"Le fleuriste" Tempat Arina bekerja, toko bunga dengan nuansa Perancis di dominasi warna putih serta dijumpai banyak aksesoris-aksesoris kota paris dan lukisan berbagai macam bangunan kota di Perancis. Tidak heran jika toko bunga ini semua bernuansa Perancis karena memang pemilik toko ini adalah keturunan orang sana menurut teman ditempat kerja Arina. Namun Arina belum pernah melihat pemilik toko tempat dia bekerja, karena memang pemilik toko ini sangat sibuk tetapi dalam waktu dekat mereka akan berkunjung ke toko.
Sebelum memasuki toko bunga Arina bekerja, terlihat sudah ada pengunjung yang sedang melihat-lihat bunga. Pengunjung seorang laki-laki ini tampak tidak asing dari pandangan Arina. Postur tubuhnya mirip sekali dengan Arkan, Arina dari jauh menduga itu teman kecilnya namun kembali tidak percaya pasalnya Arina tidak pernah memberi tahu Arkan bahwa Arina bekerja disini. Dari pada penasaran kini langkahnya semakin dipercepat, pintu kaca itu di geser dan memang benar pengunjung itu adalah Arkan teman kecilnya yang sekarang sedang melihat-lihat bunga matahari, yang terpajang rapih dan indahmelengkapi indahnya toko ini.
Senyum Arkan mengembang saat Arina melihatnya, raut wajah Arina disini adalah bingung dan sebagai penjaga di toko ini Arina bertindak sama halnya seperti dengan pengunjung toko pada umumnya, kini Arina mendekati Arkan dengan pertanyaan klasik seorang penjaga toko bunga kepada pengunjung.
"Aku beli satu tangkai bunga matahari ini ya, Na." Pinta Arkan sambil menunjuk bunga matahari yang sedari tadi menarik perhatiannya.
Kini Arina bergegas membungkus bunga matahari itu dengan rapih kemudian memberikan bunga itu kepada pemilik yang baru, dalam hati kecil Arina,ada perasaan sedih karena bunga kesayangannya itu sudah ada pemilik baru ya walaupun Arina bukan pemilik namun setiap hari dirinya selalu merawat dengan penuh perhatian.
Sebelum Arina memberikan bunga matahari yang sudah terbungkus rapih kepada Arkan, Arina penasaran kenapa tiba-tiba sahabat kecilnya itu membeli bunga, apakah ini untuk pacar Arkan dari tadi itu yang ada di pikiran Arina.
"Bunga buat pacar ya Ar?" Tanya Arina penasaran,
Arkan tertawa kecil mendengar pertanyaan itu,
"Bukan, cuman mau kasih bunga ini ke seseorang yang ternyata selain menyukai bus kota dia juga menyukai bunga matahari." Jawab Arkan lalu mengambil bunga itu dari tangan Arina kemudian langsung beranjak pergi dari toko bunga "Le fleuriste".
Arina menebak-nebak siapa orang yang dimaksud Arkan itu, pasalnya kesukaan orang itu sama persis dengan dirinya yang menyukai bus kota dan juga bunga matahari.
"Buat orang lain kali ya, ga mungkin aku," ucap Arina menyakinkan dirinya untuk tidak terlalu percaya diri.
Toko bunga hari ini cukup ramai dengan banyaknya pengunjung yang berdatangan ada yang bersama pasangannya ada juga yang datang sendirian. Hari ini bunga mawar terjual paling banyak diantara bunga-bunga lain. Tidak heran bunga yang identik dengan duri tajam di tangkainya namun indah dan harum bunganya banyak membuat orang menyukai bunga mawar ini. Deretan bunga mawar merah pun laku terjual. Walaupun Arina menikmati pekerjaannya ini tetap saja hari ini cukup melelahkan baginya.
