman kami. Tapi nihil, aku sama sekali tidak menemukan caranya. Entah karena otakku tidak pernah bisa berpikir, atau karena masalah ini sangatlah rumit. Yang jelas, masalah ini benar-benar membuatku pusing.

"Nih, makan, jangan cemberut terus" Pak Galfin melemparkan satu coklat silverqueen tepat di pangkuanku. Aku mengambil coklat itu, meletakannya di atas meja lalu ikut meletakan kepalaku di sana.

"Anja, kenapa malah tidur, ayo di makan" Pak Galfin menepuk pundakku pelan, tapi aku tidak memberinya respon apapun. 

Melihatku seperti ayam yang terkena flu burung, Pak Galfin mengambil lagi coklat itu dari hadapanku lalu membukanya. Dia menyodorkan satu kepingan kecil yang sudah dia potong di hadapanku.

“Nggak, Pak, makasih. Saya lagi nggak mau makan” aku menepis tangannya, tapi dia malah menyuapiku secara paksa.

Aku melotot. “Apaan sih Pak, orang saya lagi nggak mau makan, saya lagi puasa nih!" ketusku. Namun bukannya takut atau merasa bersalah, Pak Galfin justru mentertawakanku. Sial! Dia membuat moodku semakin hancur saja.

“Puasa ya? Yang tadi pagi bilangnya mau ke toilet tapi kepergok lagi minum di pantry siapa ya?" sindirnya. 

Tadi pagi aku memang membohongi Pak Galfin, tapi tidak sengaja. Tadinya aku memang berniat ingin ke toilet, tapi rasa haus yang tiba-tiba datang menghampiri tenggorokanku menyeret langkahku menuju pantry. Saat aku sedang asik mengobati dahaga, Pak Galfin datang untuk mengambil minum. Sialnya, dia mengatai aku pembohong setelahnya. 

“Kamu kenapa lagi, sih? Kok akhir-akhir ini kamu bengong terus kaya kucing nggak dikasih makan? Apa jangan-jangan kamu kelilit pinjol ya?" ejeknya.

"Iya, saya lagi pusing mikirin utang, Pak. Makanya Bapak jangan ganggu saya, nanti saya jadiin agunan utang, mau?" Pak Galfin kembali tertawa, sampai beberapa karyawan yang lain memperhatikan kami, Pak Galfin baru meredakan suara tawanya.

"Mas kawin kamu aja yang saya utang, mau?”

Dasar sinting!

*****

 

"Windy! Windy! Lo mau kemana?" Aku berlari menghampiri Windy saat dia keluar dari ruangannya.

"Win, lo mau ke kantin ya, bareng yuk!" aku merangkul bahunya seperti bro, namun dengan cepat dia menangkisnya.

"Gue nggak sudi makan bareng sama lo!" ketusnya, kemudian pergi begitu saja dari hadapanku. 

Sorenya Windy pulang lebih dulu tanpa mengajakku. Hari-hari berikutnya, dia masih tetap diam dan mengabaikanku, saat bertemu denganku pun dia selalu membuang muka. Hingga pagi ini, aku harus rela mendengarkan keluhan panjang Rehan karena aku memintanya mengantarkan aku lagi dan lagi.

"Makasih Han, gue doain semoga hari ini lo ketemu cecan" ucapku setelah turun dari mobil Rehan, kakak semata wayang sekaligus musuh bebuyutanku.

"Maap maap dikata nih, Ja, gue bukan jomblo kaya lo, gue udah taken. Jadi ada cecan berhamburan di jalan juga gue nggak akan tertarik" Rehan berkata dengan congkaknya. Sombong sekali dia, aku doakan bertemu dengan cecan —cewek cantik— malah tidak mau. Ya sudah, semoga saja dia bertemu dengan bencong pengkolan.

"Yaudah, sono lo masuk. Belajar yang bener biar otak lo yang dangkal itu ada kemajuan" ucapnya kemudian pergi melajukan mobilnya dengan cepat. Untung kakak sendiri, karena jika bukan, sudah habis aku sumpah-serapahi dia.

Seperti biasa, aku memasuki koridor sekolah dengan santai. Namun entah hanya perasaanku saja atau apa, aku merasa gadis-gadis yang berlalu-lalang di sekitarku kini beralih memperhatikanku. Tak hanya memperhatikan, mereka juga berbisik-bisik pada orang-orang di sekitar mereka. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, namun aku tahu mereka sedang membicarakanku. 

Apa ada yang salah denganku? 

