Read More >>"> I love you & I lost you (Bagian 15 | Pertemuan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - I love you & I lost you
MENU
About Us  

Jalanan Jakarta setelah setahun lamanya berpisah dengan Arina masih tampak seperti tahun sebelumnya hanya saja kehadiran Arina yang sudah hilang dari hidupnya. Arkan tidak ingin berlarut-larut merasa bersalah kepada Arina, lagian dia sudah bahagia dengan Chelsea yang sudah menjadi tunangannya. Namun tidak bisa dipungkiri juga Arina masih saja menempel di pikirannya hingga sekarang.

“Kamu apa kabar ya, Na. Sudah lama aku gak tahu kabar kamu.”

 “Apa mungkin kamu terlalu istimewa hingga aku susah lupa?”

“Entahlah apa itu istilahnya.” 

“Ah sial, saya gak bisa lupain kamu, Na.” Ucap Arkan bermonolog.

Ternyata usaha apapun melupakan seseorang memang susah dilakukan, harusnya membiarkan saja pikiran ini diisi oleh semua yang mengingatkan tentang dia, biarkan saja sampai kita muak sendiri untuk memikirkan hal itu. Sampai pada akhirnya waktu itu datang, waktu dimana memikirkan lagi tentang seseorang itu sudah tidak sempat apalagi sampai menangisi kepergiannya.

Seminggu sebelum pameran seni yang akan di laksanakan di Jakarta, Salim sangat antusias untuk mengikuti kegiatan itu dimana dia akan berpartisipasi dengan memamerkan karya-karyanya, sekarang dia sedang berada di galeri seni miliknya dan di temani oleh Arina, entah berapa kali orang ini memaksa Arina untuk menemaninya mempersiapkan untuk pameran itu, yang jelas riwayat panggilan dan room chat milik Arina di penuhi notifikasi dari Salim.

Saat Salim tengah sibuk melukis, pandangan Arina pun tak lepas, Arina tiba-tiba tersenyum melihat lukisan Salim yang menurutnya indah, Arina baru menyadari bahwa laki-laki di depannya yang kini sedang sibuk menuangkan imajinasinya dengan kanvas dan kuas ternyata sosok laki-laki yang serba bisa selain bisa mengganggunya dia juga bisa membuat Arina senang. 

“Senyum terus ya, Na.” Ucap Salim yang tiba-tiba menghentikan kegiatan melukisnya dan beralih menatap Arina, entah sejak kapan Salim menyadari bahwa sedari tadi Arina tersenyum melihatnya, yang jelas saat ini pipi Arina sudah memerah. 

“Apaan sih, Lim, udah kamu lanjut aja lukisnya biar aku cepet pulangnya.” Elak Arina untuk mengalihkan pembicaraan,

“Tapi jujur ya, kamu itu pemilik senyum paling manis nomor dua di dunia ini, Na.” Ucap Salim,

“Ishhh, udah gausah gombal.” Sahut Arina,

Arina mulai berpikir dari ucapan Salim, pemilik senyum paling manis nomor dua, berarti ada yang pertama, disitu Arina mulai negatif thinking dan sejak kapan dirinya kesal memikirkan itu. Salim terlihat tertawa melihat ekspresi Arina yang terlihat sedang kesal dengan gombalan basi milik Salim.

“Karena senyum paling manis nomor satunya milik mama aku, Na.” Jelas Salim,

Ucapan Salim barusan benar-benar membuat hatinya menghangat entah berapa kali gombalan Salim yang dia terima selama mereka berteman namun perkataan ini yang berhasil membuat hati Arina menghangat. Salim benar-benar orang paling frontal yang pernah dia kenal, dan Salim juga manusia si serba bisa, bisa-bisanya dia mampu membuat Arina kesal dan kagum dalam waktu bersamaan.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam dan aktivitas Salim melukis pun sudah berhenti, Arina juga terlihat tertidur di sofa berukuran kecil di ruang seninya, wajahnya terlihat lelah, Salim jadi merasa bersalah sudah membuat istirahat Arina berkurang dan membuatnya menunggu. Salim terus memandangi gadis pujaannya itu dengan tatapan teduh, beberapa helai rambut Arina yang menutupi wajahnya pun tidak mengurangi paras cantik miliknya namun justru menambah pesonanya semakin terpancar.