Setelah dari toko bunga Arina juga langsung pergi ke kampusnya untuk mengikuti beberapa mata kuliah hari ini, dengan badan yang cukup pegal dan rasa kantuk yang mudah menyerang saat dosen sedang memberikan materinya. Setelah cukup menahan itu semua kini Arina dapat bernapas lega saat mata kuliah hari ini sudah selesai, itu artinya Arina bisa langsung ke rumah dan beristirahat.
Bus kota yang selalu menjadi transportasi Arina untuk ke rumah setelah dari kampus, bus kota hari ini tak cukup ramai dengan begitu Arina bisa bernapas lega lagi pasalnya dengan susana bus yang tidak ramai mampu memberikan Arina banyak ruang untuk bernapas.
Kini Arina turun dari bus kota dan melanjutkan perjalanannya menuju rumah yang kira-kira hanya sekitar lima menit dari halte tempatnya berhenti. Terlihat ada sebuah motor sportif klasik bullit bluroc warna hitam terparkir di depan rumahnya. Awalnya Arina menduga itu motor teman adiknya tetapi dugaan itu salah ketika Arina masuk kedalam rumah dan ternyata pemilik motor itu adalah Arkan, teman kecil yang tadi pagi di jumpainya di toko bunga dengan membeli bunga matahari, dan bunga itu sekarang sudah terpajang indah di sudut ruangan rumah Arina. Panama adik Arina juga terlihat cukup akrab dengan Arkan yang sudah datang dari satu jam sebelum Arina pulang.
"Tahu rumahku dari mana Ar?" Tanya Arina bingung,
Arkan hanya tersenyum tipis saja lalu menatap Panama dengan tatapan seolah memberi isyarat untuk menjahili kakaknya, Panama pun paham dengan maksud Arkan lantas langsung dijawab pertanyaan itu dengan nyeleneh.
"Dari google maps ya kak Arkan," ucap Panama lalu diiringi tawa.
Arina hanya mendengus saja membiarkan adiknya dan Arkan menjahilinya, mereka bertiga mengobrol dengan asiknya seakan bernostalgia kembali waktu dulu, dimana Arkan yang suka datang ke rumah Arina dan bermain bersama Panama yang dulu masih kecil. Arina tidak heran jika sang adik akrab dengan Arkan karena memang dulu tetangga. Banyak pertanyaan yang ingin di tanyakan kepada Arkan tentang dia yang tahu toko bunga Arina bekerja sampai alamat rumahnya sekarang, padahal Arkan Cuma tahu rumah Arina dulu yang sebelahan dengan rumahnya.
Keluarga Arina pindah ke rumah ini saat dirinya lulus SMA, rumah dulunya di jual untuk membiayai dirinya kuliah. Padahal Arina sudah menolak untuk tidak usah menjual rumah ini hanya demi Arina bisa kuliah. Kehidupan Arina setelah lulus SMA memang berubah seratus delapan puluh derajat, pasalnya Ayah Arina yang terkena tipu milyaran rupiah membuat mereka jatuh miskin.
Setelah kejadian itu membuat ayahnya depresi parah karena kebangkrutan yang dialaminya sampai terkena gangguan disosiatif (dissociative disorder) gangguan kejiwaan parah atau perubahan dalam ingatan, kesadaran, dan identitas umum tentang diri orang dan lingkungan orang yang mengalami gangguan ini. Gangguan ini biasa diakibatkan oleh peristiwa traumatis yang dialami penderita. Kini ayahnya berada di salah satu rumah sakit jiwa di Jakarta.
Dengan kejadian ini semua Ibu Arina menceraikan Ayah Arina dan sekarang sudah memiliki keluarga baru, awalnya Arina dan Panama sudah diajak untuk ikut dengan Ibu mereka, namun mereka menolak karena bagi mereka Ibu mereka sudah keterlaluan dengan meninggalkan Arina, Panama dan Ayah mereka dalam keadaan yang benar-benar terpuruk dan memang butuh dukungan.
