Arkan sudah pulang ke Jakarta setelah kegiatannya selama hampir dua minggu di Surabaya, dia begitu senang karena sudah membeli banyak oleh-oleh untuk Arina. Arkan tidak memberi tahu Arina bahwa hari ini dia sudah pulang dan rencananya ingin langsung ke toko bunga, perjalanan siang ini menjadi menyenangkan bagi Arkan.
“Na, aku beliin kamu bunga matahari tapi pake lego, kamu pasti suka.” Ucap Arkan bermonolog.
Arkan sedari tadi terus melihat bunga matahari lego membayangkan bagaimana bahagianya reaksi Arina menerima itu, tanpa sadar di depan mobilnya terlihat truk yang tiba-tiba mengerem mendadak yang mengakibatkan Arkan mau tidak mau harus membanting stir ke kiri.
Brakkkkk
Mobil Arkan menabrak pembatas jalan, mobil depan Arkan terlihat rusak parah, Arkan pingsan tak sadarkan diri dengan darah yang mengucur di wajahnya. Arkan segera di bawa ke ambulans agar segera mendapatkan penanganan.
Keluarga Arkan kini sudah berada di rumah sakit begitu juga Chelsea, mereka semua cemas bukan main.
“Tante, tenang ya, semoga Arkan baik-baik saja.” Ucap Chelsea mencoba menenangkan, meskipun dirinya sendiri juga sangat khawatir dengan keadaan Arkan.
Sedangkan situasi di toko bunga juga ikut khawatir mendengar kabar bahwa Arkan kecelakaan, berita Arkan kecelakaan di kasih tahu oleh manajer mereka. Arina yang mendengar berita itu langsung lemas. Dia menangis.
“Na, yang sabar ya, semoga pak Arkan baik-baik saja.” Ucap Hani menenangkan,
“Kita berdoa sama-sama ya.” Mirna pun ikut menenangkan Arina.
Setelah shift kerjanya hari ini selesai, Arina bergegas untuk ke rumah sakit, Dia sangat khawatir dengan keadaannya. Arina menuju resepsionis untuk tahu dimana ruangan Arkan di rawat, Arina kini menuju ruang vvip langkahnya semakin cepat, dia menaiki tangga, berjalan secepat mungkin. Akhirnya Arina sampai di depan ruangan Arkan dengan napas terengah-engah. Chelsea, Papa dan Mamanya Arkan melihat kedatangan Arina dengan tatapan tidak senang.
“Om, tante gimana keadaan Arkan sekarang?” Tanya Arina dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Mending kamu pergi dari sini, dan jangan pernah lagi temuin anak saya.” Tegas mama Arkan.
Arina menangis, air matanya sudah tidak bisa lagi dia bendung. Arina meninggalkan ruangan Arkan di rawat dan kini langkahnya semakin lemas, Arina duduk di kantin rumah sakit membiarkan dirinya menangis.
“Arina.”
Seseorang memanggil namanya, kemudian seseorang itu duduk di samping Arina. Arina terkejut dengan kedatangan Chelsea, Arina sempat melihat dia bersama kedua orang tua Arkan tadi dan terlihat begitu akrab, padahal menurut penuturan Arkan dia hanya teman bisnisnya saja.
“Chelsea?”
“Aku tahu gimana rasanya harus melepas seseorang yang di sayang, Na.”
“Aku juga tahu kamu sayang sama Arkan pun sebaliknya, tapi Arkan calon tunanganku, Na. Bukan aku mau merebut Arkan dari kamu, tapi Arkan bilang dia butuh waktu buat jelasin semua ini sama kamu. Arkan sadar kalo hubungan kalian berdua tidak bisa dilanjutkan.” Tegas Chelsea.
Chelsea menjelaskan semuanya, hati Arina begitu sakit seakan ada pecahan kaca disitu. Tangannya pun ikut gemetar, Arina tidak percaya Arkan bahkan setega ini dengan dirinya.
“Aku mengerti, selamat ya, semoga hubungan kalian langgeng sampai nikah.” Ucap Arina.
Dia memaksakan tersenyum meski hatinya hancur, Arina bergegas meninggalkan kantin rumah sakit dan segera menjauh dari tempat ini. Arina kecewa kenapa Arkan tidak memberitahunya tentang ini dan membiarkan hubungan mereka tetap berlangsung seperti tidak ada apa-apa.
Hujan mengguyur saat Arina berjalan pulang, seakan semesta sedang mengerti kondisinya saat ini. Arina membiarkan hujan menyentuh tubuhnya sore ini, membiarkan angin masuk ke dalam sela-sela baju miliknya.
“Kamu bawa aku terbang tinggi lalu tiba-tiba kamu hempasin aku gitu aja ke tanah, Ar. Tanpa aba-aba sedikut pun, kok kamu tega ya, Ar.” Ucap Arina, dia benar-benar menangis, hanya saja tangisannya bercampur air hujan.
“Selamat tinggal, Ar. Kamu baik-baik ya, besok kamu tidak akan bisa menemui aku lagi.” Pungkas Arina.