Arkan dan Chelsea tengah sibuk mempersiapkan acara tunangannya yang akan digelar tiga hari lagi, acaranya pun tidak sederhana dan tergolong mewah dan yang pasti akan di hadiri oleh orang-orang penting.
“Chel, kita undang Arina gak?” Tanya Arkan yang memecah fokus Chelsea,
“Terserah kamu saja, Ar. Diundang ataupun gak, acara kita akan tetap terlaksana kan, Ar?” Jawabnya,
“Iya Chel aku pastikan itu."
Chelsea mengangguk setuju, Arkan senang Chelsea tidak seperti cewek-cewek lain yang mudah sekali cemburu, di mata Arkan, Chelsea cukup dewasa. Sikapnya itu yang membuat Arkan sadar bahwa Arkan mulai mencintai Chelsea.
Mobil civic milik Arkan sudah berada tepat di halaman rumah Arina yang baru, tangannya membawa sebuah undangan pertunangan untuk Arina. Arkan mengetuk pintu itu tidak lama Arina sang pemilik rumah membukakan pintunya. Waktu Arina tahu bahwa tamu itu adalah Arkan, dirinya sedikit canggung harus bertemu lagi dengan Arkan di situasi seperti ini.
“Na, kedatangan aku kesini mau undang kamu dateng ke acara pertunangan aku sama Chelsea.” Ujar Arkan langsung pada intinya,
“Oh iya, Ar. Selamat ya semoga lancar.” Arina berusaha setenang mungkin dalam menjawabnya,
“Kamu gak papa kan, Na?”
“Kita udah gak ada hubungan lagi, Ar. Jadi urus saja masalahmu. Aku baik-baik aja dan selalu akan baik-baik saja bahkan setelah gak sama kamu.” Tegas Arina,
“Maafin aku, Na.”
“Semua sudah takdir, Ar. Lagian sekarang aku punya Salim yang sayang banget sama aku, masih punya ayah dan Panama yang aku punya di dunia. Semoga setelah ini kamu hidup bahagia, Ar. Chelsea pantas untuk kamu.” Pungkas Arina.
****
Nuansa putih menjadi tema pertunangan Arkan dan Chelsea, berlatar pantai membuat suasana hari ini menjadi indah, deretan bunga indah terpajang rapih, selain itu makanan mulai dari desert sampai main course ada semua. Semua tamu undangan pun memakai baju atau dress berwarna putih karena memang tema hari ini. warna putih bermakna bahwa cinta mereka suci dan tulus.
Arkan dan Chelsea bergandengan menuju ke panggung acara, Arkan memakai jas setelan putih yang membuatnya semakin tampan sedangkan Chelsea memakai gaun putih senada dengan Arkan. Rambutnya digelung di tambah mahkota kecil terpajang cantik di rambut indah Chelsea. Semua tamu undangan tampak takjub melihat pasangan ini, begitupun sepasang mata milik Arina. Salim merangkul pinggang Arina, bahasa tubuhnya menyampaikan bahwa Arina miliknya, Arina tidak boleh jauh-jauh darinya.
Puncak acara pun dimulai, Arkan memakaikan cincin di jari Chelsea begitu pun sebaliknya Chelsea memakaikan cincin di jari Arkan. Semua tamu undangan bertepuk meriah setelah acara pemasangan cincin. Kini Arkan mencium Chelsea di depan banyak orang. Sesegera mungkin Arina menjauhkan pandangannya.
“Kapan ya aku dicium gitu sama kamu.” Bisik Salim ke telinga Arina,
“Ihh Salim.” Ucapnya sambil mencubit perut Salim dengan cukup keras sampai membuat Salim sedikit meringis.
“Na, nanti setelah aku kenalin kamu sama keluarga aku, Aku harus cepet-cepet melamar kamu ya, biar kamu gak diambil orang lain.”
“Emang kalau aku diambil orang lain kamu kenapa?”
“Ya gak akan, Na. Aku gak akan biarin kamu diambil orang lain. Aku yang akan jadi pemenangnya.” Ucap Salim dengan percaya dirinya.