Aku segera menyeret langkahku menuju toilet, mengecek kembali penampilanku takutnya ada yang salah dan mereka membicarakannya. Saat aku menatap pantulan diriku di cermin, semua terlihat baik-baik saja, tidak ada yang salah. Aku memakai seragam lengkap, memakai sepatu, membawa tas, dan wajahku tidak menor.

Lalu apa yang mereka bicarakan?

Tak mau ambil pusing, aku segera melangkahkan kaki keluar, namun baru beberapa meter aku beranjak, tak sengaja aku mendengar percakapan dua orang gadis yang sedang membicarakanku berjalan menuju tempat ini. Secepat mungkin aku menarik lagi langkahku memasuki salah satu bilik guna mendengar lebih jelas percakapan mereka.

"Kak Anja yang kelas sebelas akuntansi itu, lumayan cantik sih, untungnya dia nolak" ucap gadis yang memakai kaca mata. Aku mengintip seraya mendengarkan percakapan mereka dengan seksama. 

"Tapi yang gue denger ya, katanya Kak Anja terpaksa nolak Kak Annan, soalnya sahabatnya sendiri suka sama Kak Annan" ucap gadis yang berambut keriting. Kini aku paham, yang sedang mereka bicarakan adalah masalahku dengan Annan dan Windy.

Setelah mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan, aku keluar dari bilik kecil yang pengap dan bau ini. Mereka terlihat terkejut melihatku, tapi aku tak mau ambil pusing, dengan segera melangkah keluar meninggalkan mereka. Biar aku tebak, mereka pasti anak kelas sepuluh sekaligus salah satu dari penggemar berat Annan.

Dasar bocah, untuk apa mereka ikut pusing untuk masalah orang lain? Seperti kurang kerjaan saja!

Saat sampai di kelas, pemandangan yang aku lihat tak jauh berbeda dengan pemandangan di koridor sekolah tadi. Gadis-gadis di kelasku menghentikan aktivitasnya guna melihatku yang baru saja tiba. Aku yang merasa risih dengan tatapan mereka segera keluar mencari tempat lain yang mungkin memiliki suasana yang berbeda. Namun tetap saja, saat sampai di kantin pun suasananya masih sama, banyak gadis-gadis memperhatikanku sambil berbisik-bisik.

Karena tak mau mendengar omongan mereka, terpaksa aku membatalkan niatan muliaku untuk mengisi perut. Aku tak mau emosiku meluap karena omongan mereka, maka dari itu aku memilih untuk menenangkan diri di taman belakang sekolah. Setidaknya suasana di tempat ini tidak sepanas suasana di sekeliling gadis-gadis tukang gibah itu.

Aku duduk di kursi yang waktu itu aku tempati untuk memeluk Windy yang sedang menangis, kembali scene itu terputar di kepalaku. Aku memejamkan mata, mencoba menghapus ingatanku tentang kejadian itu. Namun nihil, semua masih terputar dengan jelas. Kejadian itu seperti sebuah file yang terus di copy-paste di otakku.

"Kalo kata gue, Kak Anja nya aja yang kegatelan, udah tau sahabatnya suka sama Kak Annan, kenapa dia deket-deket terus sama Kak Annan, coba?" sayup-sayup aku mendengar gunjingan gadis di belakang kursiku.

"Iya, waktu itu gue juga ngeliat Kak Annan sama Kak Anja berduaan di lapangan, Kak Anja nya lari terus Kak Annan ngedorong dia dari belakang" salah satu diantara mereka kembali bersuara, aku mencoba mengabaikan.

"Itu pasti akal-akalan Kak Anja doang, biar dia bisa deket sama Kak Annan, makanya tiap hari dia telat mulu”

“Gue nggak habis pikir banget sumpah, tega-teganya Kak Anja ngelakuin semua itu sama sahabatnya sendiri" aku hendak membuka mata saat kalimat itu melintasi indera pendengaranku, namun sebuah tangan lebih dulu menutup mataku. 

"Jangan di denger, jangan di liat. Mereka nggak penting" itu kalimat terakhir yang aku dengar sebelum sebuah tangan menutup kedua telingaku. Aku membuka mata, menyingkirkan tangan seseorang yang sudah menutup telingaku kemudian mencari siapa pelakunya.

Edgar, seperti biasa dia menatapku dengan wajah datarnya.

"Banyak versi yang gue denger tentang lo, tapi gue percaya, lo nggak mungkin salah" ucapnya kemudian mengambil tempat di sebelahku.

