Loading...
Logo TinLit
Read Story - Prakerin
MENU
About Us  

Di pagi buta sekali, Windy datang menjemputku untuk berangkat sekolah bersama, entah oksigen dari planet mana yang sudah dia hirup, hari ini dia datang lebih pagi dari hari-hari sebelumnya.

Awalnya aku berpikir untuk menolak ajakannya, karena kemarin dia sudah meninggalkanku sendirian. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, tak mungkin aku bisa berkenalan dengan Pak Galfin jika Windy tidak meninggalkanku. 

Aku tawadhu, maka dari itu aku hanya mengambil sisi positifnya saja. 

Dan lagi, Windy juga sudah meminta maaf padaku dengan iming-iming akan mentraktirku sarapan di sekolah nanti. Jadi, aku rasanya tidak bisa menolak permintaan maafnya. Terlebih Rehan —kakak ku— tidak bisa mengantarkanku, jadi ya sudah. Aku berangkat saja dengan Windy.

Di perjalanan, Windy bercerita tentang kejadian kemarin, dimana dia memarahi lelaki tua yang tidak berdosa itu tanpa ampun.

"Masa, gue baru say hi aja dia udah cengengesan, Jay. Ganjen banget nggak sih?" Windy diam beberapa detik menunggu respon dariku.

"Itu berarti dia suka sama lu, Win" jawabku yang langsung mendapat cubitan kecil darinya. 

"Amit-amit" Windy bergidik ngeri sendiri mengatakannya, namun hal itu tentu tak membuatnya berhenti menceritakan kejadian kemarin.

Aku sesekali tertawa mendengar ceritanya yang lumayan menarik. Tapi aku tidak mau menceritakan tentangku yang berkenalan dengan Pak Galfin. Karena jika aku melakukannya, dia pasti akan mengintrogasiku dengan pertanyaan-pertanyaan absurdnya, bisa mumet otakku.

Aku dan Windy tiba di sekolah saat gerbang masih dibuka dengan lebarnya. Ku lihat Mang Jun sedikit terperangah dengan membuka mulutnya lebar. Sepertinya dia tidak percaya dengan kedatanganku yang terlalu pagi ini.

"Pagi Mang Jun" sapaku saat melewatinya.

"Ya Allah Neng Anja, ini Mamang teh nggak mimpi? Kok tumben datengnya pagi? Nggak silaturahmi sama guru SMP lagi?" tanyanya tak percaya, seolah aku datang pagi ke sekolah adalah fenomena langka yang hanya terjadi seratus tahun sekali.

"Hehehe, nggak Mang Jun, gurunya lagi pada rekreasi semua" jawabku yang tentu saja berbohong.

Ah, sial. Pagi-pagi begini dia sudah membuatku menambah dosa saja.

Setelah memarkirkan motor, aku dan Windy langsung melesat menuju kantin untuk sarapan bersama. Sambil melahap makananku, mataku menjelajah mengitari lapangan, ternyata sudah mulai ramai.

Dari sudut sebelah kiri lapangan, ku lihat siswa kelas sepuluh sedang ribut memperebutkan bola. Tak jauh dari situ, beberapa siswa kelas duabelas tengah asik dengan raket dan bulu angsanya. Sedangkan si pojok sebelah kanan lapangan, ada sekitar enam atau tujuh siswa kelas sebelas sedang sibuk mendrible bola.

Ku lihat Edgar ada di kerumunan anak-anak yang sedang mendrible bola itu.

Setelah menemukan keberadaan Edgar, mataku tidak bisa beralih sedikit pun darinya. Dia seperti magnet yang terus menyedot perhatianku. Bahkan bukan hanya aku, tapi hampir semua kaum hawa yang ada di sekolah ini.

Mulai dari anak kelas sepuluh, teman seangkatan, kakak kelas, bahkan pustakawati dan beberapa staf guru juga sering memperhatikannya.

"JAY!" tiba-tiba Windy menepuk bahuku keras.