Sejak saat itu kini Arina dan Panama tidak mengetahui lagi kabar ibunya. Setelah terakhir mengabarkan bahwa ibu mereka sudah memiliki keluarga baru. Dan di hari pernikahan Ibunya pun Arina dan Panama tidak hadir.
Arkan dapat melihat berbagai perubahan yang telah terjadi di keluarga Arina mulai dari rumah sederhana yang sekarang dia tinggali bersama sang adik dan soal kerja paruh waktu di toko bunga sudah cukup menandakan bahwa kondisi keluarga mereka sedang tidak baik-baik saja.
Arina, Arkan dan Panama terlihat begitu menikmati pertemuan ini dengan pembicaraan-pembicaraan yang begitu random namun membuat tertawa. Disela-sela itu tiba-tiba satu kalimat pertanyaan mampu membungkam Arina dan Panama yang dari tadi tertawa lepas.
"Om Hans dimana kok dari tadi ga kelihatan?"
Satu pertanyaan yang membuat suasana langsung berubah dari yang tadinya suara tawa kini berubah hening. Arina dan Panama sangat merindukan nama itu, sudah lama mereka tidak bertemu dengan pemilik nama itu. Matanya kini berkaca-kaca setelah mendengar nama ayahnya, Arkan baru tersadar atas pertanyaannya itu Arkan juga baru tersadar bahwa mereka memang sedang tidak baik-baik saja. Dengan merasa bersalah Arkan kini mencoba menenangkan mereka dan meminta maaf jika pertanyaan itu membuat mereka sangat sedih. Arina langsung pergi dari ruang tamu menuju kamarnya, Arkan semakin merasa bersalah akan hal itu.
"Ada apa Nam?"
Arkan mencoba bertanya dengan wajah yang berubah khawatir dan masih merasa bersalah.
"Sebaiknya kak Arkan pulang ya," Jawab Panama dengan nada lemah,
Awalnya Arkan ingin menolak dan ingin tahu kenapa mereka sangat sedih setelah mendengar nama ayahnya. Namun Arkan mencoba memahami kalau mereka memang tidak ingin diganggu dulu dan tidak baik-baik saja.
Arkan menjalakan motornya dan pergi menjauhi rumah Arina dengan perasaan yang masih merasa bersalah, kini motornya sudah terparkir di depan rumah keluarga Damitri, salah satu keluarga konglomerat di Indonesia yang kekayaannya tidak akan habis sampai tujuh turunan.
Dengan keberadaan keluarga yang berada dan kaya raya namun tidak menjadikan Arkan untuk hidup dengan fasilitas super mewah. Arkan yang selalu bergaya pakaian casual namun sederhana dan selalu memakai sepatu convers kesayangannya. Bukan mobil sports mewah yang dia pilih untuk menemaninya menyusuri jalanan kota Jakarta, namun sebuah motor klasik bullit bluroc warna hitam yang dia pakai.
Seorang pelayanan menyambut kedatangan Arkan saat masuk kedalam rumah itu adalah hal biasa yang dilakukan para pelayan dirumahnya, yang selalu memperlakukan Arkan bak raja padahal sudah berulang kali Arkan bilang kepada orang tuanya untuk tidak berlebihan menyuruh mereka seperti itu.
Arkan langsung masuk ke dalam kamarnya, kamar dengan nuansa hitam putih dan terkesan model bangunan Perancis dengan banyak dijumpainya barang-barang yang berbau perancis juga.
Kini Arkan menenggelamkan tubuhnya di kasur ukuran king size nya itu dengan pikiran yang masih saja melekat dipikirannya atas kejadian beberapa jam tadi. Arkan mengacak rambutnya dengan frustasi setelah mengingat kejadian tadi di rumah Arina.
"Sebenernya ada apa dengan mereka?"
Pertanyaan yang terus berputar di kepalanya,
"Maafin aku, Na. Seharusnya aku gak tanya gitu."
****