Read More >>"> The Maiden from Doomsday (5) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maiden from Doomsday
MENU
About Us  

"Ke mana kita pergi? Paman pasti tidak ada uang, kan?" kata Milly yang menyunggingkan senyum di tengah tangisnya.

"Kita tidak perlu uang untuk ke sana," jawab Hal.

Mereka tidak saling bicara lagi. Milly hanya diam saja, ikut bersama Hal pergi ke tempat yang jauh. Apa yang berada di dalam kepala Hal sama dengan Milly, meski tidak saling memberi tahu. Namun tidak satu pun cara terpikir oleh Milly, berbeda dengan Hal yang tahu bagaimana untuk mewujudkan isi kepalanya.

Awalnya mereka ke pinggir tempat Hal tidur beberapa hari ini. Melihat tendanya sudah tidak ada lagi, Milly sempat ingin bertanya dan akhirnya tidak jadi. Karena dengan melihat wajah Hal saja, Milly sudah bisa menebak apa yang terjadi. Itu sudah jadi pengetahuan umum semua orang yang tinggal di apartemennya. Dan Milly juga tidak punya alasan untuk peduli.

Beberapa barang tergeletak begitu saja di tanah, diguyur hujan. Setelah mengambil apa yang perlu dibawa, Hal melanjutkan kepergian dengan Milly di belakangnya. Meski tahu bagaimana mewujudkan isi kepalanya, tapi Hal tidak tahu di mana isi kepalanya bisa terwujud untuk segera pergi. Di situ pula Milly bersuara.

"Di sekolahku, ada sebuah mitos. Tentang pohon pengabul keinginan di pinggir kota," tunjuk Milly ke jalan ke pinggiran kota Maury, tempat di mana pohon ek tumbuh sejak lama. Hutan yang ditinggalkan orang-orang.

"Mereka juga banyak bercerita tentang pohon itu" jawab Hal yang teringat obrolannya dengan rekan kerjanya, terutama A dan D. Kedua temannya itu bahkan berkali-kali mencari pohon pengabul. "Punya keinginan?" selorohnya.

Milly menimpali, "Kalau apa yang akan kita lakukan sama dengan yang di kepalaku, pergi ke sana bukan pilihan yang buruk. Terserah dengan terkabulnya atau tidak! Aku hanya ingin di sana."

Maka berangkatlah mereka untuk pergi ke tempat yang jauh. Sama sekali bukan niat hati untuk pergi bersama. Istilahnya hanya suatu kebetulan, bahkan jika itu yang disebut takdir. Taman memang punya cerita untuk mereka. Itu pula yang menggerakkan mereka untuk saling mengajak. Dan tanpa sadar mereka juga tahu begitu saling tatap-menatap di sana. Tahu bagaimana dan ke mana mereka.

Kini mereka di pinggiran kota Maury. Di tengah-tengah pepohonan ek. Hal mengikatkan tali di dahan yang dirasanya agak kuat. Lalu menyeret batang pohon yang telah tumbang ke bawah talinya. Ia naik berdiri di atas batang itu.

"Kau ingin pergi juga?" ia bertanya pada Milly. "Lehermu akan patah."

"Paman bodoh? Memang bodoh, tapi jangan ditunjukkan! Kalau tidak mau pergi, buat apa repot-repot berjalan ke mari dengan seorang gelandangan di bawah hujan?"

"Siapa orang yang paling kausuka?"

"Untuk apa tanya-tanya begitu. Ayahku tidak bisa jadi alasan untuk tetap hidup! Kenapa rasanya paman mau mencegahku ikut pergi? Taliku juga tidak dipasang, tidak ada tali yang cukup."

"Siapa yang paling kaubenci?"

"Aku benci semua orang." Milly memeluk betisnya setelah terduduk ke tanah. "Semuanya baik-baik saja di awal, sampai orang-orang mendengar tentang ayah dan ibuku dulu. Mereka menyebut ibuku lacur, padahal dia yang menyewa gigolo. Dan ayahku disebut pemerkosa, padahal dia hanya meniduri perempuan yang suka padanya." Dagunya ditaruhnya di atas lutut, "Karena itu mereka menyebut kami kotor. Ibu juga menyebutku kotor. Semua orang selalu sama akhirnya, aku mau mereka semua menghilang. Orang-orang, dari dunia ini."

Hal tidak jadi berdiri, ia duduk di atas batang pohon. "Dulu ayahku orang yang penyayang. Ibuku juga lembut, tidak pernah marah sekali pun."

Milly terkekeh mendengar ucapan Hal, "Ha! Semua orang pasti tahu itu bohong."

"Pastinya, tapi aku tidak bohong," balas Hal. "Mungkin dua puluh tahun lalu. Mereka kehilangan pekerjaan sampai menganggur berbulan-bulan. Ayah malah ketagihan minum dan judi. Dia bahkan sampai memukul ibu. Habis itu memukulku jika dia kalah judi, menggores wajahku tiap kali aku meminta uang untuk sekolah. Ibuku sudah kelewat takut pada ayah, jadi tidak berani melawan. Untuk sedikit meringankan kepalanya, ibuku akan terus memarahiku, memaki, dan meludahi. Selama dua puluh tahun, begitu terus."

"Habis pergi, apa kita bakal bebas?" tanya Milly.