"Dari tadi ngelamun aja, lo denger apa yang gue omongin nggak, sih?" Windy memberiku pelototan tajam. "Awas aja kalo curhatan gue nggak didengerin!" ancamnya.

Aku berdecak memandangi wajahnya yang terlihat menyebalkan. "Apaan sih, lo? Ganggu imajinasi gue aja" jawabku ketus.

"Imajinasi? Cowok mana lagi yang lagi lo bayangin buat jadi pacar lo? Arkan anak duabelas RPL? Ipul anak sepuluh Teknik? Bobi si pentolan sekolah kita yang tamvan? Ahmad ketua rohis yang mukanya adem—"

"Gue ngebayangin bapak lo! " sinisku.

Mendapatkan tatapan sinis dariku, pelototan tajam Windy berubah menjadi cengiran bodoh. "Hehehe, gue kira lo ngebayangin Mang Jun si penjaga pintu surga dan neraka yang sering lo kibulin itu jadi pacar lo" ucapnya kemudian.

Aku lagi-lagi berdecak, kemudian melanjutkan acara makanku tanpa berniat menanggapi ucapan absurdnya yang hanya akan membuatku naik pitam. Tapi untuk statmentnya tentang pintu surga dan neraka yang dijaga oleh Mang Jun, aku sangat setuju. 

Seperti anak-anak lain pada umumnya, aku dan Windy juga benci sekolah. Jadi, kami sepakat mengibaratkan bel masuk sekolah seperti seruan untuk segera mencebur ke neraka jahanam, sedangkan bel pulang sekolah adalah alunan paling merdu yang terasa seperti akan menggiring kami ke surga.

Dan penjaga dari satu pintu yang mempunyai dua fungsi sekaligus itu adalah Mang Junedi, satpam sekolah kami yang tua, yang berkat kepikunannya aku jadi bebas datang jam berapapun ke sekolah.

Tentu saja, karena mau jam berapapun aku datang, Mang Jun pasti akan membukakan gerbang dengan lebar untukku. 

Bagi kebanyakan siswa, terlambat adalah sebuah kesalahan fatal yang bisa menyebabakan mereka tidak bisa masuk kelas dan berakhir dengan membolos. Tapi semua itu sama sekali tidak berlaku untukku. Aku mempunyai satu alasan manjur yang pasti dipercaya oleh Mang Jun : Berkunjung ke sekolah lamaku —SMP— untuk cap tiga jari dan bersilaturahmi dengan guru.

"Ini udah jam sembilan, Neng, udah nggak bisa masuk"

"Ihhh, masa sih, Mang Jun. Padahal saya telat karena harus cap tiga jari dulu ke SMP" aku menunjukkan tiga jari tangan kiriku yang sudah aku coret-coret dengan pulpen biru.

"Oalah habis ke SMP dulu, bilang dong dari tadi" Mang Jun membukakan gerbang dengan senyum lebarnya. 

Kali berikutnya aku telat, aku kembali menggunakan alasan yang sama, karena berkunjung ke sekolah lamaku dulu. 

"Masa cap tiga jari lagi, Neng?"

"Nggak Mang Jun, tadi cuma silaturahmi aja"

"Oalah, bilang dong dari tadi"

Berikutnya ketika aku telat lagi, aku hanya mengulang-ulang alasan yang sama, dan Mang Jun dengan mudahnya percaya kepadaku. Entah karena dia pikun, atau karena aku memang beruntung. Hanya Allah yang tahu. 

"Jay, kalo kita berangkat prakerin, berarti enggak bisa ketemu cogan-cogan sekolah lagi dong?" ucap Windy tiba-tiba.

Aku mengerjap, seketika bayangan wajah Edgar melintas di pikiranku. "Oh iya, ya, Win. Kalo gue prakerin, gue nggak bisa liatin Edgar maen basket lagi dong" sahutku.

"Bego!" Windy kembali melotot. "Katanya lo mau lupain Edgar, kok lo masih mikirin dia terus sih, Jay?" ketusnya. Dia memang tidak suka aku membicarakan Edgar.