Merasa tidak tega untuk membangunkan Arina, akhirnya Salim memilih menggendong Arina ke mobilnya dan langsung mengantarnya pulang, di tengah perjalanan tidak lupa Salim membelikan makanan untuk Arina dan juga Panama. Jalanan Jakarta malam ini tidak terlalu ramai, membuat perjalanan mereka sampai ke rumah Arina tidak memakan banyak waktu, sebelum mengendong Arina keluar, Salim terlebih memanggil Panama untuk membantunya. Setelah Arina sudah tertidur di kamarnya, Salim pun duduk di ruang tamu untuk menjelaskan kepada Panama agar tidak ada salah paham. Panama percaya kalau Salim adalah laki-laki baik yang bisa menjaga kakak satu-satunya itu.

Mereka berbincang seperti kakak beradik yang sedang bertukar cerita di lengkapi dengan memakan makanan yang dibeli Salim di jalan menuju kemari, Panama saja bingung bagaimana menghabiskan makanan sebanyak ini, mulai dari nasi padang, ayam geprek, roti bakar, pisang krispi dan tidak lupa sushi serta beberapa minuman.

“Kak, beli makanan segini banyak buat siapa aja?” Tanya Panama yang baru menyadari makanan yang di beli Salim,

“Buat Arina sama kamu, Nam. Soalnya Arina lagi tidur, terus aku belum sempet nanya dia pengen makan apa, jadi aku beli beberapa macam makanan biar Arina bisa milih kalau dia udah bangun.”

Jelas Salim dengan panjang lebar dan membuat Panama melongo mendengar jawabannya, mungkin kalau Arina mendengar hal semacam ini dari Salim sudah tidak heran karena dirinya sudah terbiasa dengan Salim si manusia aneh ini. pertama kalinya bagi Panama melihat tindakan dari manusia sushi ini, sebutan yang sering Panama dengar dari kakaknya.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam dan kini Salim berpamitan untuk pulang dan berpesan kepada Panama kalau kakaknya sudah bangun, dirinya harus menceritakan kenapa Arina bangun-bangun sudah di rumahnya dan disuruh untuk makan.

Pemilik mobil jazz warna putih itu sudah melaju keluar dari halaman rumah milik keluarga Hans, kini tinggal Panama masuk lagi kerumahnya. Dia pergi ke kamar kakaknya, memandangi wajah lelah kakak satu-satunya yang sudah berjuang sendirian demi dirinya dan keluarga ini tanpa kehadiran sosok ayah dan ibu. 

“Kak, maaf ya Panama belum bisa jadi adik yang baik buat kakak. Panama gatau kalau di dunia ini gak ada kakak, Panama sangat bersyukur kak, kakak sehat-sehat ya.” Ucap Panama sambil mengelus pelan rambut kakaknya yang sedang tertidur lelap.

“Oh iya kak, kakak beruntung bisa ketemu sama orang-orang baik, kak Salim orang baik kak.” 

**** 

Seminggu berlalu begitu cepat dan hari ini adalah hari pelaksanaan pameran seni di Jakarta, semua karya seni sudah terpajang rapi dan terlihat begitu indah, terlihat Salim dan Arina juga sudah di tempat sebelum acara di buka, dengan memakai warna senada di mana Salim memakai jas navy dengan kemeja putih dan sepatu vans putih menambah karisma Salim malam ini sedangkan Arina juga memakai warna dress navy dengan rambut yang di urai kebelakang, riasan wajah yang sederhana namun tetap menawan. 

“Kamu cantik malam ini, Na.” Puji Salim dan Arina tampak malu di puji seperti itu di depan umum.

“Kamu lucu kalo lagi malu gini,” Tambah Salim menggoda Arina, lagi-lagi Arina hanya memalingkan muka dan mencoba untuk tetap tenang di era gempuran gombalan Salim malam ini.

Acara puncak pun tiba, di mana para pengunjung pameran berdatangan untuk melihat dan membeli karya-karya yang terpajang indah di ruang galeri ini. seseorang yang baru saja turun dari mobil civic miliknya dengan pakaian casual yang menawan, membuat pusat perhatian para pengunjung lain. 

“Arkan.” Panggil salah satu panitia acara ini,

“Eh iya Bar, lo udah siapin pesanan gue kan?” Tanya Arkan yang memang sudah menjadi langganan tetap setiap pameran seni ini di gelar.

“Tenang, permintaan lo udah gue siapin, sekarang kita ketemu sama pelukisnya.” Ucap Bara dan kini keduanya menuju ke ruangan di mana pelukis itu berada.