"Entah. Siapa yang tahu seperti apa itu kematian? Kita hanya pergi dari sini, tapi kita tak tahu tujuan kita yang jauh itu seperti apa. Makanya aku tanya, apa kau memang benar mau pergi?"

Belum sempat Milly membuka mulutnya, semuanya berhenti. Hujan bukan berhenti turun, tapi seperti tergantung tetes-tetesnya. Daun-daun ek yang bergoyang terkena angin pun berhenti. Hal dan Milly serentak menyentuh hujan yang berhenti, dan jatuhlah hujan itu ke tanah. Sebuah pohon ek tua yang tidak jauh dari mereka, bangkit sendiri akarnya dari dalam tanah. Berjalan dengan akarnya ke dekat Hal dan Milly.

Pohon itu menyusut, menjadi putih dan halus batangnya. Akarnya pun ikut memutih, terpintal menjadi dua. Ujung pohon membentuk sebuah kepala. Daun-daunnya berkumpul menutupi seluruh permukaan yang memutih. Sebuah pohon baru saja berubah menjadi anak perempuan! Yang hanya menutupi tubuh dengan daun-daun ek. Hal dan Milly menerima apa yang mereka lihat. Setelah pesawat kertas yang lalu, mereka sudah sadar sesuatu yang mustahil tengah menimpa mereka. Dan anak perempuan dari pohon itu ialah anak yang sama dengan yang mereka temui di dalam mimpi dan saat pesawat kertas menyerang mereka.

"Tidak peduli kapan, kalian selalu merepotkan. Kalau begini, bisa sulit jadinya. Begini saja, silakan bunuh diri. Namun kalian tidak akan pernah berhasil. Ini juga kemauan kalian sendiri," tutur si anak.

Anak itu mengulurkan tangan kirinya yang berubah menjadi dahan, memanjang hingga menyentuh Hal dan Milly. Dipatahkan menjadi dua dahan itu, dan masuk masing-masing satu ke tubuh Hal dan Milly. Lalu kembali menjadi tangan.

"Kuharap ini terakhir kalinya kita bertemu!" pamit anak itu yang menghilang begitu saja.

Milly menengok pada Hal, "Paman percaya yang barusan itu?"

"Aku percaya pada mataku, dan kita tidak punya alasan mencari tahu tentang anak itu. Kita akan pergi," jawab Hal yang lanjut menggantung lehernya di tali. Sempat pula ia menunjuk ke arah sisa tali, di mana sebuah pisau saku tergeletak.

Hal gantung diri dan Milly mengikis pergelangan tangannya. Bayangan mereka tentang masa lalu berkelebat di kepala. Hal mengingat masa-masa ayah dan ibunya masih penyayang. Dan Milly mengingat segalanya tentang ayahnya. Namun mereka tidak jadi pergi. Karena mereka tidak bisa mati.

***

Hal menjatuhkan tubuhnya setelah memanjat ke pohon kelapa. Ia mendaratkan kepalanya di atas tanah. Tidak terjadi apa-apa. Agak sakit, tapi tidak ada luka. Kepalanya hanya seperti menabrak sesuatu. Ia menusuk-nusuk dadanya dengan pisau dan bahkan menelan pisau itu. Pisaunya memang menembus dada, tapi tidak ada luka dan sakit. Setelah pisau dicabut juga tidak ada lubang atau goresan. Ketika ia menahan napas hingga berpuluh-puluh menit, ia tidak kekurangan oksigen.

Milly pun tidak ada bedanya, mereka sama-sama tidak mati mau apa pun cara yang mereka pakai. Anak itu, yang  berkali-kali mendatangi mereka, menyimpan rahasia, itu yang Hal pikirkan. Pada akhirnya mereka tidak dapat apa-apa tentang anak itu setelah mengelilingi hutan ek, dan pasrah dengan diri mereka sendiri yang gagal mati.

"Kenapa kita tidak bisa mati? Bukannya itu aneh? Kita jadi abadi!" Milly berseru pada Hal yang kini tengah bergolek di atas batu besar pinggir sungai. Di tengah-tengah pepohonan ek, ada hilir sungai.

Hal cekikikan, "Ha! Itu bukan yang pertama kali. Pesawat kertas kemarin juga mustahil bisa sebanyak itu! Belum lagi tulisannya yang cuma tentang kita. Anak itu sengaja buat kita jadi begini."

"Kenapa kita?" lanjut Milly.

"Karena kita." Hal memejamkan matanya setelah itu. Ia mencoba tidur di atas batu.

Milly yang tidak bisa mengolah kata-kata Hal ke dalam kepalanya juga ikut tidur. Berbaring di tanah dengan punggungnya yang tegak bersandar pada batu besar.

Hari itu mereka habiskan untuk tidur sampai pagi besoknya. Dan mereka mulai bermimpi lagi. Tentang mereka sendiri, yang jauh di masa depan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Hidden Kindness
349      236     2     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Golden Cage
441      244     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Katanya Buku Baru, tapi kok???
435      289     0     
Short Story
Ibu Mengajariku Tersenyum
972      490     0     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
Until The Last Second Before Your Death
431      308     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
5363      986     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
Gareng si Kucing Jalanan
6536      2772     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
SERENA (Terbit)
16579      2829     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
Sherwin
342      224     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Bittersweet My Betty La Fea
2841      1018     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...