Loading...
Logo TinLit
Read Story - I love you & I lost you
MENU
About Us  

Jalanan Jakarta setelah setahun lamanya berpisah dengan Arina masih tampak seperti tahun sebelumnya hanya saja kehadiran Arina yang sudah hilang dari hidupnya. Arkan tidak ingin berlarut-larut merasa bersalah kepada Arina, lagian dia sudah bahagia dengan Chelsea yang sudah menjadi tunangannya. Namun tidak bisa dipungkiri juga Arina masih saja menempel di pikirannya hingga sekarang.

“Kamu apa kabar ya, Na. Sudah lama aku gak tahu kabar kamu.”

 “Apa mungkin kamu terlalu istimewa hingga aku susah lupa?”

“Entahlah apa itu istilahnya.” 

“Ah sial, saya gak bisa lupain kamu, Na.” Ucap Arkan bermonolog.

Ternyata usaha apapun melupakan seseorang memang susah dilakukan, harusnya membiarkan saja pikiran ini diisi oleh semua yang mengingatkan tentang dia, biarkan saja sampai kita muak sendiri untuk memikirkan hal itu. Sampai pada akhirnya waktu itu datang, waktu dimana memikirkan lagi tentang seseorang itu sudah tidak sempat apalagi sampai menangisi kepergiannya.

Seminggu sebelum pameran seni yang akan di laksanakan di Jakarta, Salim sangat antusias untuk mengikuti kegiatan itu dimana dia akan berpartisipasi dengan memamerkan karya-karyanya, sekarang dia sedang berada di galeri seni miliknya dan di temani oleh Arina, entah berapa kali orang ini memaksa Arina untuk menemaninya mempersiapkan untuk pameran itu, yang jelas riwayat panggilan dan room chat milik Arina di penuhi notifikasi dari Salim.

Saat Salim tengah sibuk melukis, pandangan Arina pun tak lepas, Arina tiba-tiba tersenyum melihat lukisan Salim yang menurutnya indah, Arina baru menyadari bahwa laki-laki di depannya yang kini sedang sibuk menuangkan imajinasinya dengan kanvas dan kuas ternyata sosok laki-laki yang serba bisa selain bisa mengganggunya dia juga bisa membuat Arina senang. 

“Senyum terus ya, Na.” Ucap Salim yang tiba-tiba menghentikan kegiatan melukisnya dan beralih menatap Arina, entah sejak kapan Salim menyadari bahwa sedari tadi Arina tersenyum melihatnya, yang jelas saat ini pipi Arina sudah memerah. 

“Apaan sih, Lim, udah kamu lanjut aja lukisnya biar aku cepet pulangnya.” Elak Arina untuk mengalihkan pembicaraan,

“Tapi jujur ya, kamu itu pemilik senyum paling manis nomor dua di dunia ini, Na.” Ucap Salim,

“Ishhh, udah gausah gombal.” Sahut Arina,

Arina mulai berpikir dari ucapan Salim, pemilik senyum paling manis nomor dua, berarti ada yang pertama, disitu Arina mulai negatif thinking dan sejak kapan dirinya kesal memikirkan itu. Salim terlihat tertawa melihat ekspresi Arina yang terlihat sedang kesal dengan gombalan basi milik Salim.

“Karena senyum paling manis nomor satunya milik mama aku, Na.” Jelas Salim,

Ucapan Salim barusan benar-benar membuat hatinya menghangat entah berapa kali gombalan Salim yang dia terima selama mereka berteman namun perkataan ini yang berhasil membuat hati Arina menghangat. Salim benar-benar orang paling frontal yang pernah dia kenal, dan Salim juga manusia si serba bisa, bisa-bisanya dia mampu membuat Arina kesal dan kagum dalam waktu bersamaan.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam dan aktivitas Salim melukis pun sudah berhenti, Arina juga terlihat tertidur di sofa berukuran kecil di ruang seninya, wajahnya terlihat lelah, Salim jadi merasa bersalah sudah membuat istirahat Arina berkurang dan membuatnya menunggu. Salim terus memandangi gadis pujaannya itu dengan tatapan teduh, beberapa helai rambut Arina yang menutupi wajahnya pun tidak mengurangi paras cantik miliknya namun justru menambah pesonanya semakin terpancar.