Arina tersenyum lalu merangkul balik Salim, dirinya sudah tidak canggung untuk membalas sentuhan dari Salim. Tanpa sadar sepasang mata memandang Arina dan Salim dengan tatapan tidak suka.
Rangkaian acara hari ini pun selesai, sebelum pulang Arina dan Salim menghampiri Arkan untuk memberikan ucapan selamat.
Berhubung tamu undangan banyak yang sudah pulang, kini giliran mereka bertemu Arkan dan Chelsea. Arina mengeratkan genggaman pada lengan Salim, seperti sepasang kekasih pada umumnya. Arkan dan Chelsea menyambut kedangan mereka dengan cukup ramah.
“Arkan, Chelsea selamat ya, semoga lancar sampai pernikahan.” Ucap Arina dengan tangannya yang terus menggenggam lengan Salim dengan mesranya.
“Selamat ya,” Salim pun ikut memberikan ucapan.
“Makasih, Na. Udah menyempatkan datang.” Jawab Arkan,
“ Makasih, Na. Ditunggu kabar baik juga dari kalian berdua.” Chelsea pun ikut membalas ucapan Arina.
“Iya, Chel. Nanti pasti kita undang.”
Setelah memberikan ucapan selamat, Arina dan Salim pun bergegas pulang dari tempat ini. cukup lega menyaksikan Arkan sudah memilih pasangan yang tepat untuk dijadikan pendamping hidupnya. Jalanan kota saat ini sedang hujan, tidak terlalu deras namun cukup untuk membasahi jalanan ini, tatapan Arina sedari tadi hanya melihat ke arah jendela mobil, Arina masih terdiam sedari tadi.
“Arina.” ucap Salim,
Tangan Salim menyentuh tangan Arina mencoba menghentikan lamunannya, dan berhasil membuat Arina sedikit kaget.
“Iya, Lim. Kenapa?”
“Kamu sedih, ya?”
“Engga, Lim. Aku hanya sedang melihat hujan.”
“Gak papa, Na. Aku ngerti perasaan kamu. Arkan pernah jadi pemenang di hati kamu lebih dulu, dan pasti gak mudah mengganti posisinya untuk Aku. Tapi aku bakal tunggu sampai kamu siap, Na. Dan aku akan berusaha untuk menjadi pemenang itu.”
“Aku seneng bisa kenal sama kamu, Lim. Cara Tuhan pertemukan kita, aku bersyukur. Makasih udah mau menerimaku.”
“Aku sayang kamu, Arina Naladhipa.”
Arina benar-benar merasakan ketulusan pada diri Salim, Salim adalah bukti nyata meski dunia itu kejam dan gak adil, namun Tuhan hadirkan Salim ke dalam hidupnya agar Arina melihat sisi indah dari dunia lewat dirinya.
“Lim, kenapa kamu seyakin itu sama aku?”
“Kalau aku jelasin mungkin bisa sampai subuh, Na. Tapi kalau kamu mau tahu jawaban singkatnya, maka Aku jawab karena wanita itu adalah kamu, Na. Tuhan baik banget sama aku, udah menghadirkan wanita yang nyaris sempurna ini untukku. Ini bukan bualan semata, tapi intinya aku memang bersyukur. Kamu jangan pergi ya, Na.”
Entah dari kapan air matanya menggenang di pelupuk matanya, namun perkataan Salim membuatnya terharu sampai air matanya pun turun.
“Tuan putri kok nangis, sini peluk pangeran sushinya.”
Tangan kiri Salim meraih pundak Arina lalu membawa tubuh kecil itu kepelukannya, membiarkan tuan putri memeluknya.
“Jangan nangis lagi ya, Na. Kita makan sushi lagi yuk, nanti habis itu kita beli bunga matahari.”
“Makasih ya, Lim. Aku bersyukur kamu datang ke hidup aku, harusnya Aku yang bilang kamu jangan pergi. Aku takut kehilangan lagi, Lim.”
“Aku disini, Na. Selalu.”
Salim mengeratkan pelukannya, perlahan Salim mencium kening Arina singkat dan kembali fokus menyetir, Arina merasakan kenyamanan yang tidak dia temukan sebelumnya, Salim benar-benar sudah membuatnya jatuh cinta.