Kinna badmood seharian. Semalam penuh hanya diisi dengan tangisannya. Sementara tangannya terus menggenggam ponsel. Mendengarkan suara Jelita yang menghibur di sana. Sesekali Kinna meraih tisu dan menghapus sisa lelehan air matanya. Lagi-lagi kembali terisak.
“Tega banget Kaleng ngatain gue, Je! Huhuhu... Gue punya, ya! Gue punya! Je, gue cewek asli, ya!”
“Ampun, Ki! Iya, iya, gue percaya! Apaan, sih?! Lagian Pak Kaleng jahat banget, deh!”
Tangis Kinna mengencang. “Gue insecure sama diri gue sendiri!”
“Ih, jangan lo pikirin! Stay cool and calm! Hempas Pak Kaleng seperti Kinnanthi yang gue kenal!”
“Sekarang gue laper!” adunya lagi pada Jelita. “Males keluar.”
“Yah, gue lagi nganter Nyokap ke dokter gigi, nih. Gue telponin Roy, ya? Biar anterin lo makan?”
Tentu saja Kinna malah kesal. “Makin bete yang ada gue nanti ketemu Roy.”
Jelita terbahak di ujung sana. “Yah, udah terlanjur gue chat.”
“Apa, Je?! Resek lo!”
Sekitar setengah jam kemudian bel kos benar-benar berbunyi. Kinna langsung mendesah frustasi. Malas-malasan membuka. Matanya langsung melotot saat sadar sejak tadi dia bergumul di selimu tanpa memakai atasan apa-apa. Astaga, Kinna bisa gila rasanya. Semua gara-gara Sakalla Tanubradja. Kelabakan buru-buru disambarnya kaos putih yang tergeletak di lantai. Lalu berlarian membuka pintu.
“Iya, Roy! Anjir, bentar!” Kinna membuka gerendel pintu kesal. “Sabar, bisa?! Sab—” dan matanya langsung melotot saat sadar bukan Royhan yang berada di sana.
Tapi, Jordan. Denganz honda CBR-nya yang super jumbo. Berwarna merah putih melintang. Seperti bendera Indonesia. Sambil tersenyum manis seperti biasa, dibukanya helm yang membalut kepala.
“Hai, Ki!”
“Jo... Jo... Jor?! Jordan?!” Kinna meringis. “Kok lo tahu kos gue?!”
Jordan malah tersenyum. “Did I come late? Jelita told me, someone is sad tonight. So, here I am. Bring your favorite Boba and Yamie,” tangannya terangkat memamerkan beberapa bungkus plastik.
“Jordan... Tha—Thanks,” Kinna nyaris saja terisak haru. Hampir kelepasan memeluk Jordan kalau tidak sadar muka Jordan tiba-tiba berubah jadi aneh. Menahan merah, malu-malu, dan tawa lucu. Kinna jadi bingung. “Why?” desaknya.
“You’re not using...” tatapan Jordan tertuju pada...
Kinna menunduk, melotot kaget saat menyadari kaos putihnya yang sedikit transparan terkena remang sinar lampu. Kinna benar-benar ingin mati rasanya. Buru-buru ditutupnya, dan berbalik berlarian membanting pintu.
“Jordaaaan!”
Tapi Jordan malah tersenyum geli saat Kinna sudah membanting pintu. Berteriak dari sana. “Wait a minute! And please... forget it!”
Dan gelengan manis Jordan mengakhiri malam ricuh itu. “Kinna... Kinna... You’re pretty cute, a small beauty, and baby sexy. I really like you....”
***
Langkah kaki Kinna terdengar menyusuri lobby kantor malas. Semakin malas saat dilihatnya salah satu teman satu komplotan Kalla— Dipta. Tengah berlarian ke arahnya dengan cengiran bodoh. Kinna langsung pasang wajah waspada. Bersahabat dengan Kalla tidak lantas membuatnya akrab dengan lingkup pergaulan laki-laki itu. Malah sebaliknya, Kinna kerap jadi bahan olokan mereka. Terutama Niko si mulut besar nan pedas. Ditambah Dipta yang usil. Belum lagi jika Leon ikutan mengejek juga. Habislah dia.
“Ki, lo nggak kangen Kalla?”
Tahu-tahu Dipta sudah bertanya demikian. “Ih, males banget!” Kinna malas sekali otaknya yang pagi ini masih normal harus meladeni manusia macam Dipta. Yang lola dan nggak jelas abis. Ewh, Kinna ingin mengumpat saja.
Sebelum akhirnya Kalla datang. Kinna berbalik menghindar, menghapus kasar air matanya yang mendadak turun lagi. Kalla mengejar setelah puas mengumpati Dipta.
“Ki... Ki... please!”
“Minggir, gue mau, kerja!” teriak Kinna marah.
Kalla menjambak rambut frustasi. “Don’t act like a child!”
Langkah kaki Kinna terhenti tepat di pintu kaca divisi keuangan. Nyaris membantingnya. “Who is the child?! Me or you, bastard?!”
Kalla terdiam.
“You always teased me with your painful words! Like, huh...?! We are friends? I think no! You hated me!”
“Okay... Okay... If my words was hurting you so much. Im sorry. But...” suara Kalla penuh permohonan, “Don’t criticized me like this. Lo tahu? Gue nggak bisa marahan sama lo lama-lama, Ki.”
Kinna tentu sedikit terketuk hatinya. Melihat Kalla yang sekarang mengemis maaf padanya. Hal yang sangat jarang dilakukan laki-laki itu. Kinna tahu hatinya melemah. Tapi separuhnya lagi tidak.
“All the bullshit that I ever said, I don’t mean to hurt you. Really sorry. So please. Don’t take it seriously.”
Kinna masih mematung dingin.
Kalla menyerah, menghembuskan napas panjang, akhirnya menggantungkan sebuah paperbag di gagang pintu. Setelahnya berbalik pergi. Kinna meringis, meraih perlahan paperbag dan membukanya. Ternyata sebuah jaket jeans dan kaos rebel andalannya.
Dan terselip catatan manis di sana.
Cendolku Sayang, I’m so sorry.
Kalla tahu kesukaannya. Tahu cara menenangkannya. Dan Kinna selalu mudah luluh. Sialan. Pada akhirnya diketiknya balasan pada kolom chat Kalla yang sejak beberapa hari lalu dia blokir. Sekarang dia aktifkan kembali.
Royhan yang tak sengaja melihat dari balik punggung Kinna cengar-cengir.
“Kayak gitu bilang sahabatan doang, Kun?! Pake sayang-sayang segala?!”
Kinna kelabakan, tersentak kaget, segera menyembunyikan paperbag di tangannya.
“Roy, sinting! Kagetin aja lo!”
Tapi Royhan tak peduli. Malah asyik berkacak pinggang menirukan suara Kalla dan Kinna saat bertengkar tadi. “Don’t act like a child! Who is the child?! Me or you, bastard?!”
“Argh, apaan, sih, Roy?!”
Royhan menutup telinga sok nelangsa. “Sumpeh, Kun, sumpeh... Berisik banget lo berdua berantem tadi! Noh, divisi sebelah nyampe nengok semua! Sssttt!”
Mau tak mau Kinna melirik juga, meringis malu saat sadar ternyata benar banyak bisik-bisik di sana. Bahkan Heru si biang gosip tengah menguping. Pura-pura sibuk fotokopi saat Kinna memelototi. Menyerah Kinna membanting pintu. Ternyata Jelita juga menguping di sana. Nyaris terjerembab dan terjungkal ke lantai.
“Ya ampun, Je! Astaga!”
Jelita menggaplok pipi Kinna kesal. “Anjir, sakit, Ki!
“Huhu... Sorry, Je! Gue nggak liat! Lagian lo apaan, sih, kepo bener?!”
Tapi Jelita seperti tak peduli. Malah bersiap pasang telinga mendengarkan. “How, babe? Udah baikan?”
“As always, Je,” dan dilemparkan paperbag itu pada Jelita. “He know me so well, Je.”
“Oh, yeah. He can do everything,” imbuh Jelita, “and get everything too. Also your heart., huh.”
***