"Anja, gue—"

Aku bangkit, pergi meninggalkan Edgar dengan langkah diseret. Semua menjadi lebih rumit sekarang, terlalu banyak pihak asing yang mencampuri masalahku, sehingga semuanya terus bertambah dan bertambah berat. Bahkan sekarang aku tidak tahu harus bagaimana untuk mengakhiri semuanya.
*****

 

Istirahat pertama telah tiba, namun aku sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Windy. Saat pelajaran berlangsung, dia lebih memilih duduk bersama Junia. Sekarang, dia terus menghindar dan tidak menunjukan sedikit pun batang hidungnya di depanku. Entah kemana perginya anak itu.

Kantin, itu list tempat pertama yang mungkin Windy kunjungi, segera aku menghampiri tempat itu untuk membuktikan kebenarannya. Aku masuk dan mencari ke seluruh penjuru kantin, namun tak mendapati kehadiran Windy di sana. Tak mau membuang waktu, kuputar lagi langkahku, namun saat aku hendak keluar area kantin, seseorang menyeret dan membawaku masuk lagi ke dalam kantin.

"Sini sebenentar, gue mau nanya hal penting sama lo" itu Chika, teman Smp ku yang sekarang mengambil jurusan AP —Administrasi Perkantoran—. Dia duduk dengan di kelilingi banyak teman sekelasnya. Mereka kumpulan mak lambe yang selalu menyebarkan gosip dari mulut ke mulut. Aku tahu, karena aku dan Windy pernah bergabung bersama mereka.

"Gue denger-denger, katanya Annan nembak lo, iya?" yang ini Ani, wajahnya yang kalem sangat kontraks dengan mulutnya yang cablak, sangat disayangkan.

"Tapi katanya lo nolak dia gara-gara Windy? Bego lo, cogan kaya gitu di tolak, kalo gue pasti langsung sikat" kini giliran Ahra yang menyampaikan unek-uneknya. Aku hanya menanggapi mereka dengan wajah malasku.

"Sori ya, gue nggak punya waktu buat ngomongin hal nggak guna kaya gini. Jadi maap, gue harus pergi" sergahku sebelum mereka kembali mengajukan pertanyaan-pertanyaan anehnya.

"Nggak asik lo" ucap mereka sebelum aku benar-benar pergi. 

Kembali aku mengayun langkahku mengitari sekolah, dan tepat di depan perpustakaan, aku mendapati Windy di sana. Windy menyadari kedatanganku, dengan segera dia bangkit dan melangkah menghindar dariku.

"Windy!" aku berlari menyusulnya, sementara Windy semakin mempercepat langkahnya.

"Win, dengerin gue dulu, gue bisa jelasin semuanya" aku terus membuntuti Windy yang entah kemana dia akan membawa langkahnya. Tak peduli jika dia akan pergi ke neraka sekalipun, selagi belum mendapatkan kata maaf darinya, aku tak akan berhenti mengejarnya. 

"Win plis, dengerin gue untuk kali ini" aku mencengkal lengannya, dia berhenti melangkah.

"Gue yakin lo tau apa yang gue rasain, selama ini gue nggak pernah menutupi apapun dari lo. Tolong, lo sahabat gue, gue yakin lo tau siapa yang sebenernya gue cinta" Windy tetap diam dalam posisinya membelakangiku, tanpa mengatakan apapun.

"Gue mohon Win, jangan kaya gini. Gue terima kalo lo nyalahin gue untuk semua kesalahan yang bukan milik gue itu. Tapi tolong percaya sama gue, jangankan buat nikung lo, buat mikirin rencana busuk kaya gitupun gue nggak pernah "

Windy membalikan tubuhnya, tangannya secara perlahan melepaskan cekalan tanganku, lalu dia pergi tanpa mengatakan apapun. 

*****

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
KSATRIA DAN PERI BIRU
179      147     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Jawaban
376      239     3     
Short Story
Andi yang digantung setelah pengakuan cintanya dihantui penasaran terhadap jawaban dari pengakuan itu, sampai akhirnya Chacha datang.
The Maiden from Doomsday
10686      2385     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Our Different Way
5309      2047     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Wannable's Dream
40232      5952     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Si Neng: Cahaya Gema
175      151     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
That Snow Angel
13704      2724     4     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
1'
4287      1424     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
Le Papillon
3114      1229     0     
Romance
Victoria Rawles atau biasa di panggil Tory tidak sabar untuk memulai kehidupan perkuliahannya di Franco University, London. Sejak kecil ia bermimpi untuk bisa belajar seni lukis disana. Menjalani hari-hari di kampus ternyata tidak mudah. Apalagi saat saingan Tory adalah putra-putri dari seorang seniman yang sangat terkenal dan kaya raya. Sampai akhirnya Tory bertemu dengan Juno, senior yang terli...
Gunay and His Broken Life
8150      2469     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...