“Lim, ini gue bawa orang yang mau beli lukisan lo.”

Panggil Bara lalu Salim dan Arina menoleh ke sumber suara. Tanpa di sangka, mereka bertiga begitu kaget satu sama lain, tanpa sengaja mereka bertemu di tempat yang sama dengan suasana yang terkesan begitu canggung. Namun mereka berusaha seprofesional mungkin agar tidak merusak suasana pameran malam ini.

Tatapan Arkan tertuju pada Arina, ada bagian dari tubuhnya yang tidak terima bahwa Arina kini sedang bersama Salim, hatinya terasa sesak melihat mereka berdua. Salim paham dengan situasi saat ini, dia pun pura-pura mengajak Bara untuk ke ruang pameran lagi untuk menyiapkan lukisan yang Arkan beli, dan membiarkan Arina dan Arkan berdua.

Suasana malam ini semakin canggung, namun Arkan memberanikan diri untuk memulai percakapan malam ini dengan Arina. Arina yang sedari tadi membatin kenapa Salim malah meninggalkan mereka berdua seperti ini.

“Na, aku mau minta maaf sama semua hal yang menyakitimu.” Ucap Salim mengawali percakapan.

“Aku sudah memaafkanmu, Ar.” Jawab Arina.

“Aku udah jahat sama kamu, Na.”

“Iya kamu jahat, Ar.” 

Arkan terdiam mendengarnya, dirinya merasa bersalah sudah menggores luka di hati Arina.

“Aku bersyukur kita bertemu, selama ini aku mencarimu, tetapi semua pencarianku nihil, dan sekarang kamu di depanku, Na. Aku minta maaf sekali lagi.” 

“Lupakan semua hal tentang aku, Ar. Jangan kembali lagi.” Tegas Arina.

Arkan menggeleng cepat, tidak semudah itu melupakan apalagi melupakan seorang Arina yang begitu berarti di hidupnya. 

“Maaf, aku gak bisa melupakanmu, Na. Aku hanya bisa berhenti mengingat bukan melupakan, selamanya aku akan tetap ingat. Hanya saja aku dipaksa berhenti mengingatmu.”

“Maaf, Ar.” 

Arkan hanya tersenyum, senyuman pahit yang harus dia ungkapkan. Sepanjang apapun kata-kata yang keluar dari mulutnya pun tidak akan mengembalikan Arina kembali. Arkan membalikkan badannya lalu pergi dari hadapan Arina. Terlihat air mata keduanya sudah mengalir deras saat Arkan pergi. Dari kejauhan Arkan juga terlihat terisak. 

“Sampai jumpa, Na.” Ucap Arkan.

Pameran seni yang harusnya menyenangkan kini berubah, ketika pertemuannya dengan Arkan. Salim menyadari perubahan mood Arina malam ini yang terlihat tidak senang dan sedih. 

“Na, jujur aku gatau kalau lukisanku yang beli Arkan. Maaf ya, Na, udah buat kamu engga senang malam ini.”

Salim merasa bersalah, jika saja dia tahu bahwa Arkan yang membeli karyanya maka kejadian ini tidak terjadi.

“Kamu ga salah, Lim. Aku sama Arkan juga udah saling ikhlas satu sama lain, masalahku sama dia juga udah selesai, jadi kamu gak usah merasa bersalah gini.” Jelas Arina.

Salim tersenyum mendengar jawaban dari Arina, tangannya mengelus pelan rambut halus milik Arina. Untuk pertama kalinya Arina tidak menolak tangan Salim berada di kepalanya, Arina merasa nyaman dan aman ketika Salim seperti ini, hatinya menghangat begitupun senyum kini terlukis di bibir indah milik Arina.

Pameran sudah selesai disertai banyaknya pengunjung yang sudah lalu lalang pergi begitu pun Salim yang sudah mengantar Arina pulang. 

“Makasi ya, Na. Sudah mau direpotkan. Aku pulang dulu, Selamat istirahat.” Pamit Salim. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Violet, Gadis yang Ingin Mati
3297      1283     0     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
ALTHEA
68      51     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2180      984     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
FIREWORKS
356      250     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
RIUH RENJANA
313      237     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Niscala
289      180     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Of Girls and Glory
2535      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
The Black Heart
846      445     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Tulus Paling Serius
1503      641     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?