Merasa tidak tega untuk membangunkan Arina, akhirnya Salim memilih menggendong Arina ke mobilnya dan langsung mengantarnya pulang, di tengah perjalanan tidak lupa Salim membelikan makanan untuk Arina dan juga Panama. Jalanan Jakarta malam ini tidak terlalu ramai, membuat perjalanan mereka sampai ke rumah Arina tidak memakan banyak waktu, sebelum mengendong Arina keluar, Salim terlebih memanggil Panama untuk membantunya. Setelah Arina sudah tertidur di kamarnya, Salim pun duduk di ruang tamu untuk menjelaskan kepada Panama agar tidak ada salah paham. Panama percaya kalau Salim adalah laki-laki baik yang bisa menjaga kakak satu-satunya itu.

Mereka berbincang seperti kakak beradik yang sedang bertukar cerita di lengkapi dengan memakan makanan yang dibeli Salim di jalan menuju kemari, Panama saja bingung bagaimana menghabiskan makanan sebanyak ini, mulai dari nasi padang, ayam geprek, roti bakar, pisang krispi dan tidak lupa sushi serta beberapa minuman.

“Kak, beli makanan segini banyak buat siapa aja?” Tanya Panama yang baru menyadari makanan yang di beli Salim,

“Buat Arina sama kamu, Nam. Soalnya Arina lagi tidur, terus aku belum sempet nanya dia pengen makan apa, jadi aku beli beberapa macam makanan biar Arina bisa milih kalau dia udah bangun.”

Jelas Salim dengan panjang lebar dan membuat Panama melongo mendengar jawabannya, mungkin kalau Arina mendengar hal semacam ini dari Salim sudah tidak heran karena dirinya sudah terbiasa dengan Salim si manusia aneh ini. pertama kalinya bagi Panama melihat tindakan dari manusia sushi ini, sebutan yang sering Panama dengar dari kakaknya.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam dan kini Salim berpamitan untuk pulang dan berpesan kepada Panama kalau kakaknya sudah bangun, dirinya harus menceritakan kenapa Arina bangun-bangun sudah di rumahnya dan disuruh untuk makan.

Pemilik mobil jazz warna putih itu sudah melaju keluar dari halaman rumah milik keluarga Hans, kini tinggal Panama masuk lagi kerumahnya. Dia pergi ke kamar kakaknya, memandangi wajah lelah kakak satu-satunya yang sudah berjuang sendirian demi dirinya dan keluarga ini tanpa kehadiran sosok ayah dan ibu. 

“Kak, maaf ya Panama belum bisa jadi adik yang baik buat kakak. Panama gatau kalau di dunia ini gak ada kakak, Panama sangat bersyukur kak, kakak sehat-sehat ya.” Ucap Panama sambil mengelus pelan rambut kakaknya yang sedang tertidur lelap.

“Oh iya kak, kakak beruntung bisa ketemu sama orang-orang baik, kak Salim orang baik kak.” 

**** 

Seminggu berlalu begitu cepat dan hari ini adalah hari pelaksanaan pameran seni di Jakarta, semua karya seni sudah terpajang rapi dan terlihat begitu indah, terlihat Salim dan Arina juga sudah di tempat sebelum acara di buka, dengan memakai warna senada di mana Salim memakai jas navy dengan kemeja putih dan sepatu vans putih menambah karisma Salim malam ini sedangkan Arina juga memakai warna dress navy dengan rambut yang di urai kebelakang, riasan wajah yang sederhana namun tetap menawan. 

“Kamu cantik malam ini, Na.” Puji Salim dan Arina tampak malu di puji seperti itu di depan umum.

“Kamu lucu kalo lagi malu gini,” Tambah Salim menggoda Arina, lagi-lagi Arina hanya memalingkan muka dan mencoba untuk tetap tenang di era gempuran gombalan Salim malam ini.

Acara puncak pun tiba, di mana para pengunjung pameran berdatangan untuk melihat dan membeli karya-karya yang terpajang indah di ruang galeri ini. seseorang yang baru saja turun dari mobil civic miliknya dengan pakaian casual yang menawan, membuat pusat perhatian para pengunjung lain. 

“Arkan.” Panggil salah satu panitia acara ini,

“Eh iya Bar, lo udah siapin pesanan gue kan?” Tanya Arkan yang memang sudah menjadi langganan tetap setiap pameran seni ini di gelar.

“Tenang, permintaan lo udah gue siapin, sekarang kita ketemu sama pelukisnya.” Ucap Bara dan kini keduanya menuju ke ruangan di mana pelukis itu berada.

“Lim, ini gue bawa orang yang mau beli lukisan lo.”

