Saphan terlihat bahagia saat bisa sarapan satu meja dengan anak, serta menantu dan cucunya. Berkali-kali pria itu tertawa sambil menahan air liur dari bibir menggunakan tisu. Saphan sempat merasa takut langkahnya menikahkan Nolan dengan Sea melukai salah satu dari keduanya. Namun, pemikiran itu kini terpatahkan ketika melihat kehangatan Sea dan Nolan. Mereka terlihat harmonis dan saling mencintai.
Hanya saja, Saphan melihat sesuatu yang lain dari Rasi. Pria itu tertangkap basah beberapa kali mencuri pandang pada Sea, lalu tersenyum kecut. Apa anak bungsuku juga menyukai Sea?
"Barang-barang yang mau dibawa ke panti sudah dikemas semua, kan, Ras?" ucap Yeti setelah mereka semua selesai makan. Wanita itu bicara sembari memberikan piring kotor pada pelayan rumah.
"Udah, Ma. Mobilku penuh terisi barang-barang doang," kata Rasi.
"Mau ke panti, ya, hari ini?" tanya Nolan menatap Yeti dan Rasi bergantian.
"Kamu lupa, Mas. Hari ini, kan, ulang tahun papa. Kita biasa rayakan di panti, kan?" Yeti bicara sambil melihat ke arah Saphan yang tengah tersenyum melihat Sea menyuapi An makan.
"Semalam aku lupa kasih tahu Mas Nolan kalau hari ini kita mau ke panti, Ma." Sea ikut bicara setelah menyuapi An bubur.
"Mas enggak lupa, kan, hari ini papa ulang tahun?" tanya Yeti, ia akan kecewa bila Nolan lupa.
Nolan menggeleng, ia tentu ingat hari ini Saphan ulang tahun. Bahkan pria itu sudah menyiapkan kado dari jauh hari untuk Saphan. Nolan pamit sebentar, ia hendak mengambil sesuatu dari mobilnya di luar. Tak lama, Nolan kembali membawa tas kanvas yang isinya langsung ia keluarkan.
Sebuah syal merah bata Nolan keluarkan dari tas kanvas. Pria itu kemudian mendekat ke arah Saphan, dan memakaikan kain tebal tersebut ke leher sang ayah. Saphan mengangguk sambil tersenyum, tangannya bergerak kaku hendak mengusap kepala Nolan. Namun, Saphan kesulitan melakukannya, akhirnya Nolan memeluk Saphan sambil mengucapkan selamat ulang tahun pada pria itu.
"Te-rima kasih," kata Saphan terbata-bata.
"Sama-sama, Pa." Nolan melerai pelukan.
Yeti, Rasi dan Sea tersenyum melihat interaksi Nolan dan Saphan. Nolan kembali duduk, ia menghabiskan teh hijau dalam cangkirnya.
"Mas ikut juga, kan, ke panti abis ini? Lagi libur tugas, kan?" tanya Rasi pada Nolan.
Nolan belum sempat menjawab, tetapi ponselnya di atas meja bergetar tanda ada panggilan masuk. Sea yang duduk di sebelah Nolan, bisa tahu siapa yang menelepon suaminya itu. Nolan tak lekas menjawab panggilan dari Bellin, ia meminta izin terlebih dahulu pada Sea dan pamit keluar setelah Sea mengiyakan.
Rasi pun pamit, ia hendak memeriksa kembali barang-barang yang akan dibawa ke panti. Saat tiba di teras, Rasi mendengar perkataan Nolan pada Bellin di seberang sana.
"Minta tolong ke dokter lain saja, Bell. Saya ada acara keluarga."
Nolan lalu diam sejenak, sepertinya tengah mendengarkan Bellin bicara. Tak lama, ia kembali membuka suara.
"Ya sudah, saya ke sana sekarang!"
Nolan berbalik, ia kaget melihat Rasi ada di hadapannya. Ditambah Rasi menampilkan wajah masam lengkap dengan mata yang memicing.
"Mas mau absen dari kunjungan kita ke panti hari ini demi Bellin?" ucap Rasi tanpa basa-basi.
