Delta tahu ia memang tidak bisa memaksa perasaan seseorang, dan ia juga meyakini mungkin hanya menjadi teman adalah keputusan terbaik. Karena perasaannya pada Indri pun belum berkembang menjadi cinta.
Masalah melupakan Melly, biarlah waktu yang menjadi penentunya. Terlepas dari apapun, cinta yang tidak dipupuk tidak akan abadi, maka sekali lagi perasaan Delta terhadap mantannya hanyalah masalah waktu.
Delta pun percaya jika kelak memang ia ditakdirkan untuk menikah, maka tanpa dicari pun orang itu akan datang, karena jodoh pasti akan dipertemukan bagaimanapun kisahnya. Saat ini Delta sudah sampai pada saat dirinya memang harus pasrah tentang masalah percintaan, sementara waktu hal itu akan ia kesampingkan lebih dulu.
Lalu tentang hubungan pertemanannya dengan Indri, Delta pikir tidak akan merusaknya. Jawaban gadis itu semalam sedikit menampar Delta, meski dengan niat baik dan langsung membicarakan maksudnya tetap saja tentang perasaan sama sekali tidak bisa dikendalikan. Gadis itu sudah bersedia membantunya, tapi ia pikir lebih baik tidak. Karena bagaimanapun, Indri juga kesulitan dengan dirinya dan isi kepala yang mungkin lebih rumit dibanding yang ia ceritakan.
"Mari kita berteman untuk waktu yang lama, Ndri. Mari kita berbagi keluh kesah, kisah, bahagia dan duka."
Indri tercengang, mendengar penuturan tiba-tiba laki-laki yang sejak tadi diam menikmati makan siangnya. Lalu setelah cukup mencerna, Indri kembali fokus pada makanannya.
"Aku pekan depan rencananya mau pulang kampung ngantar mama, ikut yuk. Udah lama kan, kamu enggak pulang?"
Indri menggeleng cepat, rautnya berubah sangat khawatir.
"Kenapa? Kamu enggak kangen kampung halaman?"
"Aku enggak bisa pulang, karena untuk sampai kesini aku banyak berjuang dengan disertai harapan yang benar-benar tidak mau sampai gagal."
Delta tidak mengerti maksud ucapan Indri, "pulang kampungnya cuma sebentar, paling selama libur akhir pekan, lalu balik lagi."
"Enggak deh," tolak gadis itu sekali lagi.
"Ada masalah?" Delta memegang tangan Indri seraya mengusapnya. "Enggak apa-apa, Ndri, cerita aja." Lantas pria itu menatap gadis yang hampir meneteskan air mata itu, serius. Namun, sepatah katapun tidak terucap dari bibir gadis itu, bibirnya malah bergetar sedangkan air mata yang ditahan merembes membasahai pipi. Awalnya ia ingin berbalik tidak ingin pria di sampingnya melihat begitu intens, tapi Delta cepat menahannya.
Delta mengambil tisu yang berada tidak begitu jauh, lalu ia berikan pada Indri. Pria itu memilih diam cukup lama seraya mengusap bahu Indri, ia juga merapikan anak-anak rambut Indri yang mulai mengganggu.
Ia tidak terlalu mengerti mengapa gadis di depannya menangis hanya karena diajak pulang kampung. Delta penasaran, tapi ia tidak cukup tega bertanya ditengah-tengah isak tangis Indri.
"Hapus dulu air matanya, Ndri. Enggak baik, di depan makanan nangis begitu." Tangan Delta tidak diam saja, ia juga bantu menghapus jejak air mata di pipi Indri.
Namun, tak terkira gadis itu malah membereskan bagian bekalnya.
"Kenapa? Memangnya sudah kenyang?" Delta ingin coba menahannya. "Kamu baru makan beberapa sendok, Ndri. Itu enggak cukup buat mengganjal perut sampai waktu kita pulang kerja nanti. Makan lagi, Ndri, sayang makanannya kalai dibuang." Delta benar-benar tidak tahu membujuk Indri, lantas ia kembali membuka tempat bekal Indri.
"Aku mau balik kerja lagi." Indri bersuara seraya ingin beranjak dari tempat duduknya, tapi Delta menahannya.
"Makan lagi sedikit. Aku suapin, ya?"
"Kenapa sih kamu sok peduli banget sama aku? Aku enggak minta! Aku dengan segala kekuranganku dan ketidak bersyukuranku, apa kamu pikir aku bisa balas semuanya? Delta, udah stop. Kamu enggak seharusnya tahu banyak hal tentang aku, dan stop untuk peduli. Aku akan selalu baik-baik saja selama orang membiarkanku begitu saja."
"Enggak gitu cara hidupnya manusia, Ndri. Kita diciptakan sebagai makhluk sosial yang harus saling membantu satu sama lain. Aku kenal kamu dan tahu masalahmu, enggak mungkin aku enggak bantu."
"Enggak! Kamu enggak tahu apa-apa tentang masalahku. Jadi cukup dan berhenti disana, jangan coba mengenal aku terlalu dalam. Karena yang bakal kamu dapatkan enggak akan meleset dari rasa kecewa."
"Kamu bukan tuhan, Ndri, enggak berhak kamu menebak hal seperti itu. Kamu perlu seseorang, Ndri, buat cerita. Jangan bohongi dirimu sendiri dan jangan tinggikan ego kamu. Manusia itu tidak dituntut untuk mandiri dalam hal ini, Indri. Kamu enggak tahukan kenapa kebetulan tuhan pertemukan kita disini, akhir-akhir ini aku ingat kamu. Terakhir kali aku berkunjung ke pemakaman Akmal entah mengapa aku tiba-tiba ingat kamu dan becerita sedikit tentang kamu di sana. Dan di luar rencana aku, kita justru bertemu di sini. Semua itu tidak mungkin meleset dari rencana tuhan, Ndri. Jadi berhentilah bohongi dirimu dengan pura-pura kuat sendirian, aku tahu kok, Ndri, setiap orang pasti ingin punya teman cerita yang mengerti dirinya. Dulu mungkin kamu sulit membuka diri dan menemukan teman untuk berbagi cerita, tapi sekarang kamu punya aku." Delta meyakinkan hatinya bahwa setelah ini ia tidak seharusnya pergi kemana-mana, menjauh ataupun lepas dari pandangan Indri. Entah mengapa melihat Indri yang begitu emosional, ia seperti melihat kehancuran dari seorang gadis. Dan di dalam hatinya ia begitu tidak sanggup.
Bukannya membalas segala perkataan Delta, gadis itu justru malah luruh dengan tangis yang semakin menjadi. Lantas Delta mendekat. "Tenang, Ndri. Aku enggak bakal ninggalim kamu. Aku juga enggak minta kelak kamu balas segala kebaikan yang kukasi. Aku tahu kamu enggak mau dibantu karena kamu takut hutang budi dengan orang lain. Tapi, demi apapun lihat kamu begini aku enggak bisa diam saja apalagi mundur dan berhenti seperti yang kamu minta. Jiwa sosialku memang tidak setinggi Akmal, tapi aku punya itu di dasar hatiku." Delta menggenggam tangan Indri yang bergetar. "Mental seseorang enggak pernah bisa diukur dari betapa baiknya penampilan seseorang, Ndri. Aku enggak tahu mentalmu gimana, tapi perlahan itu harus segera membaik agar hati dan jiwa mu damai menjalani kehidupan. Perjalanan kita masih panjang, Ndri, dan mental kita harus sehat ketika menjalaninya karena hidup meski terasa panjang tetap saja singkat, dan itu harus dinikmati sebaik mungkin." Delta ingin mendekat, dan hendak memeluk Indri, tapi langsung dihindari Indri.
"Kita enggak boleh sedekat ini." Untuk sesaat Delta terdiam mencerna ucapan Indri. Sementara Indri langsung pergi meninggalkan Delta.
Bersambung ....