Katanya, Edgar itu bodoh karena lebih memilih Dera dari pada aku. Aku sempat terkesan dengan apa yang dia katakan, tapi setelah aku pikir-pikir lagi, pilihan Edgar memang sudah benar.

Dera itu primadona sekolah. Dia cantik, pintar, tegas, berprestasi secara akademik dan non akademik, aktif dalam berbagai ekskul, bisa menari, suaranya bagus, matanya besar, tangannya kecil, kalau mengaum— tidak, tidak. Maksudku, Dera sangatlah sempurna. 

Jika aku dan Dera diibaratkan Rapunzell dan ibu tirinya yang jahat, maka Dera adalah si cantik Rapunzell, dan aku adalah kutu yang menempel di rambutnya. Tentu saja, jangankan untuk menang, aku bahkan tidak bisa menjadi lawannya.

"Eh, enggak. Maksud gue bukan Edgar, tapi cogan-cogan yang lain" ralatku.

"Hilih...." Windy mulai mencibir. "Kaya gue nggak tau kebucin tololan lo aja" ucapnya.

"Minimal mikir!" seruku.

Sama sepertiku, kisah cinta Windy juga tak berjalan mulus. Hingga saat ini, dia masih menggalau mencari cara untuk menyatakan cinta pada pria yang sejak kelas sepuluh dulu sudah dia sukai.

"Seenggaknya gue nggak ngejar-ngejar cowok yang udah punya cewek kaya lu" sindir Windy.

"Siapa tau bentar lagi putus, Win" jawabku yang langsung mendapat toyoran keras darinya.

"Ternyata kebodohan lo ini murni pemberian Tuhan, ya, Jay" ucapnya. Kepalanya menggeleng dramatis seolah apa yang aku ucapkan tadi adalah hal bodoh yang tidak pernah dia lakukan.

"Mikir lo, setan!" aku bangkit dari kursiku hendak membalas toyorannya, tapi suara lembut seseorang lebih dulu menghentikan niat muliaku.

"Anja" panggilnya lembut. Aku menoleh, setelah mendapati kehadirannya, aku menempatkan kembali pantatku pada kursi.

"Eh, Annan, kenapa?" tanyaku setelah dia sampai di meja kami.

Ku lirik Windy sambil mengerlingkan sebelah mataku. Wajahnya seketika memerah. Tentu saja, karena Annan adalah pria yang sedari kelas sepuluh dulu sudah Windy sukai. Sayangnya, pria pemilik tinggi lebih dari ukuran pintu kelas ini terlalu bodoh, dia tak juga mengerti perasaan Windy. 

Padahal, Windy sudah melakukan banyak cara. Mulai dari mengikuti ekskul yang sama dengan Annan. Berpura-pura sakit saat upacara bendera agar bisa pergi ke ruang kesehatan  bersama Annan. Mengempesi ban motornya sendiri agar di tolong oleh Annan, dan masih banyak cara-cara unik Windy yang lainnya.

Tapi Annan tak juga menyadari perasaan Windy, bahkan tak jarang, pria itu mengabaikan keberadaan Windy. 

Nice try, Win. Hahahahahaha. 

Sama seperti aku yang sering menceritakan semua tentang Edgar kepada Windy, Windy juga menceritakan semua tentang Annan kepadaku. 

Bedanya, Windy masih bernasib baik karena sampai sekarang Annan belum memiliki kekasih, sedangkan aku harus menerima kenyataan pahit bahwa Edgar sudah berpacaran dengan Dera. 

Aku kuat.

"Gue denger dari Mang Jun, katanya hari ini lo dateng pagi, iya?" pertanyaan Annan mengalihkan perhatianku dari wajah Windy yang terlihat memerah.

"Oh iya dong pastinya, jadi hari ini lo nggak bisa ngehukum gue lagi” jawabku berbangga diri, padahal jika bukan karena Windy, aku tidak akan berangkat pagi.

“Oh iya, Nan. Gue lupa gue belum nyalin tugas Bu Imay. Gue ke kelas dulu ya, lo temenin Windy makan aja di sini" sebelum benar-benar pergi, kutatap Windy sekilas, dia tersenyum dan mengacungkan jempolnya padaku. 