"Bellin kena musibah. Tangannya sobek terkena pecahan akuarium. Harus segera dijahit, tapi maunya saya yang menangani." Nolan menekan tombol kunci layar ponselnya kemudian memasukkan benda tersebut ke saku celananya.
"Banyak dokter, kan, di rumah sakit? Kenapa harus Mas yang repot?" Rasi tak terima bila Nolan lebih memilih Bellin.
"Bellin lagi butuh saya, Ras!"
Nolan memilih masuk kembali menemui Sea dan orang tuanya, ia bicarakan pada mereka harus ke rumah sakit dulu untuk membantu Bellin. Sea tak melarang, lagipula alasan Nolan pergi cukup kuat. Sea pun berpikir, selama ini Bellin banyak membantu dirinya mengungkap sisi lain Nolan.
"Aku janji, selesai mengurus Bellin langsung menyusul ke panti," kata Nolan sebelum pergi. Ia peluk Sea sebentar. Pria itu juga pamit pada Saphan dan Yeti, tak lupa meminta maaf karena akan sedikit telat tiba di panti nantinya.
Setelah kepergian Nolan, Sea dan yang lainnya pun bersiap untuk ke panti. Sea satu mobil dengan Rasi, sedangkan An ikut di mobil yang ditumpangi Dita dan Saphan. Kegiatan berbagi dengan anak panti memang sering dilakukan Saphan. Sejak jadi donatur tetap, pria itu pun selalu merayakan ulang tahunnya di sana.
Pakaian, mainan, makanan, dan alat tulis memenuhi bagasi mobil Rasi. Bahkan, selebihnya barang-barang tersebut di taruh di bagian tengah mobil. Hal itu membuat mereka pergi menggunakan dua kendaraan berbeda.
Lagu "Easy On Me" milik Adelle menemani perjalanan Rasi dan Sea menuju panti. Sesekali Sea ikut bernyanyi pada lirik yang dia hafal. Sesekali juga Rasi melirik ke arah wanita yang tengah mengenakan kemeja over size hitam yang dipadu celana jins biru. Rambut Sea yang dibiarkan tergerai, tampak berkilau terkena sinar cahaya matahari.
"Kamu kenapa ngebiarin Mas Nolan ke rumah sakit, sih? Kamu berhak larang dia, loh, Sea," ucap Nolan setelah beberapa saat mereka tak saling bicara.
Sea yang tengah bersenandung, menghentikan kegiatannya. Ia menoleh pada Rasi lalu tertawa. "Kasihan dokter Bellin, dia enggak punya sodara, kan? Tinggal sendiri di apartemen dan tangannya kena luka. Sebagai teman dekat, Mas Nolan wajiblah bantuin dia."
"Kamu enggak berpikir Bellin punya niatan lain, gitu?" Rasi membelokkan setir, mulai memasuki gang menuju panti.
"Pikiran apa?" Sea kemudian kembali bersenandung dengan suara pelan.
"Bellin suka sama Mas Nolan," ujar Rasi membuat Sea refleks memukul lengan pria itu.
"Loh, kok, malah mukul. Aku cuma kasih pendapat aja. Siapa tau bener!"
"Selama ini Bellin udah baik nolong aku, enggak mungkin dia punya pikiran kayak gitu. Jangan mancing di air keruh, dong!"
"Kalau bener, gimana?"
"Aku mau menyangka hal-hal yang baik aja. Enggak mau mikirin hal buruk yang cuma bikin pikiran enggak tenang. Perasaan gelisah itu, muncul dari pemikiran negatif yang sebetulnya kita buat sendiri."
Perkataan Sea bertepatan dengan sampainya mereka di panti. Rasi tak lagi berkata apa-apa, ia menghentikan mobil, kemudian segera turun dari kendaraanya itu dan mengeluarkan barang-barang yang dikemas menggunakan kardus. Dibantu beberapa pekerja panti, Rasi selesai dalam sekejap memindahkan barang-barang ke ruang tamu.
Pengurus panti yang masih dipegang oleh Raras, menjamu mereka dengan minuman dingin dan beberapa camilan kering. An yang sudah lahap makan apa saja, sungguh suka memakan keripik bawang meski Sea beberapa kali melarangnya. Anak itu merengek saat Sea menjauhkan stoples dari hadapannya. Dita sampai menegur Sea agar tetap membiarkan An memakan apa yang diinginkannya.