Panggil Bara lalu Salim dan Arina menoleh ke sumber suara. Tanpa di sangka, mereka bertiga begitu kaget satu sama lain, tanpa sengaja mereka bertemu di tempat yang sama dengan suasana yang terkesan begitu canggung. Namun mereka berusaha seprofesional mungkin agar tidak merusak suasana pameran malam ini.

Tatapan Arkan tertuju pada Arina, ada bagian dari tubuhnya yang tidak terima bahwa Arina kini sedang bersama Salim, hatinya terasa sesak melihat mereka berdua. Salim paham dengan situasi saat ini, dia pun pura-pura mengajak Bara untuk ke ruang pameran lagi untuk menyiapkan lukisan yang Arkan beli, dan membiarkan Arina dan Arkan berdua.

Suasana malam ini semakin canggung, namun Arkan memberanikan diri untuk memulai percakapan malam ini dengan Arina. Arina yang sedari tadi membatin kenapa Salim malah meninggalkan mereka berdua seperti ini.

“Na, aku mau minta maaf sama semua hal yang menyakitimu.” Ucap Salim mengawali percakapan.

“Aku sudah memaafkanmu, Ar.” Jawab Arina.

“Aku udah jahat sama kamu, Na.”

“Iya kamu jahat, Ar.” 

Arkan terdiam mendengarnya, dirinya merasa bersalah sudah menggores luka di hati Arina.

“Aku bersyukur kita bertemu, selama ini aku mencarimu, tetapi semua pencarianku nihil, dan sekarang kamu di depanku, Na. Aku minta maaf sekali lagi.” 

“Lupakan semua hal tentang aku, Ar. Jangan kembali lagi.” Tegas Arina.

Arkan menggeleng cepat, tidak semudah itu melupakan apalagi melupakan seorang Arina yang begitu berarti di hidupnya. 

“Maaf, aku gak bisa melupakanmu, Na. Aku hanya bisa berhenti mengingat bukan melupakan, selamanya aku akan tetap ingat. Hanya saja aku dipaksa berhenti mengingatmu.”

“Maaf, Ar.” 

Arkan hanya tersenyum, senyuman pahit yang harus dia ungkapkan. Sepanjang apapun kata-kata yang keluar dari mulutnya pun tidak akan mengembalikan Arina kembali. Arkan membalikkan badannya lalu pergi dari hadapan Arina. Terlihat air mata keduanya sudah mengalir deras saat Arkan pergi. Dari kejauhan Arkan juga terlihat terisak. 

“Sampai jumpa, Na.” Ucap Arkan.

Pameran seni yang harusnya menyenangkan kini berubah, ketika pertemuannya dengan Arkan. Salim menyadari perubahan mood Arina malam ini yang terlihat tidak senang dan sedih. 

“Na, jujur aku gatau kalau lukisanku yang beli Arkan. Maaf ya, Na, udah buat kamu engga senang malam ini.”

Salim merasa bersalah, jika saja dia tahu bahwa Arkan yang membeli karyanya maka kejadian ini tidak terjadi.

“Kamu ga salah, Lim. Aku sama Arkan juga udah saling ikhlas satu sama lain, masalahku sama dia juga udah selesai, jadi kamu gak usah merasa bersalah gini.” Jelas Arina.

Salim tersenyum mendengar jawaban dari Arina, tangannya mengelus pelan rambut halus milik Arina. Untuk pertama kalinya Arina tidak menolak tangan Salim berada di kepalanya, Arina merasa nyaman dan aman ketika Salim seperti ini, hatinya menghangat begitupun senyum kini terlukis di bibir indah milik Arina.

Pameran sudah selesai disertai banyaknya pengunjung yang sudah lalu lalang pergi begitu pun Salim yang sudah mengantar Arina pulang. 

“Makasi ya, Na. Sudah mau direpotkan. Aku pulang dulu, Selamat istirahat.” Pamit Salim. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Unlosing You
452      312     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
Ketos pilihan
758      525     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
Dear N
15497      1757     18     
Romance
Dia bukan bad boy, tapi juga bukan good boy. Dia hanya Naufal, laki-laki biasa saja yang mampu mengacak-acak isi hati dan pikiran Adira. Dari cara bicaranya yang khas, hingga senyumannya yang manis mampu membuat dunia Adira hanya terpaku padanya. Dia mungkin tidak setampan most wanted di buku-buku, ataupun setampan dewa yunani. Dia jauh dari kata itu. Dia Naufal Aditya Saputra yang berhasil m...
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
3859      1588     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
DAMAGE
3568      1265     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
PATANGGA
856      593     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Cinta dalam Impian
136      108     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Hyeong!
187      162     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3169      1602     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
11595      2747     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...