Gadis ini, awas saja jika nanti aku tidak ditraktir lagi.
                                               *****

Aku menidurkan kepalaku di meja, mencoba menghilangkan penat dari guru membosankan yang sedang menjelaskan metode FIFO —first in first out— dan LIFO —last in first out— ini dengan sedikit bersantai. Pelajaran jurusan, hal paling menyebalkan yang pernah aku temui di dunia. 

Sekarang sudah masuk pelajaran pertama, tapi Pak Galuh belum juga datang, dan berakhirlah aku dengan menunggunya sambil mengikuti pelajaran membosankan ini.

"Jay, anterin gue ke kamar mandi yuk" ajak Windy tiba-tiba. Setelah mendapatkan izin dari Bu Imay, guru akuntansi kelas kami, aku mengekor mengikuti Windy. 

"Gue tunggu di luar, Win" ucapku setelah kami sampai di depan pintu kamar mandi, Windy mengangguk dan segera masuk ke dalamnya. 

Selagi menunggu Windy, aku menggesek-gesekan sepatu di lantai. Sekitar lima menit berlalu, Windy belum juga keluar, entah apa yang dia lakukan di dalam sana, aku bosan. 

Aku mengambil ponselku dari saku, mungkin dengan bermain game rasa bosanku akan sedikit terobati.  Tapi saat aku hendak membuka ponselku, seseorang tiba-tiba memanggil namaku, lagi.

"Anja" panggilnya pelan. Aku memasukan lagi ponselku ke dalam saku, kemudian mendongak mencari sosok yang memanggil namaku itu, dan betapa terkejutnya aku saat mendapati Edgar disana. Dia tengah menatapku dengan wajah datarnya.

“Hah? Eh, oh, Edgar? Kenapa?" tanyaku gugup. Jantungku mendadak jadi tidak karuan di dalam sana. Tak bisa aku pungkiri aku masih mencintai pria kaku tukang ghosting ini.

Yah, dia memang tukang ghosting. Karena setelah hampir setahun dekat denganku, dia malah pacaran dengan Dera. Bangsat memang.

Tapi anehnya, aku yang harusnya membencinya malah tidak bisa melupakannya, bahkan aku tidak bisa berkutik sedikitpun atas sikapnya. Mungkin, salah satu alasannya adalah karena kami pernah dekat dalam waktu lama, bahkan aku sempat berpikir bahwa kami akan berpacaran. Jadi walaupun aku tahu dia sudah dengan sengaja meng-ghostingku, aku tetap tak bisa melupakannya.

Awal aku mengenalnya adalah saat kelas sepuluh dulu, saat itu aku datang terlambat, kalau tidak salah sekitar jam sembilan. Seperti biasa aku membohongi Mang Jun dengan alasan baru saja bersiaturahmi dengan guru Smp. Sayangnya, saat Mang Jun hendak membukakan gerbang, segerombolan Osis —salah satunya Edgar— tiba-tiba datang mengintrogasiku. 

Saat itu Dera yang paling semangat memojokakanku, aku dibentak-bentak dan diberi banyak pertanyaan olehnya. Untung saja Edgar membantu dengan segera menyuruhku masuk kelas. Dan dari situlah kami saling mengenal, dari situ pula persaanku terhadapnya mulai tumbuh.

Sejak saat itu, kami mulai dekat. Kami sering menghabiskan waktu bersama, di kantin, di perpus, dimanapun setiap ada kesempatan, aku selalu menghampirinya, atau bahkan dia dulu yang datang menghampiriku. Tapi saat aku hendak menyatakan perasaanku padanya, seisi sekolah tiba-tiba gempar membicarakan hubungannya dengan Dera.

Aku sakit hati, merasa dibohongi olehnya yang bersikap seolah mencintaiku juga. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam di posisiku dan mencoba menerima kenyataan bahwa dia lebih memilih Dera dari pada aku. 

Sialnya, setiap kali aku hampir berhasil melupakannya, Edgar terus saja datang menghampiriku seolah tak terjadi apapun, bahkan tak jarang dia masih mengirimi aku pesan seperti biasa. Dia seolah menjelaskan bahwa selama ini aku hanya salah paham atas sikapnya. 

"Lo mau berangkat prakerin?" Edgar bertanya masih dengan wajah datarnya. Kini rasanya tubuhku mulai bergetar hanya karena tatapannya. Dia terlihat tampan sekaligus berwibawa dalam satu sisi yang sama.

"I-iya, kenapa?" jawabku gugup.

Edgar menganggukan kepala samar. “Gue cuma mau mastiin" ucapnya.

"Mastiin apa?"

Edgar menggeleng, kemudian sebuah senyuman yang sudah jarang dan bahkan hampir tidak pernah aku lihat lagi tiba-tiba terbit dari bibirnya.

"Semangat ya" ucapnya. Dia menyerahkan sebuah sapu tangan berwarna biru dengan bordiran berbentuk kelinci diatasnya, kemudian berlalu dari hadapanku tanpa mengatakan apapun lagi.

Aku menerima sapu tangan itu masih dengan tatapan cengoku. Ku pandang punggungnya yang sedekit demi sedikit mulai menghilang dari pandanganku. Kemudian, kakiku lemas.

Bagaimana caraku melupakannya jika dia terus seperti ini padaku?

                                                  *****

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kala Badai Menerpa
1363      649     1     
Romance
Azzura Arraya Bagaswara, gadis kelahiran Bandung yang mencari tujuan dirinya untuk tetap hidup di dunia ini. Masalah-masalah ia hadapi sendiri dan selalu ia sembunyikan dari orang-orang. Hingga pada akhirnya, masa lalunya kembali lagi untuknya. Akankah Reza dapat membuat Raya menjadi seseorang yang terbuka begitu juga sebaliknya?
When You're Here
2341      1055     3     
Romance
Mose cinta Allona. Allona cinta Gamaliel yang kini menjadi kekasih Vanya. Ini kisah tentang Allona yang hanya bisa mengagumi dan berharap Gamaliel menyadari kehadirannya. Hingga suatu saat, Allona diberi kesempatan untuk kenal Gamaliel lebih lama dan saat itu juga Gamaliel memintanya untuk menjadi kekasihnya, walau statusnya baru saja putus dari Vanya. Apa yang membuat Gamaliel tiba-tiba mengin...
That Snow Angel
13704      2724     4     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Of Girls and Glory
4101      1640     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
My Soulmate Coco & Koko
6318      1978     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...
Premium
Antara Aku Pelangi & Hujan
16463      1585     0     
Romance
Zayn bertemu dengan seorang gadis yang sedang menangis di tengah derasnya hujan dan tanpa sadar Zayn tertarik dengan gadis tersebut Ternyata gadis tersebut membawa Zayn pada sebuah rahasia masa lalu yang di lupakan Zayn Membawanya pada sesuatu yang tidak terduga
Kepada Jarak, Maaf!
346      206     1     
Short Story
Bagi Rea, cinta itu gelap. Cukup menjadi alasan untuk dirinya selalu memakai emotikon hati berwarna hitam saat menulis chat. Namun Rea tidak cukup mampu memaknai setiap jenis emotikon hati yang dikirimkan Ardan kepadanya. Untuk dua orang yang menjalin hubungan jarak jauh yang sama sekali tidak pernah bertemu, berbagai jenis emotikon hati memiliki maknanya sendiri. Demikian juga untuk Arealisa...
Lebih Dalam
181      156     2     
Mystery
Di sebuah kota kecil yang terpencil, terdapat sebuah desa yang tersembunyi di balik hutan belantara yang misterius. Desa itu memiliki reputasi buruk karena cerita-cerita tentang hilangnya penduduknya secara misterius. Tidak ada yang berani mendekati desa tersebut karena anggapan bahwa desa itu terkutuk.
A.P.I (A Perfect Imaginer)
175      149     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.
Archery Lovers
4715      2006     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?