Setelah istirahat beberapa saat, acara dilanjutkan pada tiup lilin dan potong kue. Rasi pun mengadakan beberapa permainan dan memberikan hadiah bagi anak-anak yang turut serta dalam kegiatan tersebut. Acara ditunda saat waktunya makan siang. Anak-anak makan di ruangan khusus mereka, sedangkan Saphan beserta keluarga makan di halaman belakang.
An yang sudah senang berlarian, membuat Sea kewalahan mengejar-ngejar anak itu. Rasi sampai turun tangan saat melihat Sea seperti sudah kelelahan.
"Udah, kamu makan aja. Biar aku yang jagain An," kata Rasi pada Sea yang memang belum sempat makan.
"Enggak apa-apa, nih? Biasanya abis makan kamu ngerokok. Ini malah mau jagain An," sahut Sea, matanya masih tertuju pada An yang sedang memainkan daun pucuk merah yang ada di tempat itu.
"Udah, sana jagain An dulu. Biar Sea makannya leluasa." Yeti ikut menimpali percakapan Sea dan Rasi, membuat Rasi mengangguk dan melangkah menuju An.
Sea pun menyantap makan siangnya sambil sesekali melihat jam di pergelangan tangan. Tadi Nolan berjanji akan datang sebelum makan siang, tetapi hingga lewat waktu itu pria tersebut belum juga tiba. Dita seolah-olah melihat keresahan di wajah Sea, ia yang baru selesai menyuapi Saphan melon, menepuk pelan bahu Sea. Sea menoleh pada Yeti yang tengah tersenyum padanya.
"Lain kali, kamu boleh melarang Nolan pergi kalau hal itu membuat kamu enggak tenang pada akhirnya," ucap Yeti.
"Enggak, kok, Ma. Aku cuma khawatir aja Mas Nolan lupa makan siang. Semalam dia habis begadang, kan." Sea berusaha berkilah, tidak mengaku bahwa dirinya memang resah menunggu kedatangan Nolan.
"Ya sudah, kamu lanjutin makan. Mama mau ke dapur dulu ambil air hangat buat papa."
Di dapur, Yeti bertemu Raras yang tengah mencuci beras. Saat Yeti tanya mengapa memasak nasi lagi padahal seluruh anak sudah makan, jawaban Raras membuat Dita sedikit tak enak hati.
"Bellin mau ke sini, sedang dalam perjalanan. Dia, kan, sukanya makan nasi liwet."
Perkataan Raras membuat Yeti termenung. Apa jangan-jangan Bellin akan datang bersama Nolan?
"Oh iya, Mas Nolan, kok, tidak ikut. Lagi sibuk, ya?"
Pertanyaan Raras menjadikan Yeti menceritakan apa yang membuat Nolan tidak datang bersama mereka. Yeti juga katakan bahwa Nolan akan datang terlambat.
"Jangan-jangan mereka akan datang bersama. Aduh, Bellin. Sudah Ibu bilang berkali-kali untuk melupakan saja perasaan pada Mas Nolan itu," ucap Raras membuat Yeti mencengkeram gelas di tangannya.
"Maksud kamu apa, Raras?"
Raras seketika menutup mulut, ia tak sadar sudah bicara sembarangan di hadapan Yeti. Yeti kembali mendesak Raras, yang akhirnya membuat wanita itu menceritakan tentang Bellin yang diam-diam mencintai Nolan.
"Saya sudah bilang pada Bellin, untuk bisa membuka hati pada pria lain. Tapi, dia tetap kesulitan katanya."
Yeti diam dalam keresahan, baru saja Nolan bisa membuka diri pada Sea, sudah ada berita tidak mengenakan seperti ini. Namun, Yeti yakin bahwa putranya tidak akan sampai hati menduakan Sea. Pun Bellin, sepertinya masih bisa membatasi diri.
"Bu, Ibu! Aku datang!" Suara teriakan seseorang mengalihkan perhatian Yeti dan Raras. Keduanya menoleh ke asal suara dan mendapati Bellin tengah berjalan ke arah mereka dengan tangan kanan yang dibalut perban.
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT